Oleh Mahbub Fauzie, S.Ag*
Majelis taklim merupakan salah satu lembaga pendidikan keagamaan khas Islam yang tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat. Lembaga ini hampir terdapat di setiap komunitas muslim yang keberadaannya telah banyak berperan dalam pengembangan dakwah Islam. Melalui majelis taklim, masyarakat yang terlibat didalamnya dapat merasakan betapa keberadaan lembaga ini menjadi sarana pembinaan moral spiritual serta menambah pengetahuan keislaman guna meningkatkan kualitas sumber daya muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Jika dicermati, ternyata eksistensi majelis taklim sebagai sarana dakwah dan tempat pengajaran ilmu-ilmu keislaman memiliki basis tradisi sejarah yang kuat, yaitu sejak Nabi Muhammad SAW mensyiarkan agama Islam di awal-awal risalah beliau. Bahkan hingga kini keberadaan majelis taklim masih menjadi pilihan para pegiat dakwah sebagai sarana paling efektif dalam melanjutkan tradisi penyampaian pesan-pesan agama ke tengah-tengah umat tanpa terikat oleh suatu kondisi tempat dan maupun waktu.
Dalam prakteknya, proses pengajaran keislaman di majelis taklim sangat fleksibel, bersifat terbuka serta tidak terikat oleh suatu kondisi tempat dan waktu. Tempatnya bisa dilakukan di rumah, masjid / menasah, gedung, aula, halaman dan sebagainya. Demikian juga dengan waktu penyelenggaraanya: bisa pagi, siang, sore maupun malam hari. Fleksibelitas inilah yang membuat majelis taklim mampu bertahan sebagai lembaga pendidikan yang paling kuat dan melekat dekat dengan dinamika masyarakatnya.
Majelis taklim juga merupakan wahana interaksi dan komunikasi antara masyarakat awam dengan para mualim, dengan para ulama dan umara serta antara sesama jamaah majelis taklim itu sendiri. Sekat-sekat strata sosial lebur dalam situasi dan kondisi kepentingan dan hajat untuk bersama-sama mengikuti kegiatan pengajian yang diselenggarakan di majelis taklim.
Begitupun, meski keberadaan majelis taklim mempunyai keunggulan-keunggulan sebagai sarana dakwah dan pembinaan sumber daya umat, diakui masih memerlukan sejumlah pemikiran serta pembinaan serius dan komprehensif yang tidak hanya berorientasi pada sisi organisasi atau lembaga; namun juga mengarah pada totalitas majelis taklim. Pembinaan terhadap majelis taklim dimaksudkan untuk memaksimalkan peran dan fungsi demi sempurnya pola-pola pelaksanaan dakwah yang dilakukan lembaga yang bernama majelis taklim ini.
Peran dan Fungsi
Dengan merujuk buku yang berjudul “Regulasi Majelis Taklim; Pedoman Pembinaan Majelis Taklim” (Depag RI: 2009), tulisan ini akan mengajak kita untuk melihat sejauhmana peran dan fungsi majelis taklim yang diyakini dapat merealisasikan cita-cita mulia Islam dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang ideal sesuai dengan kehadiran agama samawi ini sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi semesta alam .
Selanjutnya, diharapkan dari peran dan fungsi yang melekat pada majelis taklim, akan menyadarkan kita, terutama yang berkepentingan terhadap upaya pembinaan umat Islam menuju khairu umah (umat terbaik) sebagaimana tersirat dalam ide profetis (nubuwah, kenabian) yang terkandung dalam ayat 110 surah Ali Imran yang artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Adapun upaya memaksimalkan peran dan fungsi majelis taklim yang perlu dilakukan adalah:
Pertama, memperkuat fungsi majelis taklim sebagai tempat pengajaran agama Islam secara luas, yang meliputi pengkajian tentang pokok-pokok ajaran Islam dan kaitannya dengan persoalan sehari-hari yang dihadapi oleh umat Islam itu sendiri.
Pengetahuan pokok ajaran Islam seperti akidah, syariah akhlak, tafsir, hadits dan tarikh sudah semestinya dintegrasikan dengan sisi kehidupan nyata yang selalu muncul dalam keseharian umat. Hal ini diniscayakan sesuai dengan sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah yang menyajikan banyak hal yang bisa dipelajari oleh setiap muslim dalam mengikuti suri teladan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa Syariat Islam.
Kaitan Islam dengan ilmu-ilmu terapan yang berhubungan langsung dengan nafas kehidupan manusia dirumuskan dalam beberapa pokok bahasan menyangkut hubungan Islam dengan lingkungan, kesehatan, kesenian, politik dan psikologi. Selain mengajarkan tentang ibadah transendental dalam arti hubungan vertikal antara manusia dengan Allah Swt, tapi juga mencakup bagaimana seharusnya seorang muslim menjalin hubungan horisontal dengan sesama manusia dan lingkungannya.
Kedua, meningkatkan fungsi majelis taklim dari tempat penyelenggaraan pengajian menjadi wahana melakukan kaderisasi umat Islam. Kaderisasi adalah suatu system menyiapkan generasi yang akan datang. Sistem ini dikemas dan diakltualisasikan dengan sungguh di majelis taklim. Setiap majelis taklim, sesuai dengan tujuan, misi dan visinya harus melakukan pengkaderan di kalangan jamaahnya. Dengan demikian keberlangsungan majelis taklim akan terus berlanjut.
