Bogor | lintasgayo.com – Pembalakan liar dan penyelundupan kayu bulat dapat kembali marak di Indonesia jika usulan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap pemberlakukan ekspor kayu bulat disetujui. Kaoem Telapak dan Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) menolak tegas usulan ini karena dapat menghambat perkembangan industri kayu dalam negeri.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Sekretaris Jenderal, Bambang Hendroyono berencana membuka kran ekspor kayu bulat yang telah dilarang selama 16 tahun dengan alasan kelebihan suplai kayu bulat. Sementara pada kenyataannya, industri primer kehutanan Indonesia masih kekurangan bahan baku kayu bulat. Realisasi pemenuhan bahan baku industri primer kehutanan di atas 6000 m3 dalam rentang waktu lima tahun sejak 2013-2017 belum mencapai 80% dari rencana pemenuhan.
Indonesia memberlakukan larangan ekspor kayu bulat pada tahun 2001 melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Keputusan ini diambil untuk mengatasi pembalakan liar dan penyelundupan kayu bulat yang sangat marak saat itu.
Namun demikian, dalam periode pemberlakuan larangan ekspor tersebut masih terjadi kasus penyelundupan kayu bulat dalam skala besar. Telapak dan Environmental Investigation Agency (EIA) pada tahun 2005 mengungkap perdagangan ilegal kayu merbau dari Papua ke China, di mana sekitar 300.000 m3 kayu bulat merbau diselundupkan ke China setiap bulannya. Selanjutnya pada tahun 2010, ada 23 kontainer yang berisi kayu bulat Merbau ditangkap oleh Bea Cukai di Pelabuhan Tanjung Priok – Jakarta yang rencananya akan dikirim ke China. Penegakan hukum terhadap kedua kasus ini tidak mampu mencapai otak utama atau raja kayu di balik kejahatan hutan tersebut.
Jika rencana pemberlakuan kembali ekspor kayu bulat ini benar ditetapkan, maka disinyalir kejahatan pembalakan liar dan penyelundupan kayu akan kembali marak. Selain itu, juga akan berdampak pada tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada karyawan industri primer dan lanjutan.
Ekspor kayu bulat akan mendorong efisiensi produksi, jika rata-rata tiap industri kehutanan mempekerjakan minimal 200 orang pekerja per pabrik, dimungkinkan sekitar 150 ribuan pekerja akan mengalami PHK dalam waktu dekat, dan diperkirakan sekitar 600 industri terancam tutup karena tidak adanya bahan baku.
Pasar domestik perlahan akan tutup yang berimbas fatal bagi industri kayu skala kecil yang dikelola oleh masyarakat, paling tidak 10 pekerja per unit usaha penggergajian kayu juga akan kehilangan pekerjaan karena kehilangan bahan baku.
Bukan hanya itu saja, ekspor kayu bulat akan mengakibatakan berkurangnya keanekaragaman hayati. Tingginya laju degradasi hutan dan deforestasi karena penebangan liar untuk mendapatkan kayu bulat akan menghilangkan sebagian besar plasma nutfah di kawasan hutan Indonesia.
Kaoem Telapak dan JPIK meminta Kementerian LHK membatalkan rencana pemberlakuan kembali ekspor kayu bulat. Kami juga menyerukan kepada Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, untuk menolak rencana pemberlakuan ekspor kayu bulat. Kami meminta ketiga kementerian bekerja sama untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan baku kayu bulat bagi industri primer kehutanan dari sumber legal dan lestari serta mendorong penguatan industri kehutanan bukan hanya untuk pasar ekspor tapi juga pasar domestik.(Sumber : jpik.or.id/LG010)