Oleh: Ramajani Sinaga
KETIKA kau sudah dapat membaca nasihat ini, anakku. Tentu ayah telah pergi di ambil Tuhan selamanya damai di surga. Dunia ini memang terlalu kejam terhadap ayah. Setiap saat aku meninggalkanmu. Bukan ayah tidak menyayangimu. Tapi, tuntutan tugas yang berat membuat ayah tidak dapat memelukmu saban saat. Ayah tidak merangkulmu dengan damai.
Setiap aku pergi, aku selalu menyempatkan menulis catatan yang bertuah nasihat, supaya kelak kau dapat membacanya. Walaupun setiap ayah meninggalkanmu, kau sedang tertidur bersama air susu ibumu. Ayah selalu bermimpi, kapankah kau dapat kubawa sambil bekerja. Jika kau sudah dewasa suatu saat nanti, kau harus dapat melakukan sesuatu hal yang telah ayah lakukan.
Menurutku; pesawat-pesawat di negara ini telah tua renta, anakku. Tidak seperti pesawat milik negara-negara raksasa di barat. Negara kita hanya mampu membeli pesawat rongsokan. Kau bayangkan, anakku, pesawat-pesawat tua itu yang ayah kemudikan. Yang selalu ayah terbangkan di bawah langit bersama panasnya sinar matahari, anakku. Bukan ayah tidak ikhlas menerbangkan pesawat itu. Sungguh, ayah merelakan tubuh ini demi kepentingan orang banyak. Mereka butuh ayah. Biarpun, ayah takut jika suatu saat pesawat yang ayah kemudikan terjatuh di bumi dan hancur bersama puing-puingnya. Pun akan terbakar bersama api.
Apakah kau tahu kondisi tubuh ayah jika pesawat tua yang ayah kemudikan terjatuh dan hancur bersama bangkai pesawat? Tubuh ayah tidak akan berdaya saat itu. Ayah tidak akan sanggup memelukmu lagi. Pasti, kau dan ibumu akan menangis. Meratap. Dan kau juga ibumu akan mencari jasad ayah yang hangus terbakar.
Pilot pesawat. Itulah profesi ayah. Sungguh, ayah suka pekerjaan ini. Jika kau menjadi seorang pemimpin di negeri ini, anakku. Kau harus membeli pesawat yang lazim dan layak untuk di terbangkan di udara, atau jika kau menjadi wakil rakyat suatu saat kelak. Jangan hanya menguburkan hartamu di atas penderitaan rakyat.
Kau jangan bunuh diri karena pemimpin-pemimpin di negeri ini tidak mampu mendengar bisikanmu, anakku. Bunuh diri adalah sifat pengecut dan memalukan. Tuhan selalu bersama orang yang benar. Kau jangan takut dengan hukum di negara kita, anakku. Sebab menurutku; hukum di negara kita sepertinya dapat dibeli dengan segudang uang. Kesalahan menjadi kebenaran, pun kebenaran menjadi kesalahan karena uang.
Hidup ini sangat pahit, anakku. Kau tentu belum mengecapnya. Jika kau memaki orang-orang yang sedang duduk di kursi-kursi atas nama rakyat, jangan kau katakan di depan mereka. Lebih baik kau menulis dalam lembaran-lembaran buku harianmu. Hingga tidak ada yang mengetahui jika kau telah memaki mereka. Bahkan, dalam buku harian kau dapat memaki Tuhan. Tak seorang pun yang dapat memarahimu, anakku.
Ayah yakin ketika kau membaca nasihat ini. Kau telah bisa bekerja apa saja. Tapi, kau jangan menjadi seperti ayah. Kau bisa bernasib sama seperti aku, jatuh bersama pesawat yang telah tua, anakku. Kau jadi guru saja, supaya dapat mengajar para penerus bangsa ini. Kau mengajar dan menekankan kepada murid-muridmu, jika korupsi adalah perbuatan hina dan durjana di hadapan Tuhan.
Anakku sayang, jangan kau mempublikasikan nasihat ini pada orang lain. Kau akan di tuduh menulis sesuatu yang salah. Bahkan, kau jangan memberitahukan isi nasihat ini kepada ibumu. Karena ayah ibumu (kakekmu) adalah seorang walikota ternama, aku takut ibumu tersinggung dan memukulmu dengan sebatang rotan. Dan kau akan menangis, anakku.
Kalau aku mengakhiri isi nasihatku ini. Aku punya usul; bagaimana kalau engkau jadi penyair saja? Kau bisa menulis apa saja pada sajak-sajakmu. Tapi kau jangan marah. Itu hanya usul saja. Aku tidak melarangmu jika cita-citamu ingin menjadi wakil rakyat, anakku. Tapi, kau harus menjaga diri ketika uang berlimpah berada di tanganmu. Wakil rakyat seharusnya merakyat, jangan tidur waktu sidang soal rakyat. Wakil rakyat bukan paduan suara. *)
Anakku sayang. Jika memang nasihat ini sebagai nasihat terakhir; izinkan aku menuliskan sebagian sajak-sajakku, sebagai kenangan untukmu sebelum tubuhku hangus bersama bangkai pesawat.
Daging tubuhku berlumur darah membeku
Asa sia-sia
Bibirku kelu
Tidak seorang pun menamakan aku pahlawan negeri ini
Asa cita-cita, bersama tubuh hangus
Dan hati terluka..
Keterangan:
*) Salah satu baris, milik lagu Iwan Fals; Wakil rakyat seharusnya merakyat, jangan tidur waktu sidang soal rakyat. Wakil rakyat bukan paduan suara.
BIODATA:
Ramajani Sinaga. Lahir di Raot Bosi, Sumatera Utara, 5 Oktober 1993. Karya-karyanya telah dibukukan, antara lain: antologi cerpen bersama “Siapakah Aku ini Tuhan” (2011), kumpulan cerita horor bersama “They Meet With My Nightmare” (2012), dan kumpulan cerpen komedi bersama “Cinta Kandas di Angkot” (2012). Karya-karyanya dimuat di Lintas Gayo, Detak Unsyiah, Suara Mahasiswa USU, Harian Serambi Indonesia, Harian Waspada Medan, dan Harian Medan Bisnis. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa semester dua Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.