DIA pernah menjadi anggota DPRK Aceh Tengah. Bahkan kemudian untuk level provinsi Aceh pernah memegang beberapa jabatan penting. Kini tubuhnya lemah duduk di kursi roda. Kaki dan tangan kananya tidak bisa digerakkan.
Usahanya kini tidak ada. Kursi roda yang dipergunakanya juga bantuan Kadis Sosial Aceh, Al- Hudri. Bahkan dia mengakui saat dia sakit seperti ini, istrinya minta cerai. Anaknya sudah mulai dewasa, ada yang sedang menyelesaikan kuliah, ada yang masih menjalani kuliah. Biaya anak-anak diusahakan sang istri.
Dua puluh tahun lebih kami tidak bertemu. Saat dia memegang beberapa jabatan di Provinsi Aceh, saya juga tidak pernah menemuinya, walau semasa menjadi anggota DPRK di Aceh Tengah, dia menjadi nara sumber saya yang vokal. maaf saya tidak menyebutkan namanya.
Saat bertemu di Takengen, setelah dua puluh tahun tak bersua, kami berpelukan, dia menangis. Saya juga terharu melihat kondisi tubuhnya yang dulu gagah, kini ditemani tongkat dan kursi roda. Pengakuanya, dia akan menjalani terapi obat di Takengen.
Ingatanya masih tajam. Saat berbincang dengan saya, dia juga menceritakan pengalaman hidupnya. Menjadi korban tsunami sampai masuk penjara karena sebuah sengketa. Keluar dari penjara dia kembali hidup dari nol. Namun tuhan maha kuasa kembali mengujinya dengan sebuah penyakit yang kini dialaminya. Stroke.
Kini dia bagaikan sebatang kara. Pengakuanya, teman-teman yang setia masih ada yang mau membantunya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Walau bantuan itu tidak menjamin dia bisa bertahan.
“Saya rencana mau jual rumah di Banda Aceh, kemudian saya buat rumah kecil untuk anak-anak, sisanya saya pergunakan untuk berobat dan bertahan hidup,” sebutnya sambil menyeka air mata.
Saya tidak menanyakan apa persoalan sehingga istrinya minta cerai. Apakah karena dia sakit, atau mungkin karena dia melakukan sejumlah kesalahan sehingga istrinya minta cerai. Saya tidak memperbincangkan persoalan itu. Namun yang muncul dalam benak saya, “ Saat sedang sakit, berjuang sendiri, usaha tidak ada, tuhan menunjukkan perputaran roda kehidupan.”
Saat tubuh mulai renta, digeroti penyakit, hilang “kemegahan” masa lalu”. Beragam jabatan stategis yang pernah dilakoninya kini tidak “bermakna” ketika jabatan itu hilang dan memulai hidup baru. Saat sakit seperti ini dia menemukan arti persahabatan yang hakiki, hanya teman-teman tertentu yang setia.
Dua puluh tahun yang lalu kami masih bersama. Namun ketika dia meniti karirnya diprovinsi saya tidak pernah bertemu dengannya. Bahkan apapun perkembangan tentang sahabat ini tidak saya ikuti. Saya tidak mengetahui apa yang dilakukanya. Ketika HP saya berdering, Kamis (17/11/2016) menjelang siang, ada nomor baru yang masuk. Dia menyebutkan identitasnya yang sedang sakit.
Spontan saya menjenguknya. Ada tetesan air mata dipelupuk indra saya, saat melihatnya. Allah maha kaya dalam menentukan perjalan hidup seseorang. Manusia hanya merencanakan, namun takdir Tuhan jauh lebih berkuasa. Perjalanan hidup di hari tua dari seorang sahabat.
Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik buatmu sobatku. Ketegaran semangatmu akan membuahkan hasil. Yakinlah Allah akan memberikan yang terbaik dalam hidupmu. (Catatan Bahtiar Gayo/ Wartawan Waspada)