Tentang Kopi Dalam Gelas
Kepada waktu, aku ingin berkirim isyarat
Pada gelas-gelas tua yang pulang sendiri
Memahat banyak luka pada ibarat tentang hari ini
Lalu, di ujung beranda ada yang pulang meneguk kata
Menjelma pada sebagian riwayat tentang kita kini
Menuntun kita pada obrolan tanpa tepi di ujung hujan
Berbaris sembari meminum kopi yang berdenyar
Lalu kita berjalan dalam ingatan tentang begadang hari ini
Ada yang sengaja lupa ketika riwayat ini tertulis
Mengeja banyak malam pada catatan perdu di ujung hari
Lalu, tentang malam dan pagi yang menyuguhi rinai rindu
Dan kita kembali menepi pada kopi-kopi pahit di ruang keluarga
Ciparay, Januari 2013
Secangkir Kopi Untuk Malam Ini
Pahit tentangmu adalah waktu untuk dikenang
Berjalan pada jejak-jejak sepi yang kita lalui
Membasahi musim yang pulang dalam temaram
Lalu, menyanyikan rindu pada detak waktu
Ada kita yang pulang mengisi rindu hari ini
Membaca petuah-petuah bijak para orang tua
Yang meminum lalu berpesta kopi mala mini
Di beranda rumah tuan saudagar yang kaya
Kita menenun jejak pada perjalanan asin kali ini
Meramu kopi-kopi pilihan yang tak kita buru
Lalu, berjejak membiarkan segala pulang
Dan membiru di ujung perjalanan sampai suatu ketika
Masih dikenang kata dalam cangkir kopi malam ini
Dedah diantara rindu yang kembali pulang
Sembari mengeja semesta yang asin dan pahit
Karena cangkir kopi di malam ini pernah lupa kita kecap
Ciparay. Januari 2013
Perihal Perempuan Pemetik Kopi
Kita berjalan memusuhi denyar di ujung malam. Berbasahan ketika hujan menggugurkan bulunya pada rintik di pematang waktu. Sendiri, lalu kita kembali berjalan pada sebagian rindu tentang waktu yang dipetik pada sejumlah perihal.
Ada yang memetik rindu di dahan-dahan kopi pagi tadi. Bercanda lalu tertawa ketika jarak mengisahkan cangkir-cangkir hitam yang belum sempurna dikecap. Meski, pada sejumlah perihal kita masih meninggalkan perih tentang pahit perjalanan ini.
Selalu, jejak ini dikenang sepanjang jalan menuju rumah kita. Tentang cangkir-cangkir yang kembali terisi beragam kopi, meski rasanya hanya tentang pahit dan manis. Atau, kita akan selalu mengenang betapa perempuan-perempuan itu pulang memetik kopi, lalu di malam hari ia menyuguhkannya pada para lelaki tukang begadang di sepanjang musim.
Lalu, perempuan-perempuan itu akan kembali berkisah tentang malam dan sepi menanjak bilamana kopi-kopi yang dipetiknya dikecap para lelaki asing di ujung malam.
Ini tentang kita, lalu kopi-kopi yang masih kau petik saban hari
Ciparay, Januari 2013
Bibir Yang Menetap Di Cangkir Kopi
Ada yang pulang menenun sepi pada wajah pualam. Menggariskan sebagian rindu pada tepian waktu dimana kita pernah saling mengenang hari. Tentang bibir yang menetap di cangkir kopi, lalu pergi meninggalkan jejaknya yang tak sendiri.
Kita akan kembali menumbuk banyak kenangan, lalu kembali memetiknya perlahan dan pulang pada gerimis tempo hari.
Masih saja kita berbicara tentang pahit dan manis yang berjejak di ujung bibir kita. Meninggalkan sejumlah catatan tentang hidup yang serupa dengan kopi. Berjalan menyusuri bab-bab paling dingin, lalu tubuh kita berpulang dan menyulang catatan pualam tentang hari ini di ujung bibir yang masih menetap di cangkir kopi kita masing-masing.
Ciparay, Januari 2013
Aldy Istanzia Wiguna, lahir di Bandung, 20 Maret 1991, sekarang tercatat sebagai Mahasiswa Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah 2009 FKIP UNIBBA. Beralamatkan di Jln Moch Ramdhan RT 05/12 Desa Mekarsari Ciparay Kab. Bandung Jawa Barat 40381. Puisi pertamanya terdapat dalam antologi puisi Menembus Batas Cakrawala (Ultimus 2012), Jalan Setapak Kita Dalam Kata (Nulisbuku, 2012), Merindu Rasul Dalam Sajak (Seruni Publishing, 2012), Jembatan Sajadah, Kabar Dari Negeri Seberang (Umahaju Publisher, 2012), Jatuh Cinta Pada Palestina (GP Publishing, 2012), Rembulan Singgah Sesaat (Leutika Prio, 2012), Israel, Seperti Di Mata Kami (GP Publishing, 2012), Cinta Sepanjang Masa (GP Publishing, 2012) dan beberapa antologi lainnya masih dalam proses terbit. Bisa dihubungi via Facebook dengan akun Aldy Istanzia Wiguna, atau melalui twitter di @puisi21, atau melalui wordpress di huruftakselesai.wordpress.com
Puisi Aldy Istanzia Wiguna telah lulus seleksi tahap pertama dari sejumlah karya yang dikirimkan dan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan oleh The Gayo Institute (TGI) dengan kuratort Fikar W Eda dan Salman Yoga S.