SORE itu, jalanan di ibu kota Kabupaten Aceh Tengah, mendadak ramai. Riuh kendaraan menggema, seolah menjadi isyarat kegembiraan, yang ingin ditunjukkan ratusan pelajar yang dinyatakan lulus pada Ujian Nasional (UN), tahun 2013.
Hari itu, Jum’at 24 Mei 2013, tepat pukul 17.00 Wib. Pengumuman hasil UN menjadi penentu kegembiraan para pelajar tersebut. Puncaknya setelah dinyatakan lulus, para pelajar meluapkan kegembiraannya secara bersama, dengan memacu kendaraan roda dua mereka mengelilingi jalanan, di pusat kota Takengon. Pada UN kali ini, Aceh Tengah menurut Dinas Pendidikan kabupaten setempat, mencatat tingkat kelulusan di angka 99,42 persen.
Kepala Dinas Pendidikan, Nasaruddin, yang dikonfirmasi wartawan pada hari diumumkannya hasil UN mengatakan, hanya 4 orang pelajar di kota dingin itu, yang dinyatakan tidak lulus. Namun untuk tingkat kelulusan UN pada tahun 2013 ini, sudah melibihi target pihak dinas setempat, menurut Nasaruddin, hanya menetapkan target kelulusan di angka 90 persen, untuk tahun 2013.
Tapi, dibanding tahun sebelumnya, Nasaruddin mengaku angka tersebut mengalami penurunan. Tercatat dalam 3 tahun terakhir, angka kelulusan UN Aceh Tengah terus menurun. Pada tahun 2011, tingkat kelulusan UN di daerah penghasil kopi arabika itu, berada pada angka 99, 98 persen. Tahun 2012, angka itu turun tipis menjadi 99,88 persen.
“Tahun 2013 ini, kembali turun di angka 99, 42 persen,”sebut, Nasaruddin.
Dari data dinas pendidikan setempat, jumlah pelajar yang tercatat untuk mengikuti UN pada tahun 2013 ini adalah 2.607 siswa, dari 29 sekolah di Aceh Tengah, untuk tingkat SMA sederajat.
Dari Empat pelajar yang menjadi catatan tidak lulus pada tahun 2013 ini, menurut Nasaruddin, adalah pelajar yang diketahui bermasalah. Di antaranya, 2 pelajar memiliki masalah pribadi, yakni seorang pelajar yang tidak mengikuti UN tanpa ada kabar jelas, kepada pihak sekolah.
“Seorang lagi adalah pelajar puteri yang sudah menikah, hingga dianggap tidak lagi terkonsentrasi mengikuti proses belajar mengajar di sekolah,” ujar Nasaruddin.
Sedangkan dua pelajar lainnya, dikatakan Nasaruddin, memiliki masalah dengan pihak penyelenggara UN. Hasil ujian ke dua pelajar tersebut tak kunjung keluar, hingga hari pengumuman resmi, hasil UN.
Terkait masalah yang dihadapi ke dua pelajar itu, Nasaruddin mengaku, bahwa pihaknya masih akan menunggu konfirmasi dari panitia UN, untuk mengetahui kepastian, lulus atau tidaknya ke dua pelajar tersebut.
Menjadi Bagian Dalam Peringkat Terburuk
Sementara jika ditilik secara keseluruhan tingkat kelulusan UN di Aceh, mau
tidak mau, wilayah tengah Aceh ini, ikut menjadi bagian dari catatan buruk persentase kelulusan siswa, di bumi Serambi Mekah. Yang secara nasional, Aceh disematkan sebagai yang terburuk.
Dirilis kompas.com, pada 24 Mei 2013, angka kelulusan UN di Aceh turun menjadi 97 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 99 persen. “Memang kita mengalami penurunan angka kelulusan tahun ini dan kita akan melakukan evaluasi untuk hal ini,” kata Sekretaris Panitia Pelaksana UN Provinsi Aceh tahun 2013, Zulkarnaini, seperti dikutip kompas.com, Jumat, 24 Mei 2013.
Lebih jauh kompas.com menulis, bahwa dari 23 kabupaten/kota di Aceh, angka ketidaklulusan siswa tertinggi secara persentase ada pada Kabupaten Gayo Lues, yaitu sebesar 23,68 persen. Adapun di sisi jumlah siswa yang tidak lulus terbanyak, ada di Kabupaten Aceh Utara, yakni 6.191 siswa. Selain itu, ada tiga kabupaten/kota di Aceh yang meraih kelulusan 100 persen, yakni Kota Sabang, Kota Subulussalam, dan Kabupaten Bener Meriah.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, seperti dikutip JPNN.Com, Kamis (23/5), merilis data angka-angka ketidaklulusan siswa tingkat SMA/SMK, untuk tahun ajaran 2012/2013, di Jakarta.
M. Nuh menyebut, secara nasional, jumlah siswa mencapai 1.581.286 siswa, yang tak lulus 8.250 siswa, atau 0,52 persen. Peringkat pertama persentase ketidaklulusan tertinggi ditempati Provinsi Aceh. Dari 56.405 siswa SAM/SMK di bumi Serambi Mekah ini, sebanyak 1.754 siswa tidak lulus, alias mencapai 3,11 persen. Pemeringkatan dilakukan berdasar persentase, bukan jumlah siswa yang tidak lulus.
Nah, catatan kelam bagi dunia pendidikan di Aceh pada tahun 2013 ini, hendaknya menjadi moment intropeksi bagi para pihak di Aceh, yang terkait mengurusi bidang pendidikan. Semoga saja di tahun-tahun mendatang, UN Aceh bisa lebih baik. Sedangkan bagi siswa yang dinyatakan lulus tahun ini, hendaknya juga diikuti pencapaian dalam mendapatkan tempat di perguruan tinggi, yang diharapkan. Akankah hal itu terwujud?(Muhady).