Takengen | Lintas Gayo- Hymne Aceh masih menjadi polemik. Bila selama ini aksi penolakan lebih di doniman manusia yang berasal dari Gayo, kini Gerakan Perempuan Aceh (GPA) yang didalamnya merupakan istri mantan kombatan dari wilayah pesisir, melakukan aksi penolan hymne.
Arabiyani, mewakili GPA menyakini hymne Aceh akan menciptakan konflik sosial baru di negeri Serambi Mekkah ini. Untuk itu GPA menolak hymne Aceh, karena tidak partisipatif. Eklusif dan diskriminatif.
“Abdullah Saleh pernah mengatakan hymne mencerminkan aspek filosofis, historis, sosiologis, politis, dan dinamika masyarakat Aceh,” kata Arabiyani, Sabtu (23/12 2017) kepada media.
Sayangnya, sebut wanita yang juga suaminya anggota DPRA dari Partai Aceh ini, penghormatan terhadap hak-hak kultural kaum minoritas kurang mendapat tempat, sehingga melahirkan lapisan luka di tengah masyarakat. Tidak hanya bagi masyarakat minoritas, tetapi juga bagi kelompok masyarakat yang peduli dalam perjuangan kesetaraan-keadilan.
“ Tidak seluruh pemangku kepentingan di dalam FGD ini dilibatkan, termasuk kelompok minoritas dan kelompok perempuan. Aceh sebagai daerah dengan masyarakat dari berbagai suku dan etnis yang beragam, juga berkontribusi pada proses perdamaian, begitupun kelompok perempuan. Perempuan telah memiliki peran sangat signifikan, baik ketika masa konflik maupun perdamaian, sehingga keterlibatan perempuan dalam penyusunan seluruh kebijakan, termasuk sayembara tentang hymne Aceh, merupakan keharusan,” tegasnya.
Aksi penolakan sebelumnya lebih didominasi masyarakat Gayo (baca berita sebelumnya). Bukan hanya penolakan melalui statemen, namun langsung diajukan gugatan kemenkumham di Jakarta. Selain itu, aksi penolakan terus berlanjut.
Banyak juga mantan kombatan perang Aceh menolak hymne Aceh berbahasa Aceh ( Baca berita Sapu Arang) Di DPRK Aceh Tengah, wakil ketua komisi A, Hamzah Tun, juga terang terangan menolaknya.
Demikian dengan pegiat LSM, pemeherhati Gayo, kalangan akademis, serta berbagai lapisan masyarakat melakukan aksi penolakan hymne Aceh, yang mereka suarakan melalui media sosial. Bahkan mereka mempertanyakan sikap dari 6 anggota DPRA dari wilayah tengah itu yang diam, bahkan ada yang turut serta melahirkan hymne Aceh. (LG 01)
Berita Terkait: Tolak Hymne Aceh