Redelong | Lintas Gayo- Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumatera Utara dituding kalangan petani dan pedagang kopi sebagai biang kerok turunnya harga kopi.
Pasalnya, mereka menduga ada beberapa oknum pengurus AEKI telah menetapkan harga secara bersama-sama, sehingga dianggap menghancurkan harga para pedagang dan petani kopi di daerah.
Sekretaris Himpunan Gayo Spesialty Kopi (Higasko) Drs. Jemadi, M. Kes di Medan melalui telefon selularnya kepada Waspada, Senin (8/11) mengatakan, AEKI Sumut telah membuat keputusan dan mufakat jahat menentukan harga beli kopi dari petani dan pedagang. Padahal menurutnya, AEKI tidak boleh menetapkan harga beli kopi. ”Justru mereka anggota AEKI seharusnya membantu para pedagang dan petani kopi. Bukan menzalimi,” ungkap Jemadi.
Disebutkannya, AEKI Sumut telah memutuskan secara sepihak dengan harga beli Rp35.000, padahal harga market/terminal (Pasar Kopi) di New York saat ini mencapai 203. Artinya, para eksportir seharusnya membeli kopi sudah jadi Rp45.000/kg. “ Ini namanya Oligopoli, kesepakatan jahat menentukan jual beli.”
Salah satu pedagang besar kopi Bener Meriah, H. Syukar kepada Waspada kemarin menyebutkan, pada 5 November 2010 para eksportir bergabung di AEKI telah mengadakan rapat menentukan harga kopi. Hasil itu merugikan para petani dan pedagang kopi di daerah. “ Saat ini petani kopi di daerah resah. Bahkan ada yang mengatakan kita babat habis batang kopi diganti tanaman lain agar para eksportir jera,” sebut H. Syukar.
Menurut H. Syukar yang lebih menyakitkan lagi, ada eksportir kopi dari Gayo yang ikut rapat AEKI dan mengusulkan penurunan harga kopi. “Dia eksportir kopi organik. Katanya membina masyarakat, ketika harga kopi turun mereka bina, lalu ketika kopi naik mereka ancam. Apa-apaan ini,” sebutnya.
Pedagang kopi dari Tanah Karo Budi, mengatakan jika harga kopi demikian pihaknya tidak dapat bekerja dan merugikan para petani dan pedagang kopi. Begitu juga dengan pendapat Simbolon pedagang kopi dari daerah Seribu Dolok kopi Lintong melalui telefon selulernya mengatakan, ”Jika harga kopi Rp35.000 kami tidak bisa bekerja dan AEKI jangan merugikan pedagang dan petani di daerah,” sebut Simbolon.
Menanggapi hal tersebut, salah satu Ketua AEKI Sumut H. Ismail Bahagia pemilik PT. Raja Manggala Mandiri Putra salah satu eksportir kopi di Medan melalui telefon selularnya mengatakan, harga tersebut bukan AEKI menetapkan, melainkan hasil kesepakatan bersama para anggota eksportir.
Alasan menentukan harga kopi itu menurutnya adalah karena selama ini para eksportir masih menanggung beban kontrak kopi belum dikirim kepada pembeli sebanyak 3500 ton. Sementara para eksportir diberi waktu kontrak mulai Agustus hingga Oktober dan kini kontrak itu belum terpenuhi, sedangkan pembeli asing sudah mendesak.
Begitu juga dengan eksportir kecil, dalam beberapa bulan ini mereka menderita kerugian senilai Rp10 ribu hingga Rp15 ribu/kg, jika ini dibiarkan maka akan terjadi kerugian mencapai miliaran rupiah akibat selisih kerugian tersebut.
“Maka kami pastikan pada akhir bulan Desember 2010 banyak eksportir kecil akan gulung tikar. Kami ambil kesepakatan bersama dan jalan tengah. Kita turunkan harga ini Rp35 ribu/kg dengan patokan harga itu, eksportir masih menderita rugi Rp5 ribu/kg setiap pengiriman. Dan harga ini bukan AEKI yang tentukan, tetapi anggota AEKI,” katanya sembari mengaku dia saat ini sedang di Jakarta mengikuti rapat AEKI.
Turun Tangan
Para petani kopi Bener Meriah dan Aceh Tengah berharap Gubernur Aceh lekas bertindak dan membantu untuk memfasilitasi para Buyer (Pembeli) dari luar negeri untuk mengekspor langsung dari Aceh dan tidak perlu lagi dari Medan.
“Kami para pedagang dan petani kopi di dataran tinggi Gayo Aceh mengharapkan gubernur turun tangan mencari solusi harga kopi ini. Jika perlu cari pembeli langsung dan kita ekspor dari Aceh, tanpa harus ke Medan,” ucap Rahmah pedagang Kopi CV. Ketiara yang saat ini memiliki banyak stok kopi menumpuk di gudangnya.
Menurut Rahmah, saat ini harga pasaran kopi dunia/market mencapai 205, seharusnya kopi ready dengan air 14 dan trase 8, jika dikirim sampai Medan senilai Rp45.000 hingga R.50.000/kg. Namun harga ditetapkan Rp35.000/kg oleh AEKI merugikan para petani dan pedagang di daerah-daerah.
“Kami sepakat, pedagang kopi Aceh Tengah dan Bener Meriah akan menumpukkan kopi di gudang dan tidak mengirimkannya ke Medan sampai harga normal. Masak eksportir yang rugi, pedagang kopi daerah juga dilibatkan atas kerugian ini,” ungkap Rahmah .(cb04/ Waspada)