Blangkejeren | Lintas Gayo ā Adri Istanbul Lingga Gayo, mengungkapkan terputusnya benang merah keturunan antara Gayo dan Karo, disebabkan praktik politik pecah belah yang dilakukan oleh colonial Belanda pada waktu itu.
Penjajahan telah banyak mengaburkan sejarah, disebabkan kepentingan mereka untuk menguasai wilayah. Terputusnya benang merah itu, terungkap di seminar asal usul budaya Gayo, Selasa (25/11) di Bale Musara komplek Pendopo Bupati Gayo Lues.
Dikisahkannya, ketika itu Raja Senina mempersunting sepuluh isteri, dan mempunyai anak, lima perempuan dan lima laki-laki. Anak laki, yang pertama Sibayak Lingga Sebanman, Sibayak Lingga Ahad, Sibayak Lingga Raja Kin, Sibayak Lingga Mbisa dan terakhir Sibayak Lingga Umbat, kesemua itu bermukim di Desa Lingga, Simpang Empat Kab. Karo.
Singkat cerita, sang Ayah Raja Natang Negeri mewariskan bawar kepada Raja Senina Lingga Syahdan. Sedangkan Raja Natang Negeri adalah salah satu putra dari Reje Linge I dari Kerajaan Linge Gayo deret.
Natang Negeri, ketika itu merantau ke Tanah Karo, dan mempersunting tiga gadis Karo, yakni Beru Sebayang, Beru Ginting, Beru Tarigan Nagasaribu. Dari beru sebayang, lahir seorang putra Sibayak Lingga (Raja Senina Lingga).
Pada masa kekuasaan Raja Sibayak Lingga, kesultanan Aceh selaku kerabat dekatnya pernah memberikan pisau bawar dan bendera bertuliskan kalimah Syahadat, ā kami masih menyimpan baik kedua benda sejarah itu, jadi kalau ada yang bilang pisau bawar itu ada sama orang lain, itu palsu, ā terang Adri, mengaku namanya singkatan dari ( Angkatan Darul Islam) yang sengaja di tabalkan kakeknya Ilyas Lebe (Insertgalus.com)