Paradigma “Uken – Toa” Dalam Pilkada,Dibenci Juga Dicinta

Oleh : Yunadi HR
YunadiHingar bingar pemilukada mulai terasa.  Proyeksi kandidat, peta dukungan dan prediksi kandidat yang bakal menangpun bahkan sudah ada yang berani bicarakan. Dinamika yang begitu cair ini, tentu ingin dan harus kita pelihara. Demokrasi bukan hanya lahirkan pemimpin baru, akan tetapi elegant nya demokrasi menjadi sebuah proses yang melahirkan solusi. Solusi akan keberlanjutan berkaitan dengan kepemimpinan dan pembangunan. Solusi guna menyongsong perbaikan dan pembenahan. Meneruskan hal baik, dan mengkoreksi yang kurang baik.

Posisi strategis Bupati, baik sebagai kepala daerah dan juga kepala pemerintahan di tingkat kabupaten menjadi sebuah alasan manakala banyak elemen masyarakat yang ingin memastikan bahwa siapapun yang akan menjadi bupati selanjutnya adalah orang yang tepat. Tepat memimpin Aceh Tengah periode berikutnya, faham akan pemasalahan dan juga sigap memaksimalkan potensi yang ada menjadi sarana untuk mensejahterakan rakyat Aceh Tengah dalam skala yang luas.

Siapapun calon – calon yang nantinya akan “bertarung” adalah calon-calon terbaik yang akan memimpin Aceh Tengah 5 Tahun berikutnya. Seyogyanya tentu demikian. Mencari pemimpin yang tepat tentu harus memenuhi banyak kualifikasi. selain kemampuan secara manajerial, juga ada hal – hal non-tekhnis yang juga tidak boleh luput dari pertimbangan.

Kualifikasi yang non-tekhnis yang bukanlah syarat mutlak akan tetapi perlu menjadi pertimbangan konfigurasi Pasangan Calon Bupati kedepan adalah komposisi Uken dan Toa. Uken toa pada dasarnya bukanlah sesuatu yang buruk untuk dibahas, karena walaupun tidak dibicarakan hal tersebut tetap ada. Uken toa pada hakikatnya bisa dimaknai sebagai hal positif dalam konteks membuat ruang kompetisi yang dinamis. Uken toa juga dapat dimaknai keseimbangan dan harmonisasi keberagaman di Aceh Tengah. Karena siapapun pemimpin yang mampu meramu hal tersebut menjadi potensi yang dinamis, maka satu langkah percepatan pembangunan Aceh Tengah sudah digenggaman.

Dengan kemungkinan kolaborasi pasangan Calon dari partai politik  yang memiliki kursi di DPRK Aceh Tengah; yakni Golkar,Demokrat dan PPP satu pasangan Calon (10 Kursi);  Kemudian Nasdem,Hanura dan PKB (8 kursi)serta Gerindara, PA, PAN dan PDIP (12 kursi). Saat ini dari ketiga gerbong yang muncul itu telah memunculkan nama -nama yang santer diperbincangkan. Gerbong Golkar,demokrat dan PPP tampaknya akan memunculkan nama Muchsin Hasan dan M Taufik. Gerbong kedua bukan tidak mungkin akan memunculkan kandidat Khairul Asmara dan Sabela. Dan gerbong ketiga akan memunculkan nama Iklil Ilyas leube yang sementara pasangannya belum ditentukan.
Hal diatas semua adalah proyeksi (perkiraan) karena Calon yang pasti adalah yang nantinya resmi didaftarkan pada penyelenggara Pemilu.

Dari ketiga pasangan Calon diatas; secara konfigurasi uken – toa; pasangan kedua telah memiliki unsur yang dimaksud. Sementara kandidat Iklil Ilyas leube akan menjadi bijak dan terjadi keseimbangan manakala menggandeng wakilnya dari Toa. Karena bila secara terminologi uken toa, maka iklil ilyas leube lebih tepat dikatakan berasal dari uken. Memang bukanlah keharusan, akan tetapi bila “konfigurasi Uken Toa” dipenuhi,maka bukan tidak mungkin wakil dari toa akan menjadi satu pilihan keseimbangan.

Perlu ditekankan juga bahwa hakekatnya uken toa jangan lagi dimaknai sebagai sebuah “beda”. Akan tetapi uken toa sudah selayaknya dimaknai sebagai sebuah potensi yang mendorong persaingan sehat, persaingan yang mendorong pada titik keseimbangan,baik secara peran dan fungsi manajerial pemerintahan yang berbasis kemampuan dan integritas yang terukur.  Juga tentu disemua lini dan bidang kehidupan kedua “kutub” itu ada dan berada ditengan kita sebagai sebuah kekayaan budaya yang mendorong setiap kita terpacu untuk lebih baik. Karena pada setiap proses rekruitment apapun nantinya terlepas dari keseimbangan uken toa juga yang jauh lebih utama adalah kompetensi dan integritas seseorang untuk ditempatkan dalam satu bidang dan posisi yang diemban.

Fhenomena suksesi kepemimpinan di Aceh Tengah tidak terlepas dari bahasan-bahasan non teknis itu, karena memang diakui atau tidak diakui hal itu ada dan berada ditengah-tengah kita. Tinggal bagaimana kita memahami itu sebagai sebuah potensi dan memaksimalkannya,  tanpa harus alergi ungkapkan karena toh pada dasanya uken toa bukan lah hal tabu untuk dibicarakan, sejauh cara pandang positif yang kita kedepankan.

Tentu, pada titik tertinggi nantinya terlepas dari dua kutub itu, harus sama-sama hendaknya kita pastikan;bahwa tampuk kepemimpinan Aceh Tengah kedepan adalah kombinasi Bupati dan wakil bupati yang penuh keseimbangan dan mampu menakhkodai rakyat Aceh Tengah secara arif dan bijaksana. Siapapun bupati dan wakil bupati Aceh Tengah kedepan adalah sebuah sinergi gerak langkah yang mampu menjawab tantangan dan memaksimalkan potensi yang ada dan mengembangkannya guna semata-mata peningkatan kesejahteraan rakyat. Uken toa bukan patokan utama, bila pun ada demi keseimbangan,  harus dipastikan karena kemampuan dan demi kemaslahatan rakyat secara keseluruhan.

Penulis ; Pemerhati sosial Politik Tanoh Gayo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.