Oleh: Waladan Yoga*
Pengukuhan Wali Nanggroe adalah sesuatu yang harus kita tolak secara bersama sejak awal. Gayo Merdeka, selalu menginisiasi setiap gerakan untuk melawan kebijakan pemerintah Aceh. Karena secara geografis para aktivis Gayo merdeka memang berdomisili di Aceh Besar dan Banda Aceh.
Namun, hari ini disadari atau tidak. Teman-teman Gayo Merdeka sudah lebih memilih bertindak Pasif dan Soft. Bukan soal ketakutan dan alasan keamanan. Karena ideologi “Ke-GAYO-an” yang kuat membuat gerakan di kutaraja (Banda Aceh, red) begitu dinamis dan agresif. Ada perlakuan “diskriminatif” selama ini menjadi penyekat antara pejuang Gayo di kutaraja dengan pejuang Gayo di Tanah Gayo.
Berkaca pada perjuangan yang sudah-sudah, setiap gerakan yang coba diinisiasi Gayo Merdeka selalu memunculkan ide kreatif dan selalu diawali dengan diskusi dengan perdebatan panjang.
Sekedar menyegarkan ingatan kita kembali, penolakan Bendera dan Lambang Aceh serta kelembagaan Wali Nanggroe pertama kali digulirkan oleh teman-teman Gayo Merdeka, pada saat itu mendapat perhatian yang sangat serius dari media massa Nasional dan Lokal. Sebenarnya sangat banyak permasalah kebijakan Aceh terhadap Gayo yang diketahui dan dipegang oleh aktivis Gayo Merdeka, saat ini lebih baik memilih menyimpannya dahulu.
Jika para tokoh Gayo yang Pro Gayo harus merdeka jeli melihat semangat juang para generasi muda Gayo di Kutaraja, harusnya dibina dan diperhatikan dengan baik. Saya tidak bisa bayangkan jika nanti para generasi muda Gayo di Kutaraja yang sudah membangun pondasi ideologi “GAYO MERDEKA” dengan susah payah akan bubar begitu saja, setidaknya indikasi ini sudah cukup kuat akan terjadi.
Setiap akan ada aksi Gayo Merdeka selalu saja para aktivis yang hadir dalam diskusi mengumpulkan uang rupiah demi rupiah untuk membeli perlengkapan aksi, hampir tak ada bantuan dari pihak luar. Inilah kunci kekuatan dan kebersamaan yang coba dibangun, sekali lagi ini akan bubar jika tidak ada perhatian yang serius. Tapi pada faktanya selalu saja teman-teman Gayo Merdeka di fitnah menerima dana dari pihak-pihak tertentu, terbukti kenyataannya tidaklah demikian.
Coba-coba memprediksi kemelut dan konflik antara Gayo dan Aceh akan menguras tenaga dan pikiran yang sangat besar, membutuhkan waktu yang sangat panjang dan butuh semangat juang tinggi. Kita semua tidak akan pernah tahu sebuah perjuangan akan bermuara dan berhenti dimana. Setidaknya perjuangan dan kehidupan harus terus berjalan.
Tulisan ini hanya menyampaikan sebuah perasaan kegelisahan dari sebagian besar penerus bangsa Gayo di Kutaraja, jika kelak gerakan yang selama ini dibangun bubar maka kita semua tak perlu menyalahkan siapa-siapa. Terkadang menjadi penonton juga ada baiknya.
Semoga, para tokoh di Gayo menyadari generasi emas ini. Semangat dan kemauan mereka sudah pula dibuktikan diluar kandang. Pilihannya adalah apakah Gayo sebaiknya tidak melawan atau terus bangkit melawan kezaliman. Semoga pesan kegelisahan ini tersampaikan, anggap saja ini protes lanjutan Gayo Merdeka. Semoga kita satu arah dan tujuan untuk mendayung Perahu secara bersama.
*Aktivis Gayo Merdeka, Kelahiran Ramung, Bener Meriah