Sebuah kapal yang membawa 97 Warga Negara Indonesia karam di perairan Malaysia saat berlayar menuju Banda Aceh, Rabu dini hari, 18 Juni 2014. Belum lagi air mata mengering, Kamis dini hari, 19 Juni 2014, peristiwa serupa kembali terjadi di perairan sekitar Selangor. Kali ini kapal membawa 27 orang warga Indonesia.
Sebanyak 15 orang meregang nyawa dari dua peristiwa memilukan itu, 35 orang belum ditemukan, dan 80 orang berhasil dievakuasi dalam keadaan selamat.
Di tengah duka mendalam, kabar mengejutkan datang. Informasi merebak, kapal karam bukan akibat kelebihan muatan tapi karena dikejar dan ditembaki petugas Bea dan Cukai Malaysia sesaat setelah berlayar. Pangkalnya, mereka dianggap ilegal.
Setelah ditembaki dan kapal berhenti, petugas dengan sengaja lalu menabrak kapal muatan TKI itu dengan kapal-kapal mereka. Akibatnya sejumlah penumpang terjatuh ke laut, sedangkan beberapa orang lainnya memilih terjun karena takut.
Petugas-petugas Bea dan Cukai negeri tetangga itu, berdasarkan informasi saksi yang selamat, lalu membiarkan kapal tongkang yang ditumpangi pekerja yang didominasi TKI asal Aceh itu tenggelam. Setelah tenggelam baru kemudian satu per satu penumpang diangkut dari laut.
Pejabat Konsuler dan Ketua Satuan Tugas Perlindungan Warga Negara Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Dino Nurwahyudin, tidak tinggal diam. Ia meminta Malaysia melakukan penyelidikan menyeluruh terkait karamnya dua kapal yang terjadi di hari yang berdekatan.
Sebelumnya Duta Besar RI untuk Kerajaan Malaysia, Herman Prayitno, juga telah mengirimkan nota diplomatik terkait hal itu. Pernyataan itu dikemukakan Dino ketika dihubungi VIVAnews, Senin 23 Juni 2014 malam.
Namun Dino mengatakan Dubes Herman tidak secara khusus menanyakan soal adanya rumor kapal itu karam karena dikejar dan ditembaki petugas Bea dan Cukai Malaysia.
“Kalau soal rumor, memang kami sudah mendengarnya. Namun, kami akan menunggu penyelidikan dari aparat atau otoritas Malaysia. Mereka pasti memiliki perangkat untuk menyelidiki. Kasus itu juga terjadi di wilayah mereka,” ungkap Dino.
Dino juga dia tidak berani berspekulasi mengenai rumor adanya dua TKI yang menjadi korban selamat, namun dipukuli hingga babak belur oleh petugas. Pemerintah menyerahkan masalah ini kepada pihak berwenang untuk menyelidikinya.
Namun jika rumor itu benar, Dino mengatakan para TKI itu tidak perlu takut. Karena pihak KBRI akan selalu mendampingi dan siap mengeluarkan dokumen Surat Laksana Perjalanan Paspor (SPLP) agar para TKI aman bekerja di negeri jiran itu.
Dari peristiwa karamnya dua kapal, dua TKI kini ditahan polisi Diraja Malaysia. Namun belum diketahui apakah dua orang ini yang babak belur karena diduga dipukuli. Polisi mengklaim punya bukti soal keterlibatan dua WNI itu dalam memfasilitasi perjalanan ilegal ke Indonesia.
“Polisi mengatakan keduanya tekong darat. Mereka diduga mengkoordinir perjalanan dari darat untuk meninggalkan Malaysia melalui jalur yang tidak resmi. Namun, kami telah menyiapkan pengacara bagi mereka,” ujarnya.
Badan Khusus
Pemerintah Indonesia sebetulnya telah berupaya mencegah warganya kembali ke tanah air melalui cara ilegal. Bahkan Malaysia ikut membantu dengan membentuk badan khusus bernama International Marketing and Net Resources (IMAN). Badan baru yang dibentuk akhir Mei lalu itu untuk memfasilitasi pemulangan WNI yang tidak memiliki dokumen resmi.
“Salah satu alasan mengapa banyak WNI yang memilih menggunakan jalur laut secara ilegal karena mereka tidak memiliki dokumen resmi dan biaya tiket pesawat yang cukup mahal,” kata Dino.
Sementara untuk dapat kembali ke Tanah Air melalui jalur laut dengan menggunakan perahu reyot, WNI juga membayar dana yang cukup besar yaitu RM600 atau Rp2,3 juta hingga RM1300 atau Rp4,8 juta. Semua dana itu diserahkan kepada seseorang yang disebut tekong untuk memfasilitasi kepulangan mereka.
“Mereka ini kan sebenarnya juga bisa dikatakan sebagai korban penyelundupan manusia karena mereka sudah membayar untuk diselundupkan, tetapi tidak dijamin keselamatannya,” kata Dino.
Dengan adanya IMAN ini, maka WNI dapat mendaftar untuk bisa pulang kembali ke tanah air. Biaya yang dikeluarkan pun tidak terlalu mahal. Sebab IMAN sudah menjalin kerjasama dengan maskapai Air Asia untuk kepulangan jalur udara dan kapal ferri, apabila melalui laut.
“Dengan cara ini, lebih baik bagi pemerintah Malaysia dan kami karena dananya bisa masuk kas negara mereka, ketimbang jika melalui jalur belakang, uangnya malah masuk ke tekong-tekong tadi,” kata dia.
Rumor kapal sengaja ditembaki sampai juga sampai ke telinga Gubernur Aceh Zaini Abdullah yang 10 warganya tewas. Ia meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim pencari fakta untuk mencari kebenaran terkait kasus ini.
Permintaan Zaini ini bukan tanpa alasan. Sebab ia mendapat informasi beragam dari keluarga yang menghubungi posko informasi dan pengaduan korban perihal karamnya kapal.
Tim pencari fakta dianggap penting untuk memastikan kebenaran informasi yang menyebutkan kapal tersebut sengaja ditenggelamkan petugas Malaysia. Selain itu, pengusutan kasus ini penting karena menyangkut kehormatan bangsa. (umi/vivanews.com)