Bupati Aceh Tengah Terus Digoyang

  • Sejak Pilkada riak-riak trik politik dari lawan Bupati Aceh Tengah Nasaruddin sudah ada. Bahkan sampai proses pelantikan berlarut-larut. Setelah dilantik upaya “menggoyang-goyang” masih tetap terasa.

                Waspada memiliki catatan tentang priode kedua Nasaruddin. Penuh intrik dan dinamika. 7 Bulan setelah duduk yang kedua kalinya, negeri Gayo dihantam gempa. Negeri yang makmur ini hancur berkeping-keping. Untuk dua kabupaten, Aceh Tengah dan Bener Meriah, rumah yang rusak mencapai 20 ribu dengan berbagai klasifikasi.

                Belum lagi sarana perkantoran, pendidikan, rumah ibadah, infrastruktur dan beban psikologis. Secara materi hasil hitungan BNPB musibah gempa Gayo ini mendekati kerugian Rp 1 trilyun. Butuh waktu dan dana serta tenaga yang besar untuk menata Gayo kembali.

                Namun saat negeri ini dilanda musibah, trik politik tidak berhenti. Bahkan muatan gempa bisa dibalut dengan politik. Ada perbedaan pandangan antara pemerintah daerah dengan pihak BNPB dalam mempercepat bantuan kepada korban, juga dijadikan sebagai moment politik.

                BNPB dengan tegas menyebutkan, segala administrasi bantuan untuk korban harus dipenuhi. Bila persyaratan yang sudah ditentukan, belum terpenuhi maka bantuan untuk korban belum dapat dinikmati.

                Pemerintah daerah berkeinginan meringankan beban administrasi itu, namun perbedaan itu masih sulit disatukan. Dampaknya  Pemda Aceh Tengah dituding lamban dan kurang respon terhadap korban gempa. Masuk lagi muatan politik.

                Wewenang yang dimiliki Pemda terbatas, wewenang penuh ada di BNPB, mulai dari persyaratan administrasi sampai rekrutmen fasilitator pendamping korban gempa.  Hingga ahir Pebruari 2014, ada beberapa Pokmas yang sudah dapat melakukan rehabrekon.

                Sebelumnya aksi demo bergelombang dari korban gempa ini terus bergulir. Bukan hanya persoalan kapan dana bantuan akan turun, namun soal akurasi data klasifikasi kerusakan (ringan, sedang dan berat), telah memicu kecemburuan sosial di masyarakat, karena data korban gempa tidak valid.

                Rakyat yang dilanda prahara ini bagaikan daun kering yang mudah disuluti. Saat gonjang-ganjing Pemilu mencuat, mulai dari persoalan KIP, korban gempa seperti terhipnotis ketika ada pihak yang berkepentingan “meniup” isu politis.

                Massa sempat anarkis, walau ahirnya merada. Namun moment itu dimanfaatkan lembaga DPRK Aceh Tengah sebagai ajang memanfaatkan situasi. Lawan politik Nas di lembaga ini mampu “mengolah” keadaan. Menggelar sidang paripurna dadakan soal KIP dan dibalut persoalan gempa.

                15 anggota dewan yang menuntut persoalan KIP produk pimpinan dewan cs, ditambah dua dari FKPI yang diam, tidak hadir saat dilangsungkan sidang paripurna. Dampaknya persidangan berjalan sepihak, tanpa ada pembelaan dari pihak yang melakukan gugatan PTUN. Muara persidangan politis ini ke  Nasaruddin Bupati Aceh Tengah.

                Bahkan ada usulan pemakzulan (pemberhentian) bupati bila tidak melantik KIP. Muatan politik yang luar biasa. Nas yang menjadi pimpinan Partai Golkar ternyata mendapat perhitungan serius dari Parpol lainnya. Ada kecemasan “kuning” akan berkibar lebih besar di Aceh Tengah.

                Tarik menarik kekuatan itu berahir, setelah dilaksanakan pelantikan KIP. Namun walau sudah dilantik, bupati memiliki tantangan yang masih besar. Persoalan gempa belum selesai dan masih banyak persoalan di lapangan.

                Di lain sisi trik-trik politik terus bermunculan, apalagi menjelang Pemilu, semuanya bisa dimanfaatkan untuk politik. Dengan beragamnya persoalan yang muncul, bagaimana seorang bupati akan menata negeri ini, bila beragam persoalan itu dibebankan kepundaknya?

                Bupati juga manusia yang memiliki kemampuan tidak sempurna. Beragam persoalan daerah bukan hanya menjadi persoalan bupati, namun menjadi tanggungjawab bersama. Saat bupati sedang “berjuang” memulihkan kondisi amukan gempa, goyang menggoyang terus berlangsung.

                Bila semua persoalan dikaitkan dengan politik, kapan negeri ini akan terbangun? Seharusnya energi dan pemikiran bisa dikembangkan untuk menata pembangunan negeri, namun justru “terbuang” dengan persoalan politik.

Bila rakyat dijadikan komoditi politik, kapan raktyat memikirkan ekonominya, memikirkan nasibnya. Semua mengatasnamakan rakyat, namun rakyat tetap menjadi korban oleh ulah pihak yang berkepentingan. Inilah Gayo saat ini menjelang Pemilu 2014. Seharusnya semua komponen masyarakat bekerja sama memikirkan kepentingan umum, di atas kepentingan pribadi dan golongan. (Bahtiar Gayo)- Waspada Edisi, Sabtu (1 Maret 2014)

Berita terkait;

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Deprecated: str_replace(): Passing null to parameter #3 ($subject) of type array|string is deprecated in /home/wxiegknl/public_html/wp-content/plugins/newkarma-core/lib/relatedpost.php on line 627

News