ACARA KEBERNI GAYO yang disiarkan live setiap jum’at malam, pada tanggal 31 Agustus 2012 menghadirkan narasumber Yusra Habib Abdul Gani sorang penulis dan pemikir politik yang berdomisili di Denmark, pada kesempatan ini tema yang dibahas adalah “Mubangun Gayo”.
Ada enam “P” dan satu “T” yang dijadikan unsur ketika membangun suatu Negara, Provonsi, Kabupaten bahkan sampai pada tingkat terendah sekalipun yaitu desa. Ketujuh “P” tersebut adalah : Pencetus ide atau pemikir, Penampung ide, Pengusaha, Pelaksana, pengawas dan Penikmat, dan satu “T” adalah Tanggung jawab semua pihak (tanggung jawab bersama).
Contoh pertama disebutkan bagaimana Fir’aun ketika mengatakan dirinya sebagai tuhan penguasa alam, dan dibantah oleh Musa as. yang menyatakan dirinya sebagai Rasul Allah dan Tuhan yang sebenarnya bukanlah Fir’aun tetapi Tuhan Allah SWT.. Lalu ketika Musa menyatakan Fir’aun bukan sebagai Tuhan, maka Fir’aun (penampung Ide) berusaha membuktikan keberadaan Tuhan Allah dengan memanggil orang yang mempunyai pengetahuan (Pencetus ide) tentang membuat Piramid, ide yang diajukan tersebut ditampung oleh Fir’aun dengan didanai oleh Karun (Pengusaha) (yang kunci hartanya harus di bawa oleh banyak unta). Piramid ini dikerjakan dengan sangat profesional oleh pelaksana sehingga walaupun telah ribuan tahun karya ini tetap menjadi keajaiban dunia dan menjadi objek penelitian yang tidak pernah selesai sampai saat ini bahkan untuk penelitian masa mendatang. Kualitas yang dihasilkan tidak hanya mengandalkan kepadaproesionalitas pelaksana tetapi juga memerlukan pengawasan, karena tidak menutup kemungkinan adanya hal-hal yang disebabkan oleh kesalahan manusiawi sehingga akhirnya karya besar fir’aun ini dapat dinikmati oleh semua orang yang menjadi penikmat. Untuk kesuksesan pembangunan tidaklah akan mendapatkan hasil yang maksimal tanpa adanya rasa tanggung jawab semua pihak. Itulah makna enam “P” dan satu “T” dalam pembangunan piramid dalam masa kekuasaan Fir’aun.
Demikian juga dengan pendirian dan pembangunan Negara Indonesia pada masa awal kemerdekaan di tangan Presiden Ir. Sukarno. Ia berupaya mencari pemikir, pencerus ide untuk membangun Indonesia, sehingga terwujudlah pembangunan Monas (monumen nasional) dan Gelora Bung Karno. Ketika ide yang dicari ditemukan dan ia tampung sebagai ide brilian, maka pembangunannya juga tidak dapat terlaksana tanpa adanya pendana, karena itu ia mencari siapa yang mempunyai dana untuk itu, ia menemukan Aceh yang kaya dan mampu memberikan bantuannya untuk membangun negara untuk yang telah disebutkan ditambah dengan pembelian pesawat Seulawah 01.
Cara seperti ini dilanjutkan oleh Suharto (presiden ke dua Indonesia) yang berupaya membina pengusaha-pengusaha Indonesia, yang pada masa pemerintahannya mampu membantu pembangunan negara. Karena itu unsur-unsur yang telah disebutkan tidaklah bisa dilepaskan dalam kerangka pembangunan baik secara menyuluruh ataupun parsial dari sebuah daerah.
Negara maju juga demikian seperti halnya Inggris, ketika hendak membangun negaranya, Raja Inggris menampung ide dari pemikir tentang pembangunan Inggris, yang dilanjutkan dengan pencarian dana melalui negara-negara jajahannya. Denmark yang memiliki seorang pengusaha kontainer terbesarnya di dunia mampu membiayai perekonomian dan pembanunan negara Denmark serta menyiapkan lapangan kerja untuk puluhan ribu warga negara.
Logika semua orang pasti mengatakan tidak mungkin dalam perjuangan Aceh tanpa adanya unsur seperti yang telah disebutkan di atas(utamanya pengusaha atau pendana), karena mereka yang berjuang harus makan, harus memiliki perlengkapan senjata dan lain-lain yang diperlukan untuk perjuangan. Demikian juga dengan pejuang-pejuang yang ada disemua belahan dunia, karena sebenarnya kerangka yang telah disebutkan tersebut adalah kerangka besar, yang dalam kesempatan ini dicoba untuk dibawa kepada lingkup kecil yaitu “membangun Gayo”
Kalau kerangka tersebut kita bawa ke Gayo, yang jelas penampung idenya sudah ada yaitu pemerintah daerah, lalu adakah pencetus ide yang mampu menggambarkan Gayo ke depan dalam jangka 25, 50, 100 atau 1000 tahun ke depan. Atau pertanyaan lain yang bisa kita ajukan, apakah Gayo hari ini merupakan hasil dari cetusan ide para pencetus ide pada masa lalu ? atau Gayo itu hanya berjalan mengikuti perjalanan waktu tanpa ide ! Kalau memang Gayo itu merupakan hasil dari cetusan ide tentu kita harus memberi tahu kepada semua orang siapa yang punya ide tersebut, dan kalau tidak berdasarkan ide tentu kita tidak bisa menggambarkan bagaimana potret Gayo pada masa depan.
Lalu setelah ada ide dan ada penampung ide, pembangunan belum juga bisa jalan tanpa ada pengusaha yang membiayai pembangunan. Pernah ada pengusaha yang dikenal oleh masyarakat Gayo secara luas yaitu aman Kuba, namun orang sekaliber beliau tidak ada lagi, kalaupun masih ada pedagang dan pengusaha pada saat ini di Gayo hanya mampu untuk menghidupi diri mereka dan belum mampu menghidupi daerah.
Ada lagi hal yang menarik dari apa yang dipaparkan narasumber (Yusra Habib Abdul Gani) tentang prioriras pembangunan dari bentangan sejarah yang telah disebutkan, yaitu pembangunan infrastruktur. Karena pembangunan infrastruktur dapat digambarkan dalam planing waktu yang jauh ke depan, baik dalam jangka waktu pendek, menengah dan dan waktu yang panjang. Kendati planing ini juga sangat tergantung kepada kecerdasan mereka yang memberikan ide. (Jamhuri)