Ketiga, mengembangkan fungsi konseling. Sebagai salah satu lembaga pendidikan non formal, majelis taklim bertanggung jawab untuk mendidik dan membantu jamaahnya untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan masyarakatnya dan mampu memecahkan berbagai persoalan hidup yang dihadapinya. Melalui kegiatan ta’lim muta’alim (belajar mengajar) yang dikemas sedemikian rupa diharapkan dapat membantu jamaah yang mengalami persoalan-persoalan kehidupan, baik pribadi maupun sosial. Dalam situasi seperti inilah peran dan fungsi konseling akan terasa diperlukan oleh berbagai pihak yang terlibat di majelis taklim, terutama para jamaahnya.
Keempat, menjadikan majelis taklim sebagai pusat pengembangan keterampilan atau skill jamaah. Setiap muslim idealnya bisa berperan ganda dalam kehidupannya, yaitu sebagai ‘abid (penyembah Allah) dan sekaligus sebagai khalifah fil ardh (orang yang memakmurkan bumi). Sebagai penyembah Allah SWT, seorang muslim mesti ikhlas menjadikan hidupnya sebagai media pengabdian diri kepada-Nya. Dan sebagai pemakmur di muka bumi, setiap muslim harus berperan dalam mencegah dan memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi disekelilingnya.
Dalam konteks inilah majelis taklim bisa menjadi pusat pengembangan keterampilan / skill bagi jamaahnya. Keterampilan yang dimaksud sesuai dengan aneka ragam bakat yang dimiliki oleh setiap individu dalam majelis taklim tersebut. Keterampilan yang dapat dikembangkan meliputi: keterampilan dasar (basic skills) yakni membaca, menulis, berbicara dan lain sebagainya; keterampilan hidup sehari-hari (daily living skills) yang berfungsi untuk melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya; keterampilan personal / sosial (personal / social skills); keterampilan mental (mental skills); keterampilan pekerjaan (occupational skills); dan keterampilan atau kecerdasan spiritual (spiritual quotient, SQ).
Kelima, meningkatkan peran pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan potensi ekonomi dan sosial. Sebagai tempat berkumpulnya jamaah, majelis taklim diharapkan bisa menjadi media sosial dalam mengkomunikasikan upaya-upaya pembangunan umat, baik secara lahir maupun batin. Melalui majelis taklim yang merupakan sarana efektif dalam interaksi sosial dapat disampaikan informasi yang dapat menggugah jamaahnya untuk berfikir dan melakukan langkah-langkah produktif dalam rangka pemberdayaan ekonomi dan sosial jamaah. Pemberdayaan ekonomi dapat berwujud dukungan dana, baik yang bersifat mandiri maupun menjalin kerjasama dengan donator, baik pemerintah maupun swasta.
Keenam, menjadikan majelis taklim sebagai wadah silaturrahmi dan rekreasi ruhani. Majelis taklim tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar agama Islam, namun juga mampu member warna bagi jamaahnya dalam pembinaan solidaritas sosial yang kuat antar umat Islam melalui silaturrahim. Selain itu juga, majelis taklim bisa memberikan ruang yang cukup lapang dalam menjalankan fungsi rekreasi ruhani melalui nasehat-nasehat dan pesan-pesan moral yang diajarkannya. Dalam situasi dan kondisi itulah, melalui majelis taklim akan tertanam harmoni sosial yang dapat dipetik oleh semua jamaah yang kemudian mengkondisikan suatu jalinan kebersamaan sebagai hamba-hamba Allah yang sama-sama mempunyai hajat mengisi ruang hati dengan siraman-siraman dakwah Islamiyah.
Ketujuh, mengembangkan fungsi sebagai pusat komunikasi dan informasi. Melalui pengembangan fungsi ini diharapkan jamaah akan selalu mendapatkan informasi yang up to date mengenai perkembangan sosial budaya yang terjadi disekitarnya maupun perkembangan dunia yang terjadi dengan sangat cepat. Sebagai pusat informasi, majelis taklim melalui pengurusnya mampu untuk mengumpulkan, menyimpan, memproses dan menyaring berita, data, opini dan komentar secara jelas serta memberikan petunjuk dan arahan bagaimana seharusnya jamaah menyikapi semua hal-hal yang terjadi.
Kedelapan, mengembangkan peran sebagai tempat berkembangnya budaya Islam. Sebagai institusi pendidikan nonformal majelis taklim dapat menciptakan budayanya sendiri, misalnya budaya dalam berpakaian dan perhiasan yang tentunya mencerminkan bagaimana seharusnya jamaah atau masyarakat yang terlibat didalamnya untuk selalu membiasakan tata cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran Islam. Begitu pula dalam hal budaya makanan, minuman dan kebiasaan-kebiasaan lainnya.
Kesembilan, menjadikan majelis taklim sebagai lembaga kontrol sosial (social control). Dengan fungsi control ini. Eksistensi majelis taklim akan semakin diperlukan di tengah-tengah masyarakat. Majelis taklim berperan besar dalam transfer pengetahuan dari pengajar (mualim) kepada jamaahnya dan sekaligus berperan besar dalam memecahkan problematika sosial keagamaan yang dihadapi umat. Seperti misalnya dalam hal mengantisipasi aliran-aliran sesat, pendangkalan akidah, kemaksiatan dan prilaku asosial lainnya yang selalu muncul dan mengancam sendi-sendi kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam. Disinilah majelis taklim akan tampil efektif sebagai agen kontrol sosial melalui berbagai peranan dan fungsi yang dijalankannya. Semoga!. (mahbubjagong[at]yahoo.co.id)
*Penyuluh Agama Islam Fungsional Ahli Muda pada Kankemenag Kab. Aceh Tengah Wilayah Tugas Kecamatan Jagong Jeget