KESEHATAN adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Untuk mewujudkan kesehatan tersebut ada beberapa prasyarat yang saling mempengaruhi diantara lain yaitu Perdamaian dan Keamanan.
Perdamaian dan kemanan merupakan prakondisi yang diperlukan oleh semua sektor, termasuk kesehatan. Dalam kondisi aman dan damai semua sektor kehidupan masyarakat gayo dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan dan keinginannya masing-masing. Dalam kondisi masyarakat Gayo yang aman dan damai maka semua sektor perekonomian (pertanian, perindustrian, perdaganagan, dan lain-lain) dapat berjalan dengan baik, tanpa hambatan.
Lancarnya perokonomian baik di tataran individu, keluarga dan masyarkat Gayo jelas akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan keluarga dan masyarakat. Dengan meningkatnya pendapatan keluarga dan masyarakat Gayo maka akan berpengaruh terhadap daya beli masyarkat, baik untuk makanan, gizi, perumahan dan kebutuhan hidup yang lain termasuk meningkatnya daya beli pemeliharaan dan pelayanan kesehatan.
Disamping itu perdamaian dan keamanan secara psikologis dan sosiologis, akan berpengaruh kepada menurunnya sumber setress masyarakat, yang akhirnya dapat meningkatkan derajat kesehatan, terutama kesehatan mental.
Sebaliknya, kondisi masyarkat Gayo tidak aman dan damai, terjadinya konflik sosial dan politik, terjadinya pertikaian sosial dan politik dalam masyarakat, baik secara horizontal dan vertikal akan mengganggu proses perekonomian di masyarkat. Para petani dan nelayan dan lain-lain tidak bisa bekerja secara optimal, sehingga produktifitas menurun.
Dengan kondisi perdamaian dan kemanan yang tidak kondusif ini jelas akan menurunkan daya beli masyarakat. Daya beli yang rendah baik untuk makanan, perumahan, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan sebagainya akan berpengaruh kepada rendahnya tingkat kesehatan masyarkat Gayo.
Mudah-mudahan perdamian dan kemanan di Gayo, selalu berjalan dengan baik sehingga dengan harapan kesehatan masyarakat Gayo dapat selalu terwujud secara optimal. Amin.(miko_alkudri[at]yahoo.co.id)
*Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Politik Itu Kotor atau Bersih?
Romo Magnis pernah menyatakan, politik itu sebenarnya tidak kotor. Politik adalah konsensus bermartabat yang dibentuk untuk mengatur masyarakat dengan suatu cara tertentu demi mencapai kebaikan bagi sebanyak-banyaknya orang. Dengan begitu, politik adalah sebuah institusi kebudayaan yang sejatinya bersih dan mulia.
Jadi, tidak mengherankan kalau first lady Michelle Obama menjelaskan tentang Presiden Barack Obama seperti ini: “Barack adalah seorang aktivis masyarakat yang sedang mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki oleh politik untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik”. Dengan kata lain, politik adalah sarana potensial untuk mengubah masyarakat (baca: sesuatu yang memberikan pengharapan akan keadaan yang lebih baik).
Namun, sebagian besar dari kita di Indonesia menganggap politik tidak sebersih dan semulia itu. Politik itu kotor! Dan, alih-alih menumbuhkan harapan, politik di Indonesia justru membunuh harapan. Setelah Orde Baru tumbang, misalnya, kita berharap politik di “Era” Reformasi bisa mewujudkan lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif yang lebih baik dan, terutama, tidak KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Ternyata KKN justru semakin subur di “Era” Reformasi. Masih mau contoh? Sudah terlalu banyak contoh korupsi di “Era” ini. Kolusi? Nepotisme? Lah, para politisi kita mana ngerti konsep meritokrasi rasional. Nyatanya, orang-orang yang lebih suka dugem, makek atau nyelingkuhi artis pun bisa jadi fungsionaris partai dan anggota dewan atau pejabat publik lantaran merupakan anaknya tokoh ini atau sepupunya tokoh itu atau mantunya pejabat tinggi embuh. Sudah gitu mereka-mereka ini masih juga sok moralis.
