Hirarki KKN Dalam Birokrasi

Asriatun

Oleh : Asriatun

Musuh terbesar dalam dunia birokarsi kita adalah praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Mungkin tidak salah jika menyebut KKN suatu patologi yang terus diwarisi. Berbicara musuh, kata yang tersirat dalam benak kita tentu, lawan! KKN adalah suatu katalis perusak sistem yang dipercaya. Reformasi birokrasi tidak akan berjalan selama watak dan karakter birokrat terdahulu masih diwarisi ke birokrat berikutnya.

Fakta Lapangan

Belakangan ini, saya kerap kali mendapati pernyataan sinis beberapa mahasiswa. Jangan harap anda dibukakan pintu apalagi dipersilahkan masuk oleh para birokrat, Jika anda tidak membawa tes “DNA” sebagai bukti anda bagian dari silsilah keluarga mereka. Jika tidak, datanglah ke kantor para birokrat, sampai di pintu siap-siap untuk “ditendang” keluar.

Kata-kata ini cukup pedas dan menegaskan betapa buruknya pelayanan dalam tata kelola sistem birokrasi kita. Begaimana birokrat kita telah membuat dinasti sendiri dalam kerangka birokrasi yang mestinya melayani masyarakat.

Kerap kali saya mendapati betapa sombongnya orang-orang yang memiliki kedekatan langsung dengan para petinggi di ranah birokrasi. Sebagian seolah berlagak selama nama dan tanda pengenal mereka dibawa-bawa, urusan dengan para birokrat akan berjalan mulus. Urusan semacam ini sudah lazimnya diketahui bayak orang. Agak aneh ketika kelakuan macam ini dilakukan mahasiswa. Maka saya memakai istilah mahasiswa ini sebagai “agen proposal”.

Istilah ini sudah lumanyan sering lalu-lalang di pendengaran kita. Mahasiswa ini biasanya hanya terpatri pada persoalan dana cair dari proposal. Tak peduli atau sangsi apakah kegiatannya bermanfaat atau tidak. Yang penting proyek proposal mereka jalan dan mereka merasa bangga dengan itu.

Berulang kali saya harus kecewa, menyaksikan teman-teman sejawat dan seperjuangan saya begitu terobsesi dengan “proyek” proposal. Padahal kita –saya dan juga mereka- sadar, tujuan sebenarnya bukan pada besarnya dana. Namun, terlalu naif juga bagi saya jika mengatakan bahwa kita tidak butuh uang untuk menjalankan program kreatif berbasis pengabdian pada masyarakat.

Intinya kita harus sama-sama memaklumi yang harus dimaklumi. Sudah sepantasnya pihak birokrat kampus juga ikut mencairkan dana yang semestinya di cairkan. Para birokrat kampus harusnya selektif dalam urusan pencairan dana proposal, pemilihan program yang inovatif, kreatif dan mendidik. Serta memiliki manfaat yang banyak.

Jangan karena agen proposal tersebut keluarga atau kerabat dekat, tidak peduli programnnya ngaur dan ngelantur pokonya cairkan saja. Sedangkan mahasiswa yang bersungguh-sungguh akhirnya jalan ditempat dan banting tulang mencari dana luar. Kasihannya lagi, tidak jarang perlakuan yang sama didapat dari birokrasi pemerintah lainnya.

Lingkungan Birokrasi

Lingkungan Birokrasi adalah tempat tumbuh dan menjamurnya para birokrat korup. Sebut saja lingkungan birokrasi organisasi mahasiswa. Organisiasi terendah dilingkungan kampus juga tidak terlepas dari praktik korupsi. Mulai dari pengelembungan dana dalam proposal hingga proses pembukuan anggaran yang jumlahnya tidak sesuai dengan kenyataan.

Birokarsi di lingkungan pendidikan, selalu diwarnai dengan praktik KKN. Mulai dari rekrutmen pegawai birokrasi hingga distribusi beasiswa dari para birokrat kepada mahasiwa. Wabah nepotisme telah menyebar dari hirarki tertinggi hingga terendah.

