BERAGAM cara kerap dilakoni anak manusia untuk menggapai impian. Ada yang sukses karena berlatar belakang dari keluarga ekonomi mapan. Namun, sebagian harus terpaksa berjibaku banting tulang menjawab tantangan hidup demi harapan mewujudkan angan.
Adalah Safriandi, seorang tukang becak keliling di Kota Takengen, Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Saban hari di bawah terik matahari, diantara terpaan angin dan dinginnya guyuran hujan ia kerap mengitari lokasi keramaian, mencari penumpang guna bertahan hidup.
Sekilas tidak ada yang beda antara remaja 16 tahun ini dengan abang becak lainnya di kota nan sejuk itu, namun ternyata profesinya selain “mendayung” Betor juga tercatat sebagai siswa di salah satu sekolah kejuruan negeri.
“Inilah rutinitas saya. Sepulang sekolah, paruh hari saya selalu menarik becak. Ini semua demi masa depan saya. Pendidikan itu perlu, buat apa gengsi,” ucap Safri dalam perbincangannya dengan penulis di Takengen.
Anak ke delapan dari Amiruddin dan Asiah asal Kampung Delung, Kabupaten Bener Meriah ini mengaku sudah tiga tahun mengantungkan harapan dari hasil menarik becak. Meski uang yang didapat tidak menentu, namun dari hasil usaha itulah dirinya mampu menalangi besarnya biaya hidup, termasuk sekolah dan sewa kos.
“Kami sembilan bersaudara. Orang tua saya bertani dengan penghasilan pas-pasan. Walau adakalanya bapak dan emak membantu uang belanja, tapi saya tak berpangku tangan. Saya tetap menarik becak sepulang sekolah. Terpenting cita-cita bisa tercapai,” sebut pemuda yang memiliki impian suatu saat bisa menggenakan seragam loreng ini.
Memilah antara padatnya jam belajar serta rutinitas sebagai penarik becak tentunya bukanlah perkara mudah. Lelah kerap menghinggapi. Belum lagi besarnya “godaan” ketika melihat teman remaja seusia yang kerap bermain dengan gembira. Tapi justru Safri tetap menelusuri lorong panjang yang tak bertepi di daerah kopi itu.
“Awalnya dua abang kandung saya penarik becak. Alhamdulillah mereka juga kini telah lulus S1 (setrata 1). Saya mengikut jejak abang nyambi narik (becak-red) sambil sekolah. Pun begitu bangku belajar tak pernah saya tinggalkan,” tutur remaja yang secara prestasi masuk 10 besar jurusan Multi Media di SMK N 1 Takengen.
Usaha dan do’a orang tua merupakan modal utama Safriandi untuk mencapai tekadnya. Ia telah melalui ribuan kilometer perjalan hidup demi sebuah tujuan. Tak ada kata menyerah dalam prinsip hidupnya tuk menjawab suka duka tantangan zaman. Alam telah menempanya untuk mandiri. Akankah cita-cita dan harapan siswa penarik becak ini tercapai? Semoga (Irwandi MN/LG010)