Oleh : H. MUCHLIS GAYO, SH
Bongkar pasang jalan raya di seluruh daerah indonesia seakan-akan menjadi kebiasaan yang lazim dan standar pembangunan. Masyarakat selalu melihat adanya kegiatan pembangunan di jalan raya. Seperti bulan ini ada pekerjaan PU meningkatkan aspal, akhir tahun muncul kegiatan PDAM membongkar tepi jalan memasang instalasi air bersih, awal tahun depan terlihat PLN menggali aspal menanam kabel bawah tanah untuk aliran listrik tegangan rendah, tahun depan muncul lagi PU merehab jalan yang rusak akibat galian PAM dan PLN. Dan berulang terus, selama DPR mengetuk palu setuju.
Tanggal Aceh Tengah dihebohkan dengan peristiwa unjuk rasa + 1000 orang mendatangi wakil rakyat yang terhormat di gedung DPRK yang terhormat untuk menuntut agar wakil rakyat sesuai dengan fungsinya untuk atas nama rakyat menanyakan ke instansi terkait kenapa dana bantuan korban gempa tahun 2013 belum juga di cairkan karena rakyat berkali-kali di data berulang kali menandatangani formulir dan uang bantuan itu sudah masuk ke rekening bantuan di salah satu bank di Aceh Tengah.
Unjuk rasa menjadi ajang pembangkangan rakyat terhadap pimpinan daerah yang setahun lalu dia pilih dan menunjiuk rasa tidak hormat terhadap wakil yang terhormat dengan melakukan pengejaran dan pengerusakan kantor yg terhormat. Tapi masalah terkesan tidak mampu ditampung anggota dewan yang terhormat malah ikut menghujat kepala daerah diantara hujatan para pengunjuk rasa.
Kedua peristiwa diatas menunjukan secara terbuka kepada kita bahwa sesungguhnya organisasi negara tidak berjalan sesuai tugas dan fungsinya. Ini akibat lemahnya “ koordinasi”, koordinasi yang lemah bisa menjadi pemicu konplik, konplik muncul karena emosional, emosional muncul karena rasa sakit hati, sakit hati mendatangi seseorang karena ego nya dirugikan oleh suatu kebijakan yang tidak mampu dia lawan. Kebijakan yang tidak adil bersumber dari pemegang kebijakan umum yang mendahului kepentingan pribadi daripada kepentingan negara atau pemerintah.
Masalah manusia tidak terbatas, jika kita kelompokan hanya ada 2, yaitu yang bersifat segera dan bersifat azasi, sifat azasi urusan para filsuf. Yang menjadi masalah masyarakat umum adalah yang bersifat segera yang tidak dapat ditunda, yaitu kebutuhan manusia, pangan, sandang dan papan. Untuk memnuhi kebutuhan inilah manusia menjadi srigala bagi manusia lainnya dan manusia berusaha merobah alam untuk dimanfaatkan bagi kepentingan manusia, agar alam tidak rusak dan manusia dapat hidup berdampingan secara damai maka kehadiran kekuasaan negara diperlukan dan negara membagi kekuasaannya diantaranya kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ketiga kekuasaan ini membagi lagi kedalam berbagai elemen, sehingga munculah organisasi negara.
Organisasi negara dibentuk untuk kepentingan masarakatnya agar yang tertib, damai dan sejahtera lahir bathin. Apabila organisasi itu dijalankan tidak sesuai tujuannya maka rakyat menjadi korban dari kekuasaan negara. Agar rakyat tidak dikorbankan maka seluruh elemen organisasi negara dituntut melakukan koordinasi.
Peristiwa bongkar pasang jalan dan unjuk rasa serta resfond anggota DPRK menunjukan tidak jalannya koordinasi dan kurang memahami tufoksinya. BNPB diobentuk untuk mengelola bencana alam baik tindakan pencegahan maupun pasca bencana, oleh sebab itu pemerintah menempatkan BNPB menjadi koordinator dari beberapa instansi sipil maupun militer jika ada bencana. Oleh sebab itu dalam kasus gempa Aceh Tengah BNPB mengkoordinasi langsung bantuan mencana nasional dan menempatkan beberapa orang perwakilannya di Aceh Tengah. Dengan tugas pendamping dan nara sumber kebijakan pola penyampaian bantuan.
Semestinya BNPB pusat terlebih dahulu memahami kerakteristik daerah dan masyarakatnya baru membuat sistem cara penyampaian bantuannya. Apakah perlu dibentuk tim ……….? Dengan gaji jutaan rupiah perbulan, padahal organ pemerintahan kampung di Aceh Tengah mampu menjadi fsilitator antara korban dan pemerintah, rakyat Aceh Tengah petani yang tidak suka berlama-lama di tenda karena mereka tidak bakat jadi pengemis, begitu ada uang dia perbaiki rumahnya, lantas apa perlu dibentuk kelompok yang wajib ada tukangnya, mereka petani, jika harus ada tukangnya kan sama dengan mereka wajib mencari tukang dari luar. Dengan sudah direhabnya bangunan yang rusak ringan, sedang lalau apakah perlu dibuat prosentase pemberian bantuan tersebut. Apakah cukup dana 40 juta membangun kembali bangunan bernilai ratusan juta untuk korban berat?, kalau dibangun dengan tahapan BNPB maka yang 40 juta hanya siap untuk fondasi lalu kapan pemilik rumah menghuni rumahnya?.
Karena sifatnya bantuan maka sebaiknya diberikan tunai tanpa ada potongan –potongan dan si penerima terserah apakah mau dia bangun gubuknya, atau di kontrak rumah untuk 4 tahun lalu dia bangun sendiri rumahnya. Jangan sampai uang baru diterima datang lagi gempa lebih dahsayat menghancurkan ribuan bangunan lain akibatnya masalah datang sebesar bencana tsunami bagi pemerintah. (LG010)