PADI mulai mengeluarkan tangkai dan masa panen tinggal menunggu hitungan minggu, semua terasa begitu memaknai berkah yang tidak ternilai ini tidak terkecuali burung dan mereka yang akan merasakan hasil keringat dalam penantian yang memakan waktu berbulan-bulan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ada kebiasaan yang menarik di Gayo Lokop Kabupaten Aceh Timur dalam menyambut telah di mulainya masa di mana padi mulai mengeluarkan hasilnya, meski belum tampak berisi akan tetapi masyarakat desa Lelis menyambut berkah tersebut dengan melaksanakan syukuran yang di beri nama “Kenduri Mberet“ Kenduri yang berarti sukuran dan mberet dalam bahasa Gayo Lokop berarti Burung, kenduri mberet diadakan agar burung yang sebagai hama padi tidak lagi datang mengganggu tanaman padi warga, begitu penuturan dari Alamsyah yang merupakan Reje (Geuchik) kampung Lelis kec. Serbe Jadi Kab.Aceh Timur.
Hampir seluruh masyarakat yang memiliki sawah yang di tanami padi dan Tuha peut ( sarak Opat ) beramai-ramai mendatangi meunasah di mana kenduri di laksanakan, masing-masing dari pemilik sawah membawa Nasi, Poen (sayur), bertih, pulut, kue sebagai hidangan penutup setelah melakukan do’a yang di pimpin oleh imam masing-masing desa.
Antusiasme masyarakat dapat kami rasakan di kala pembacaan do’a di mulai oleh imam terdengar dari sisi sudut menasah “enti keroh si kodoka, muloi mi we kite ni” (yang di belakang jangan ribut, kita akan segera memulai) terdengar dari salah seorang warga yang juga ikut melaksakan kenduri tersebut, setelah pembacaan do’a selesai masing- masing dari para pemuda terlihat sibuk mengangkat wadah yang berisikan makanan yang di sajikan kepada mereka yang berhadir mengikuti prosesi upacara kenduri tersebut..
Kenduri ini telah di mulai sejak zaman muyang (leluhur) sampai saat ini dan ritual ini hanya di lakukan pada saat padi mulai mengeluarkan bijinya, kenduri biasa di lakukan pada saat selepas shalat isya, seluruh masyarakat berduyun-duyun data ng ke meunasah dengan membawa hidangan dari rumah mereka masing-masing dan kenduri ini merupakan ritual tahunan untuk mendoakan panen yang tanpa kendala dan leluhur (muyang) yang dengan bersusah payah membuka tanah lukup yang telah mendahului mereka.(Konadi Adhani)