Rembele adalah nama pohon. Buahnya bisa dimakan dengan cara diemut. Pohon rembele banyak tumbuh di Desa Rembele, dan itulah asal muasal nama desa tersebut.
Presiden Joko Widodo, Rabu (2/3), datang ke Rembele, meresmikan perpanjangan landasan pacu atau “run way” Bandara Rembele. Nama Rembele menjadi sangat populer sejak dibangun bandara di sana, dengan nama Bandara Rembele. Kelak bandara ini akan mampu didarati pesawat berbadan lebar jenis boieng 737. Panjang runway itu sebelumnya 1.400 x 30 meter, sekarang menjadi 2.250 x 30 meter, dibiayai dengan APBN.
Bandara Rembele (sekarang berada dalam wilayah Bener meriah hasil pemekaran dari Aceh Tengah), merupakan hasil perjuangan panjang sejak Aceh Tengah dipimpin Bupati HM. Beni Bantacut. Ketika itu bandara digagas dibangun di Belang Bebangka, Kecamatan Pegasing. Beni Bantacut menjabat bupati 1975-1985.
Namun baru di era Bupati Buchari Isaq, menjabat 1982-1998, wujud bandara mulai memperlihatkan titik terang. Lokasinya tidak lagi di Belang Bebangka, melainkan dipindahkan ke Desa Rembele, Kecamatan Bukit. Pemerintah menganggarkan Rp 537 juta untuk membebaskan lahan 11 hektar. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Gubernur Syamsuddin Mahmud.
Tekad membangun bandara makin kuat saat Mustafa M.Tamy menjabat Bupati Aceh Tengah, periode 1998-2004. Ia ingin segera membebaskan Tanah Gayo dari isolasi. Di periode itu, situasi dan kondisi keamanan Aceh sedang gawat-gawatnya. “Kalau jalur transportasi darat terganggu, maka tak ada jalan lain bagi Aceh Tengah berhubungan dengan dunia luar,” kata Mustafa kala itu.
Bersama jajaran DPRD Aceh Tengah, yang masa itu diketuai HM. Din AW (alm), Bupati Mustafa melobi banyak pihak untuk mewujudkan keinginan tersebut. Termasuk menghadap Presiden Gus Dur, atas bantuan koleganya, menteri Transmigrasi Al Hilal Hamdi. Saat bertemu Presiden Gus Dur, juga ada tokih Gayo Jakarta, H.Nurgaybita dan H. Wahab Rachmatsyah.
Presiden Gus Dur langsung setuju atas rencana pembangunan Rembele. Gus Dur pula yang membuka “jalur” untuk menemui Wapres Megawati Soekarno Putri. Gus Dur juga menyarankan Mustafa Tamy dan panitia pembangunan bandara agar melakukan studi banding ke Semarang.
Bupati Mustafa Tamy membuka jaringan kerjasama dengan PT Dirgantara Indonesia untuk ujicoba landasan. Tangis haru masyarakat Gayo pun pecah tatkala pesawat CN 235 buatan PT Dirgantara Indonesia mendarat pada 22 April 2003.
Pesawat itu juga menerbangkan sejumlah masyarakat Gayo mengitari Tanah Gayo dalam uji coba landasan tersebut.
“Presiden ketiga”
Kedatangan Presiden Joko Widodo ke Bener Meriah, adalah Kepala Negara ketiga yang pernah mengunjungi Tanah Gayo.
Pertama sekali adalah Presiden Soeharto, tiba di Gayo pada 1983, meresmikan Pabrik Gula Mini (PGM) Belang Mancung di Desa Buter.
Tiga puluh tahun kemudian, pada 9 Juli 2013, persis 30 tahun kemudian, giliran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), datang ke Belang Mancung.
Kehadiran Presiden SBY dalam rangka mengunjungi korban gempa Gayo yang yang menghantam kawasan itu pada 7 Februari 2013.
Kehadiran Presiden Jokowi mendapat perhatian lain, karena ia pernah tinggal di Bener Meriah selama tiga tahun. Ketika itu Jokowi bekerja di Pabrik Kertas Kraft Aceh (KKA), sesaat setelah menyelesaikan pendidikan di UGM.(fikar w.eda/ Serambi Indonesia)