Oleh: Elviyanti*
Rokok merupakan makanan kedua bagi kabanyakan pria di negara ini. Pesona rokok menembus dimensi ruang dan waktu. Candu rokok menjerat berbagai kalangan, baik tua maupun muda, miskin maupun kaya, pejabat tinggi mampun rendahan. Keinginan melepaskan diri dari jeratan rokok diakui sangat sulit oleh penikmatnya. Tontonan iklan dilayar televisi juga telah membius generasi muda untuk merasakan kenikmatan merokok. Dunia international menyebut negara kita dengan istilah Baby Smoker. Karena jumlah perokok di Indonesia lebih banyak dari kalangan anak-anak dan remaja.
Juara merokok
Merokok merupakan hal yang tabu di israil karena aktivitas merokok dapat merusak kesehatan dan menurunkan kecerdasan seseorang. Singapura juga melabelkan perokok sebagai penduduk kelas dua di negaranya. Tetapi tidak bagi Indonesia, rokok adalah hal lumrah, bahkan candu rokok telah menjerat pikiran banyak orang, apapun dilakukan demi sebatang rokok. Seorang ayah akan rela menggantikan susu bayi dengan rokok miliknya, seorang ustaz mengatakan tanpa merokok konsentrasi memudar saat memberikan pengajian. Ini adalah bukti nyata bahwa rokok telah menguasai hidup seseorang. Kegiatan membakar uang menjadi candu yang tak tertahankan. Bahkan ada istilah dikalangan wanita-wanita muda, susahnya mencari calon suami yang bukan perokok aktif.
Hal seperti inilah yang kian memperparah keadaan. Indonesia menjadi negara terbesar jumlah prevalensi perokok aktif di dunia, yakni 36 persen orang dewasa dan 67 persen pria remaja berdasarkan data global adult tobaco survey 2011. Bahkan, sejak 2011 hingga bulan Mei 2014 terjadi peningkatan perokok aktif di kalangan remaja dan anak-anak, yakni dari lima persen menjadi 17 persen. Mereka kebanyakan tinggal dalam lingkungan dan keluarga perokok. Selain itu, ada 89 juta anak yang terpapar asap rokok dan terancam kesehatannya. Dari jumlah tersebut ada 230 ribu anak yang di bawah usia 10 tahun sudah menjadi perokok aktif.
Rokok membunuhmu
Merokok sama dengan mengundang bencana, baik bencana kesehatan maupun bencana ekonomi. Sepengetahuan penulis belum ada literatur ditemukan yang mengatakan betapa bermanfaatnya aktivitas merokok. Sungguh disayangkan jika uang dibakar hanya untuk kenikmatan sesaat tanpa mempertimbangkan efek jangka panjang.
Rokok merupakan produk yang berbahaya bagi kesehatan karena mengandung 4000 zat kimia berbahaya, diantaranya ada 69 zat yang bersifat karsinogenik yang artinya dapat menimbulkan kanker. Dan terdapat satu bahan kimia yang sangat aktif bernama nikotin. Nikotin dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga peredaran darah menjadi tidak adekuat. hanya butuh waktu 10 detik bagi nikotin untuk mencapai otak, tempat reaksinya.
Nikotin juga menyebabkan ketergantungan sehingga menstimulasi otak untuk selalu menambah kadarnya. Kandungan nikotin sama tingkat ketergantungannya dengan heroin dan kokain, Ketergantungan yang sangat dahsyat ini menyebabkan perasaan tidak nyaman, kesemutan, sakit kepala dan lelah ketika rokok tidak menemani. Semakin lama, nikotin melumpuhkan otak dan rasa, meningkatkan adrenalin agar jantung bekerja lebih keras karena jantung membutuhkan oksigen lebih banyak.
Selain kesehatan, rokok juga dapat menguras isi dompet. Bayangkan jika seseorang setiap hari menghabiskan 20 ribu untuk merokok, berarti dalam setahun total pengeluaran sebesar Rp. 7, 2 juta. Bayangkan aktivitas ini dilakukan selama 20 tahun, 30 tahun atau 50 tahun. Berapa uang yang dihabiskan untuk membeli penyakit dan menyebarkan kepada saudara, keluarga dan sahabat dengan menjadikan mereka perokok pasif. Setidaknya jika dalam keluarga ada satu orang perokok, dan mempunyai satu orang anak, berarti ada satu orang perokok pasif yang beresiko menjadi aktif.
Berdasarkan lembar fakta dari riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, persentase pengeluaran rokok rumah tangga termiskin mengalahkan persentase pengeluaran kebutuhan dasar utama seperti makanan bergizi, kesehatan dan pendidikan. Data tahun 2010 menunjukkan pengeluaran rokok rumah tangga termiskin sebesar 11,91 persen. Situasi ini mengkhawatirkan karena jumlah konsumsi rokok di Indonesia terus naik setiap tahunnya.
Hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan tahun 2010 menunjukkan bahwa kematian akibat penyakit terkait tembakau terjadi pada 190.260 orang atau 12,7 persen dari seluruh kematian di tahun yang sama. Kerugian ekonomi Kerugian ekonomi sebagai akibat dari hilangnya waktu produktif terkait penyakit akibat dari kebiasaan merokok diperkirakan senilai Rp 105,3 triliun. Biaya rawat inap akibat penyakit terkait merokok tercatat sebesar Rp 1,85 triliun dan biaya rawat jalan sebesar Rp 0,26 triliun. Kerugian ekonomi akibat konsumsi rokok sebesar Rp245,4 triliun sementara penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun 2010 sebesar Rp56 triliun. Artinya, kerugian ekonomi akibat konsumsi rokok adalah empat kali lebih besar dari penerimaan cukai hasil tembakau. Penghitungan beban ekonomi akibat konsumsi rokok tersebut tentu saja mempertegas kerugian yang ditimbulkan oleh konsumsi rokok dari kacamata ekonomi.
Mengobati Kecanduan
Pemerintah terus mengupayakan untuk mengeluarkan kebijakan terbaik demi menekan angka konsumsi rokok, salah satunya dengan menaikan cukai hasil tembakau. Namun, nampaknya hal ini belum mujarab untuk menghilangkan pesona rokok di negeri ini. Rokok sifatnya adiktif, artinya kenaikan harga rokok tidak membuat perokok berhenti. MUI dan organisasi-organisasi Islam sepertinya juga masih takut-takut menfatwa haram karena akan menyebabkan banyak pro kontra. Padahal jelas-jelas, rokok adalah perbuatan yang membawa mudharat bagi perokok dan orang lain.
Menghentikan kebiasaan merokok bukanlah semudah membalikkan telapak tangan, tetapi jika niat sudah ditancapkan, keyakinan memadai maka langkah-langkah akan ditemui. Tidak ada salahnya untuk mencoba berbagai terapi yang ditawarkan seperti terapi permen, hipnoterapi dan terus update penemuan-penemuan terbaru di bidang kesehatan. Bagi yang belum mencoba, tanamkan baik-baik dalam alam bawah sadar, rokok haram bagimu untuk dicoba. Jangan pernah mencoba, candunya mematikan.
*Elviyanti, Penulis adalah Mahasiswi STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara Angkatan Ke IV
tutup aja pabrik rokoknya, itu aja kok repot