Embun Pembasuh Duka
bau napasmu masih tersisa di ujung hidung
saat hujan berpamitan dengan malam
dan dingin malumalu mencumbui embun
di halaman yang tandus mukanya
aku ingin memungut sisasisa desah
yang kau tinggalkan di kasurku
sebab mudahmudahan esok hari kau mau kembali
dan tidur di dipanku
dan aku akan mendongeng kepada malam
tentang mimpimimpiku merangkul samudera
dengan bantal pemberian ibu
dan menyapu angin dengan sapu lidi pemberian ayah
mimpiku yang selalu bergelora di pembaringan
tak akan mati dimakan lapar
karena embun masih setia membasuh setiap duka
yang memanas di siang hari
pluit, 27 september 2013
Kisah Yang Berguguran
di beranda pagi yang muram
katakata gugur dan kisahkisah pun layu
dalam hangat ruang amuk
matahari lebam, sinarnya merindu
kau dan aku hanya sanggup menggenggam duka
masa lalu kian terindukan
akhirnya kita setujui bahwa setiap kisah
tak dapat menyata
sebab waktu telah membunuhnya.
kebon jeruk, 17 juni 2013
Pulang
aku terbang bersama angin
menggendong awan
menemui purnama yang sekarat
mengapa kau cepat uzur tuanku?
maukah kau bersamaku setahun lagi?
kuingin mengajakmu
pulang ke gubuk sepi
di sana rindu sudah menanti
palasari, 25 mei 2013
Petualang
kenangan lama terguras waktu
mimpi sekarang berbuntut senja
angan masa depan menerjang hampa
kelam sudah masa lalu
masa depan impian tak terduga
aku yang hampa kini
kos bambu, 17 November 2012
Rokok
dengan sebatang rokok ia membakar
paruparunya yang menginjak usia ketujuh
kabut yang mati dari rantingranting pohon
ia tanam dalam dagingdagingnya yang rapuh
freedom, 5 juli 2013
Steve Agusta, lahir di Oepoli-Kupang, 30 September 1985. Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta. Sejak 2011, aktif menulis puisi dan cerpen, dan bergiat di berbagai grup kepenulisan sastra di Facebook. Pada Mei 2013, terpilih menjadi Ketua Wilayah DKI Jakarta Komunitas Cinta BAKMI (Baca Apresiasi Kreativitas Menulis Inspirasi). Bebeberapa puisi dan cerpen saya sudah diterbitkan dalam berbagai antologi bersama.