Mahasiswa Pulang Kampung

DUA mahasiswa asal Gayo Lues Supri Ariu (Mahasiswa Fkip Unsyiah) dan Buniamin (Mahasiswa Fisip Unsyiah) pada hari Jum’at (10/08) menjadi narasumber di acara Keberni Gayo di Aceh TV Banda Aceh, keduanya berbicara tentang Mahasiswa Pulang Kampung.

“Tidak sanggup kami mendengar takbir diperantauan, itulah yang menjadikan alasan penting kenapa mereka pada umumnya pulang kampung pada saat hari raya ‘idul fitri”.  

Tidak hanya bagi mereka berdua atau mahasiswa lainnya yang menjadikan tradisi pulang kampung (mudik) pada saat lebaran, tapi tradisi ini sudah menjadi tradisi masyarakat Timur pada umumnya. Para mahasiswa pada umumnya menikmati acara pulang kampung dengan berkumpulnya bersama keluarga, di samping juga pada momentum ini semua orang dari perantauan pulang dan berkumpul. Mereka saling bertukar informasi, baik tentang perkembangan perkuliahan atau juga tentang aktifitas lain yang dilakukan di luar jam kuliah.

Menurut pengakuan kedua narasumber,  mereka bangga ketika bertemu dengan rekan-rekan semasa bersekolah dahulu, karena ada diatara mereka yang sudah mendapatkan pekerjaan dan ada juga yang masih pada tahapan menuntut ilmu. Disamping juga diantara mereka ada perasaan cemburu (dalam artian posistif), karena sebagian mereka telah dapat mencari uang dan memenuhi kebutuhan sendiri, dan ada juga kecemburuan diantara mereka dalam hubungannya dengan jaraknya tempat kuliah, sehingga dalam benak mereka terpikir kenapa tidak semua kita merantau ke daerah yang lebih jauh.

Pertemuan mereka juga dapat menjadi motifasi ketika mereka setelah lebaran kembali keperantauan, karena banyak sekali kegiatan kemahasiswaan yang telah dilakukan di daerah lain tapi belum dilakukan di tempat mereka, demikian juga sebaliknya dengan daerah lain dapat termotifasi dengan apa-apa yang telah mereka lakukan. Itulah respon diantara mereka ketika bertemu dan berkumpul ketika pulang kampung pada saat lebaran.

Ada interaksi sosial lain yang bisa kita tarik dari kedua narasumber tersebut, dimana Supri Ariu yang berasal dari Kampung Uring (Pining) menyebutkan ketika ia pulang kampung semua masyarakat kampung sangat bangga, karena belum banyaknya orang yang sekolah di Perguruan Tinggi yang berasal kampung beliau. Ia dijadikan idola dan panutan dalam mendorong generasi muda Uring untuk melanjutkan pendidikan, kendati menurut pengakuannya hal seperti itu sangat berat, namun hal itu juga dijadikannya sebagai tantangan bahwa ia harus berhasil dan tidak mau menjadikan masyarakat kecewa. Respon masyarakat tidak hanya berbentuk ucapan tetapi juga dalam bentuk materi, dimana ia sangat teringat dan terkesan dengan masyarakat yang selalu memberi pada waktu ia kembali lagi ke Banda Aceh.

Sedangkan Buniamin yang tinggal Kuta Panjang, yang kampungnya lebih maju juga merasakan hal tersebut kendati dalam bentuk yang berbeda, semua masyarakat selalu bertanya“selo sawah” ketika ia tiba di kampung. Pertanyaan ini menimbulkan kebanggan tersendiri bagi beliau dan juga merupakan tantangan, karena ia selalu terbayang apakah pertanyaan ni masih diajukan ketika satu saat ia tidak berhasil di perantauan.

Keduanya mengakui bahwa ketika mereka pulang kampung harus selalu siap dengan todongan masyarakat untuk berceramah di mesjid atau menasah, karena bagi masyarakat di kampung mereka hampir tidak pernah ditanya kuliah dimana, yang penting bagi masyarakat kampung, mereka harus bisa tampil di depan orang ramai, salah satunya adalah berceramah. Karena itu menurut pengakuan mereka bahwa untuk mahasiswa yang pulang kampung tidak ada kata “tidak bisa” apabila dipersilakan tampil di depan.

Mereka membuktikan bahwa menuntut ilmu diperantauan sangat memberi manfaat untuk diri mereka sendiri dan dapat sampaikan kepada masyarakat, sebagai contoh : kalaulah mereka tidak merantau, mereka akan selalu merasa cukup dengan apa yang mereka dapat. Rumah yang ada di kampung mereka dianggap sudah cukup mewah, namun ketika melihat rumah orang di daerah lain baru sadar sebenarnya apa yang ada dan kita miliki sebenarnya tida ada apa-apanya. Demikian juga dengan ibadah yang ada di masyarakat kita, yang kita anggap sudah sangat baik, tapi sebenarnya masih ada yang lain yang juga baik kalaupun tidak kita katakan lebih baik.

Sebagai mahasiswa yang mempunyai organisasi, mereka akan membuat acara silaturrahmi pada hari kelima sesudah lebaran, acara ini diberi tema “Katakan Gayo dengan Karya”.  Dan direncanakan akan dihadiri oleh seniman dari Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Tenggara di samping seniman Gayo Lues sendiri sebagai tuan rumah. (Jamhuri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.