Oleh : Sabela Gayo*)
Inen Mayak Teri adalah sosok pejuang wanita Gayo yang gagah berani dan pantang menyerah dalam menghadapi ketidakadilan dan kedzaliman yang dipertontonkan oleh kaum penjajah Belanda. Ia berjuang tanpa kenal rasa takut dan tidak pernah mengeluh terhadap segala penderitaan yang dialaminya selama ia bergerilya di dalam hutan serbejadi Lokop demi tegaknya marwah islam dan martabat bangsa Gayo. Sesuai dengan adat-istiadat Gayo, dimana ketika seorang wanita baru selesai mengucapkan ijab-kabul pernikahan maka ia dipanggil dengan sebutan Inen Mayak. Tidak begitu jelas literatur sejarah yang menceritakan nama asli Inen Mayak Teri, yang pasti di dalam struktur adat Gayo Begitu seorang wanita selesai mengucapkan ijab-kabul pernikahan maka ia dipanggil dengan sebutan Inen Mayak, mungkin namanya adalah Teri atau Tri sehingga ia dipanggil dengan sebutan Inen Mayak Teri.
Inen Mayak Teri dilahirkan di kampung Bunin, Serbejadi ”GAYO” Lokop dari sebuah keluarga yang sederhana dan jauh dari kemewahan dunia serta gemerlapnya fasilitas dinas. Ia tidak pernah merasakan nikmatnya naik mobil Innova dan ia juga tidak pernah bermimpi menjadi seorang pejabat (Red; Bupati/Gubernur), tetapi idealismenya dalam mempertahankan sebuah prinsip perjuangan yang ia anggap benar tidak bisa dibayar dengan harta dan jabatan. Ia adalah sosok simbol pejuang wanita Gayo yang berjuang menentang hegemoni Belanda yang ingin menguasai tanoh datunya; yaitu GAYO. Ia mewakili sosok wanita-wanita Gayo yang memiliki jiwa patriotisme dan keberanian tanpa batas dengan berjuang dibawah kilatan pedang dan desingan peluru marsose Belanda demi sebuah masa depan yang lebih baik bagi generasi muda Gayo ke depan. Kalau Datu Beru (tokoh wanita Gayo) berjuang melalui jalur diplomasi maka berbeda halnya dengan Inen Mayak Teri, ia berjuang melalui jalur peperangan.
Ia sadar bahwa perubahan (lepas dari penjajahan dan ketertindasan) tidak bisa diraih hanya dengan NOME dan NGUPI melainkan harus diraih dengan kerja keras, dan berjuang tanpa mengenal lelah. Inen Mayak Teri lebih dahulu angkat senjata berjuang melawan Belanda di semenanjung pantai timur Aceh (Red; Gayo) dibandingkan Cut Nyak Dhien dari Meulaboh. 20 Tahun setelah Inen Mayak Teri berjuang melawan Belanda di semenanjung pantai timur Aceh (Red;Gayo), barulah kemudian Cut Nyak Dhien yang ditandai dengan tertembaknya suaminya Teuku Umar, mengikuti jejak perjuangannya dengan melakukan gerakan perlawanan gerilya di hutan Meulaboh sampai ke daerah Celala, Aceh Tengah (Red; Tanoh Gayo).
Kehadiran pejuang wanita Gayo yang begitu berani melawan kekuatan militer Belanda pada saat itu membuat pasukan Belanda mengagumi jiwa kepahlawanan bangsa Gayo dalam mempertahankan tanah air, agama dan marwahnya sebagai sebuah bangsa yang merdeka. Sehingga komandan perang Belanda kala itu Van Heutsz bepikir seribu kali untuk berhadapan muka dengan keberanian Inen Mayak Teri di medan perang. Kondisi tersebut sangat kontras dengan situasi banan Gayo pada hari ini yang begitu lemah dan pasrah terhadap kondisi yang terjadi disekitarnya. Di satu sisi jiwa patriotisme dan keberanian Inen Mayak Teri harus ditiru dan dijadikan suri tauladan oleh generasi-generasi muda Gayo hari ini khususnya kaum banan Gayo dalam menghadapi bentuk-bentuk neo ketidakadilan dan kedzaliman yang dipertontonkan oleh para penguasa. Di sisi lain, jiwa patriotisme dan keberanian Inen Mayak Teri tersebut harus mampu menjadi pemicu semangat kaum banan Gayo dalam membangun struktur masyarakat Gayo yang beradab, dan bermartabat. Jiwa patriotisme
dan keberanian Inen Mayak Teri tersebut harus tercermin dalam pola prilaku dan pola berpikir sehari-hari kaum banan Gayo.
