Karya : Arianto Niate
Dari suara subuh yang menghantarkan pagi menjemput mentari
masih belum keluar juga suara tusam-tusam memainkan angin
mungkin ini masih terlalu subuh untuk mendengar murai bermetafora
tercium olehku secangkir robusta hitam beraroma kupu-kupu
ini cahaya alam yang sempurna untuk melumuri mulut dengan kopi
tradisi lembah ini sebelum menyapa ramah sang fajar dari ufuk bintang
matahari mengusik dari sarangnya, menyirami hamparan danau yang tidur
warna air gelap berubah menjingga, dan para riak bermandi cahaya
semua sungai memulai petualangannya seperti garis tulang pada daun tembakau
ini negeri para aulia, tempat bayu melukis warna senja dalam kanfas semesta
Malemdewa, Atu belah, Loyang-loyang, hanya beberapa dari bahasa indahnya
masih banyak putri-putri yang belum didongeng dari napas tentua
saat embun tak terlalu basah, para kuda dipacu di atas angin berwarna lumpur
tanah ini bak surga kecil jatuh kebumi, sejuknya berbau manis nakhtar edelwis
seluas tanah, sebanyak batu, sehijau bukit, seharum tembakau-
alam ini kian di bentuk sang esa
ini negeri yang dilindungi adat, dibentengi tradisi, dibungkus budaya
tersimpan dalam jilid misteri saat fajar mengambil kembali senyumnya.
Arianto Niate, lahir di Kebayakan 24 Juli 1990 adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Kota Medan. Naskah puisinya di atas menjadi juara 1 pada lomba cipta puisi memperingati HUT Kota Takengon ke 436.