Anggapan bahwa politik itu kotor, di Indonesia, memang tidak bisa dihindari. Sebabnya: tingkah polah para politisi (bukan politikus, lho) yang memang sudah melebih taraf naudzubillah. Masih mau contoh?
Contoh yang masih anget: kursi bikinan luar negeri dan aslinya cuma bernilai 4 jutaan tapi harga akhirnya njebluk jadi 20 jutaan karena ditambah ongkir dan setelah terpasang di Senayan akhirnya cuma jadi tempat tidur para anggota dewan yang sungguh-sungguh amat tidak terhormat. Kata Mas DV, itu kursi buat menyegarkan otak para anggota dewan yang sungguh-sungguh tidak terhormat – karena otak mereka ada di pantat. (May God burn their dirty ass in a million hells!)
Di Indonesia, politik bukan lagi institusi kebudayaan yang bersih dan mulia, tetapi telah menjadi alat pembusukan. Kalau cakra manggilingan memang benar, mudah-mudahan politik di “Era” Reformasi ini adalah titik terbawah roda peradaban itu sehingga politik bisa kembali kepada khittahnya dan membawakan perubahan ke arah yang lebih baik.
Atau jangan-jangan para politisi kita masih belum terlalu busuk untuk sampai di titik terbawah itu? Gawat….
yang kotor itu pelakunya, bukan sistemnya. celakanya, pelaku politik di Indonesia ini kotor, sehingga terciptalah apa yg disebut dengan politik kotor.. 🙁
POLITIK KOTOR BERNAMA “MONEY POLITICS”
Oleh: Dedi Alfiandri Allison
Mau dilihat dari kaca mata yang manapun, yang namanya money politics adalah merugikan masyarakat, merugikan kepentingan umum, merugikan perkembangan demokrasi itu sendiri, bahkan merugikan cita-cita pendirian bangsa ini yang hendak menjadikan bangsa ini adil makmur sentosa damai dan sejahtera.
Money politics adalah politik kotor yang dilakukan segelintir politisi kotor yang ingin berkuasa atau melanggengkan kekuasaannya dan partai-partainya dengan cara-cara instant, dan bukan dengan cara-cara mensejahterakan rakyat.
Para oportunis pelaku money politics itu adalah orang-orang yang akan dengan senang hati membeli pilihan rakyat dengan nilai yang sangat murah. Dengan limapuluh ribu rupiah saja, misalnya, pelaku money politics itu dapat merasuki hati seorang pemilih sehingga rela menukar kepercayaan politiknya, dan menyalurkannya kepada si pemberi imbalan. Dengan lima puluh ribu rupiah, seorang pelaku money politics telah menghancurkan nasib rakyat pemilih yang seharusnya dapat memilih penguasa yang lebih baik selama lima tahun berikutnya.
Kepada para pelaku money politics yang telah keluar uang ini, bagaimana mungkin kita bisa berharap dan mempercayakan nasib kita. Mereka itu merasa telah menghabiskan uang untuk membeli kepercayaan rakyat, maka pada saat berkuasa akan terlihat tampang asli mereka yang serakah dan tamak serta menghalalkan segala cara.
Orang-orang serakah itu dalam masa berkuasanya tidak akan pernah memikirkan nasib pemilih bayaran, melainkan hanya memikirkan cara mengembalikan modal yang telah dikeluarkannya saat membeli suara pemilihnya. Mereka menjual kekuasaan yang telah mereka dapatkan demi kepentingan diri mereka sendiri di saat berkuasa. Di tahun awalnya berkuasa, mereka akan mencoba menerbitkan macam-macam kebijakan, peraturan-peraturan, yang mereka jual kepada pengusaha kotor yang juga tidak mau bekerja dengan cara-cara yang taat asas.