Di dalam semangat patriotisme dan keberanian yang telah ditorehkan oleh Inen Mayak Teri, sedikitnya ada 4 (empat) unsur penting yang dikandungnya, yaitu;
1. Berani
Keberanian adalah salah satu unsur penting dalam melakukan perubahan. Tanpa adanya keberanian maka dapat dipastikan setiap hal yang dilakukan tidak akan membawa hasil yang maksimal. Makanya wajar jika pendidikan militer mengutamakan orang-orang yang berani dibandingkan orang-orang yang takut. Karena dengan modal keberanian dapat meraih keberhasilan dan kejayaan. Biasanya ketika orang mau masuk ke sebuah pusat pendidikan militer ada tertulis kata-kata yang menyebutkan ”ragu-ragu lebih baik mundur”, kata-kata itu bermakna bahwa mereka hanya butuh pemberani dan bukan orang yang penakut. Begitu juga dalam kehidupan sehari-hari semangat keberanian Inen Mayak Teri harus tercermin dalam pola pikir dan pola prilaku kaum banan Gayo, semangat keberanian tersebut harus terus ditumbuh-kembangkan karena kaum banan Gayo bukanlah kaum yang lemah, melainkan kaum pemberani sebagaimana yang pernah ditunjukkan oleh Inen Mayak Teri dulu ketika melawan kaum marsose Belanda.
2. Pantang Menyerah
Sikap pantang menyerah juga sangat diperlukan untuk melakukan perubahan. Sikap pantang menyerah merupakan suatu simbol tawakkal kepada Allah SWT, tawakkal bukan berarti kita harus pasrah menerima keadaan apa adanya melainkan suatu simbol penyerahan diri kepada sang Khalik bahwa perjuangannya yang dilakukannya merupakan perjuangan yang benar (haq). Perjuangan yang dilakukannya adalah perjuangan yang haq melawan yang batil. Sikap pantang menyerah harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari kaum banan Gayo, contohnya; sikap pantang menyerah Inen Mayak Teri dapat diaplikasikan dalam mendidik anak. Anak-anak Gayo jangan sampai dibiarkan menjadi generasi yang bodoh dan malas, mereka harus terus diajarkan semangat pantang menyerah Inen Mayak Teri. Kalau dulu Inen Mayak Teri menunjukkan sikap pantang menyerah dengan berjuang angkat senjata melawan Belanda dibawah desingan peluru dan kilatan pedang maka sikap pantang menyerah yang dimunculkan hari ini adalah sikap pantang menyerah melawan kebodohan, melawan rasa malas dan sikap pantang menyerah menerima nasib apa adanya. Jangan pernah menyerah terhadap nasib, karena orang-orang yang menyerah pada situasi adalah orang-orang yang merugi.
3. Tidak Kenal Lelah
Perjuangan Inen Mayak Teri dalam melawan kedzaliman Belanda dilakukan tanpa kenal lelah dan sampai titik darah terakhir. Karena perjuangan merupakan serangkaian kegiatan panjang yang terus-menerus dilakukan sebelum tujuannya tercapai, yaitu keluarnya Belanda dari Tanoh Gayo atau Belanda menyerah. Dalam melakukan perjuangan tersebut ia tidak pernah mengeluh atas segala penderitaan yang dialaminya baik berupa kekurangan bahan makanan, kekurangan persenjataan, kekurangan biaya, kekurangan personil pasukan, kekurangan pengetahuan teknik-teknik perang gerilya, dan kekurangan-kekurangan lainnya. Ia tidak pernah menunggu sampai semuanya ada; cukup bahan makanan, cukup persenjataan, cukup biaya, cukup personil pasukan, cukup pengetahuan teknik-teknik perang gerilya baru berjuang melawan kedzaliman penjajah Belanda. Ia tidak mau membuang waktu yang tersisa dengan ”bermimpi” bahwa semua kondisi ideal tersebut tersedia terlebih dahulu baru ia mau maju dan berjuang ke medan tempur.
Kaum banan Gayo yang hidup hari ini pun harus mengadopsi semangat tidak kenal lelah Inen Mayak Teri tersebut, agar mampu bertahan dan berkompetisi secara global. Semangat tidak kenal lelah Inen Mayak Teri tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya; mengecap pendidikan, menafkahi keluarga, mendidik anak, mengurus rumah tangga, belajar, dan lain-lain. Kalau dulu Inen Mayak Teri menunjukkan sikap tidak kenal lelahnya hanya untuk mengusir Belanda dari Tanoh Gayo maka hari ini semangatnya bisa diaplikasikan untuk mengusir kebodohan, kemelaratan dan ketertinggalan di Gayo.