Ikatan kekeluarga yang begitu kuat menyebabkan maraknya praktik nepotisme di ligkungan birokrasi. Rekrutmen para birokrat tidak didasari pada kualiafikasi dan profesionalisme, melainkan pada ikatan kekeluarga atau kekerabatan. Semakin dekat kekerabatan seorang pelamar dalam institusi birokrasi dengan petinggi birokratnya maka semakin besar pula peluang untuk diterima.

Birokrasi yang dijalankan tanpa kecakapan dan kemampuan yang mumpuni melairkan permaslahan baru, buruknya pelayanan terhadap masyarakat, rendahnya profesionalisme kerja dan terbengkalainya urusan administrasi akibat miskinnya pengetahuan tentang fungsi masing-masing birokrat.

            Miskinnya pengetahuan fungsi disebabkan oleh praktik nepotisme. Katakan misalnya suatu instansi birokrasi yang perekrutan pegawainnya melalui ikatan kekerabatan. Biasannya mereka tidak memperhitunggkan background atau kemampuan (skill) dan konsentrasi akademis yang mereka miliki.

            Katakanlah misalnya, banyak pegawai birokrasi gelarnya Sarjanan Hukum (SH) menjadi Sekretaris di dalam struktur birokrasi atau Sarjana Teknik Informatika (ST) menjadi bendahara kantor Bupati. Persoalan ini harusnnya jadi alasan mengapa reformasi harus sesegera mungkin dilakukan untuk mencegah KKN tidak diwariskan lagi pada birokrat selanjutnya.

Banyak hal yang dapat kita lakukan dalam upaya merealisasikan Roadmap Reformasi Birokrasi. Pertama, semua harus dimulai dari diri sendiri, kemudian dari para birokrat hingga berlanjut pada pemimpin tertinggi yakni Presiden.

Kita sering mendengar kalimat “untuk merubah sesuatu yang pertama kita lakukan adalah merubah diri sendiri”. kalimat ini sederhana namun memiliki makna yang begitu dalam. Jangan berharap negara akan menjadi lebih baik jika kita masih saja, menanamkan keburukan dalam diri kita. Masih saja terlalu curiga pada orang asing-yang tidak memiliki kekerabatan dengan kita.

Masih saja menganngap kebenaran ada pada diri kita dan selalu menolak saran dan kritik dari orang lain. Masih melayang ketika disanjung dan dipuji oleh para penjilat. Masih mabuk pujian, senantiasa memusuhi nasihat dan masih banyak penyakit hati lainnya. Hal ini terlihat kecil, mudah dan remeh. Namun saya yakin, ia terlihat remeh ketika kita hanya membaca dan terasa begitu berat dalam realisasinya.

Kedua, dimulai dari profesionalisme dalam rekrutmen para birokrat. Harus jelas spesifikasi apa yang digunakan untuk menyaring mereka. Rekrutmen juga harus sesuai dengan konsetrasi masing-masing pelamar. Orang-orang dengan kinerja dan profesionalisme yang baik yang terserap. Sehingga mereka dapat bekerja sesuai dengan kemampuannya.

Ketiga, Presiden sebagai puncak dari sistem birokrasi kita harus mampu membuka jalan bagi raelisasi reformasi birokrasi yang tegas. Grand Design harus menjadi estafet yang terus di perjuangkan. Setiap pemimpin terpilih harus membuat roadmap sebagai bukti kestiannnya dalam memutus mata rantai KKN dan demi terwujudnya reformasi birokarsi. Harapan ini tentu tertuju pada Jokowi-JK sebagai pemegang estafet periode ini.

Hakikatnya, reformasi birokrasi merupakan suatu proses transformasi mindset dan culture set yang terarah pada tatanan birokrasi yang efektif dan efisien, sehingga dapat memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat.

Penulis adalah Mahasiswi Program Studi Ilmu Politik Universitas Malikussaleh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments


Deprecated: str_replace(): Passing null to parameter #3 ($subject) of type array|string is deprecated in /home/wxiegknl/public_html/wp-content/plugins/newkarma-core/lib/relatedpost.php on line 627

News