Penguasa yang berkuasa karena money politics akan dengan mudah menjual fasilitas umum kepada pengusaha kotor. Fasilitas umum akan dengan mudah mereka geser peruntukannya menjadi lahan niaga. Hal yang tadinya oleh peraturan tidak dibolehkan, mereka geser aturan-aturannya sehingga menjadi boleh. Tentu saja dengan melibatkan orang-orang lain yang dapat dibeli lagi, semisal wakil rakyat yang bisa dibeli juga. Dengan kongkalingkong ini, penguasa dan yang katanya wakil rakyat bekerja sama dengan sangat rapi, mengupayakan produk perundang-undangan dan produk pemerintahan yang hanya menguntungkan kalangan mereka sendiri, tanpa peduli nasib rakyat.
Penguasa kotor yang berkuasa melalui jalur money politics tidak ubah seorang tengkulak yang berupaya membeli serendah-rendahnya mandat dari rakyat, namun kemudian menjual setinggi-tingginya hasil dari mandat tersebut kepada para pengusaha, pedagang, bahkan kepada rakyat, demi membesarkan pundi-pundi uang mereka. Mereka ini dengan kroni-kroninya akan merangsek lebih jauh dengan membeli tidak saja demokrasi, tetapi juga membeli hukum, membeli keadilan, yang tentu saja demi kepentingan mereka sendiri.
Pendidikan Politik
Karena itu, dengan menyadari betapa buruknya akibat politik kotor bernama money politics ini, sudah seharusnya kita segenap rakyat bangsa ini untuk merapatkan barisan agar tidak tertembus serangan money politics ini.
Memang uang dan bahan kebutuhan pokok yang ditawarkan pelaku money politics itu sangat membantu masyarakat yang tengah terjepit pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Akan tetapi seyogyanya masyarakat sadar bahwa nasib mereka sedang mereka pertaruhkan. Jangan hanya karena satu paket sembako, atau selembar uang kertas, kedaulatan mereka tergadai.
Untuk itu, pendidikan politik sudah saatnya bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Dengan cara itu masyarakat bisa dicerdaskan, sehingga bisa membedakan mana pelaku politik yang murni berjuang untuk rakyat dan mana yang hanya sekadar mencari penghidupan dengan menjadi wakil rakyat atau pemimpin di negeri ini.
Hanya saja, hingga saat ini memang rakyat masih traumatik dengan partai politik. Di masa orde baru, partai politik banyak yang hanya menjadi alat legitimasi kekuasaan, yang sebenarnya lebih berbahaya lagi daripada money politics. Kalau dalam money politics masyarakat dijerat dengan bujuk rayu, di masa orde baru partai politik bahkan menjadi alat penekan aspirasi rakyat. Dan rakyat menjadi trauma.
Trauma politik inilah yang harus ditembus oleh partai politik saat ini sebagai bagian pendidikan politik yang harus dilakukan. Tugas yang berat, memang. Tapi itu adalah tugas yang harus dilakukan. Partai politik saat ini harus berjuang mati-matian untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa hanya dengan berpartailah segenap aspirasi rakyat bisa disalurkan secara aktif. Hanya dengan berpartailah rakyat bisa mengubah undang-undang yang tidak pro-rakyat menjadi lebih lebih baik.
Lantas apa yang dapat dilakukan? Kalau hanya melihat sesaat, maka sulit untuk menentukan partai atau politisi mana yang pantas untuk didukung, atau partai mana yang pantas untuk dimasuki. Untuk itu maka track record menjadi penting. Rekam jejak setiap partai, atau rekam jejak setiap politisilah yang harus dicermati. Paling tidak, lakukanlah kilas balik 10 tahun ke belakang. Kita akan dapat melihat apa saja yang telah dilakukan sebuah partai, atau apa saja yang telah dilakukan politisi. Dengan demikian kita akan bisa melihat secara lebih rasional, tidak lagi terjebak pada unsur SARA (suku-agama-ras-antargolongan), dan kultus individu.
Setelah semua hal-hal rasional di atas, akhirnya kita harus bertanya pada hati nurani masing-masing. Bertanyalah, dan hati nurani anda akan menjawab dengan suara lirih. Ingatlah, “Suara hati itu memang halus. Namun sedemikian halusnya suara hati itu, sampai-sampai tidak ada yang bisa membungkamnya.” wassalam.