4. Tanpa Pamrih
Inen Mayak Teri berjuang melawan Belanda tanpa mengharapkan imbalan apa-apa baik dalam bentuk proyek-proyek pemerintah Belanda, piagam penghargaan, sertifikasi, harta, uang, pujian ataupun jabatan. Ia berjuang meninggalkan keluarga, harta dan kehidupan normalnya, hanya karena jiwanya tergerak dan batinnya berontak melihat ketidakadilan dan kedzaliman yang dilakukan oleh marsose Belanda terhadap bangsanya; bangsa Gayo dan tanah airnya; Tanoh Gayo. Ia tidak bisa menerima keadaan dimana ketidakadilan, penindasan dan kedzaliman marsose Belanda terjadi di depan matanya tanpa ia bisa berbuat apa-apa alias hanya berdiam diri NOME dan NGUPI di rumah. Ia yakin dan percaya bahwa jika ia berjuang tanpa pamrih maka perjuangannya bersih dan Allah SWT akan membalas perjuangannya dengan balasan surga jannatun na’im sesuai dengan keimanan Islam yang ia yakini.
Berjuang tanpa pamrih dapat diadopsi oleh kaum banan Gayo ketika melakukan kegiatan-kegiatan seperti; membantu orang-orang Gayo yang kesusahan, menyediakan pusat-pusat pendidikan gratis, menyediakan biaya sekolah bagi anak-anaknya, berusaha memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya, dan lain-lain. Tetapi sebaliknya, jika kita melakukan suatu perbuatan lantas mengharapkan imbalan berupa uang, proyek-proyek pemerintah, pujian dari orang lain dan agar nantinya bisa terpilih sebagai Bupati, Gubernur, dan Anggota Dewan maka yakinlah perjuangan yang seperti itu bukanlah perjuangan yang diharapkan oleh Inen Mayak Teri dulu dan yakinlah bahwa perjuangan yang seperti itu bersifat semu dan sementara. Kalaulah saja seandainya dulu dia mau menggadaikan idealismenya kepada marsose Belanda mungkin ia akan mendapatkan jabatan dan hidup mewah dengan harta yang berlimpah, tetapi ia tidak mau melakukannya karena ia yakin bahwa kehormatan tanah airnya lebih murege dibandingkan dengan setumpuk uang dan sejumlah jabatan politis. oleh karena itu jiwa dan semangat tanpa pamrih Inen Mayak Teri harus terus ditumbuh-kembangkan oleh kaum banan Gayo sekarang jika ingin melihat Gayo makmur dan sejahtera sesuai dengan cita-cita Inen Mayak Teri.
Inen Mayak Teri ditembak oleh marsose Belanda pada hari Jum’at bulan Nopember 1899 sebagai perwujudan perlawanan terakhirnya melawan ketidakadilan, penindasan dan kedzaliman Belanda. Pengorbanannya patut kita hargai karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya. Hari ini, disekeliling kita masih banyak berkeliaran neo-neo marsose Belanda dalam wujudnya yang lain, geh kene jema tue ”orangnya orang lokal tapi perbuatannya seperti Belanda.” sehingga hal ini menjadi tugas bersama bagi generasi muda Inen Mayak Teri untuk menegakkan kembali nilai-nilai perjuangannya yang bertujuan untuk mengembalikan marwah dan martabat rakyat Gayo dari segala bentuk penindasan, ketidakadilan dan kedzaliman.
Wahai Inen Mayak Teri, walaupun hari ini engkau tidak lagi bersama kami tetapi jiwa dan semangat juang mu akan terus hidup di setiap hati sanubari generasi muda Gayo. Selamat jalan wahai wanita pemberani dari Gayo, Aku, kami dan semua generasi muda Gayo akan melanjutkan perjuangan mu, percayalah bahwa pengorbanan yang engkau berikan terhadap tanoh Gayo tidak akan pernah sia-sia, do’a kami akan selalu bersama mu, semoga Allah SWT membalas perjuangan dan pengorbanan mu dengan surga jannatun na’im dan semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik disisi-Nya. Amiin.
*) Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Pemuda Gayo (PP IPEGA) dan Direktur Eksekutif Biro Bantuan Hukum – Sentral Keadilan (BBH-SK) Banda Aceh.