Masjid Awaluddin terletak di Kampung Kute Gelime, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah. Didirikan pada tahun 1890 oleh Teungku Syekh Abdur Rauf, seorang Arab yang datang ke Takengon untuk mengembangkan agama Islam. Konstruksi masjid berukuran 7 x 7 m2, dibuat dari kayu gerupel yang memiliki gurat sangat indah, dan beratap ijuk. Namun pada tahun 1953 dirombak total menjadi seperti pada gambar di atas, lalu diganti dengan bangunan permanen pada tahun 2004.
Sejarah Ringkas Masjid Awaluddin, Ketol
Masjid Awaluddin terletak di Kampung Kute Gelime, Kecamatan Ketol, oleh sebab itu masjid ini lebih dikenal dengan sebutan Masjid Ketol. Menurut beberapa sumber, masjid ini didirikan sekitar tahun 1890 oleh Teungku Syekh Abdur Rauf, seorang Arab yang datang ke Takengon untuk menyebarkan agama Islam. Akan tetapi karena faktor usia, Teungku Abdur Rauf tidak sempat merampungkan pembangunan masjid ini. Kemudian beliau meminta Syekh Hasyim yang kala itu tinggal di Banda Aceh, untuk melanjutkan pembangunan Masjid Awaluddin.
Saat Teungku Syekh Abdur Rauf jatuh sakit, masyarakat mengusung beliau menuju Peureulak, namun di tengah perjalanan beliau menghembuskan nafas terakhir. Sesuai wasiat beliau agar dimakamkan di mana beliau meninggal, maka jenazah beliau dikuburkan di pendakian dekat Blang Jorong, Pondok Baru, Bener Meriah. Rombongan mencari lokasi yang agak datar untuk membuka pemakaman di sekitar pendakian yang curam itu.
Menurut penuturan masyarakat, jenazah Teungku Syekh Abdur Rauf menghilang setelah sempurna di-fardhu kifayah-kan. Peristiwa unik itu terjadi tepat saat jenazah hendak dikebumikan. Akhirnya rombongan memutuskan untuk menutup kuburan sebagaimana lazimnya, walau jenazah sudah tidak ada. Sampai hari ini kuburan Teungku Syekh Abdur Rauf masih sering diziarahi masyarakat.
Pada mulanya masjid berukuran 7 x 7 m2 ini beratap ijuk, dan konstruksinya dibuat dari kayu gerupel, sejenis kayu yang memiliki gurat ukiran sangat indah. Lantainya dibuat dari batu alam yang disusun rapi. Pada mulanya, masjid ini hanya diperuntukkan bagi jamaah khusus yang level pengajiannya sudah mencapai tingkat tertentu. Namun kemudian masjid ini juga dibuka untuk masyarakat secara umum.
Sekitar tahun 1910, atap ijuk diganti dengan atap rumbia, pada saat ini, masyarakat umum sudah boleh salat di masjid ini. Salat Jumat pun diadakan di masjid ini, masyarakat datang dari Kecamatan Celala, Kampung Pepayungen Angkup, Arul Kumer, Wihni Durin, dan beberapa desa sekitar lainnya di luar Kecamatan Ketol. Ketiadaan alat transportasi, dan sulitnya medan yang ditempuh, mengharuskan masyarakat yang hendak Salat Jumat untuk datang pada Hari Kamis. Mereka bermalam di Kecamatan Ketol, dan baru berangkat pulang pada esok harinya.
Sekitar tahun 1940, masjid ini direhab oleh seorang tukang berdarah Cina yang telah masuk Islam, bernama Ismail. Ukuran masjid diperluas menjadi 10 x 10 m2, dan atapnya diganti dengan bahan seng. Pada tahun 1953, kembali dilakukan rehabilitasi sehingga ukuran masjid menjadi 10 x 12 m2. Dalam rehab kali ini, bangunan masjid dirombak menjadi semi permanen dan dibuatkan kubah di atasnya, (lihat foto halaman 57).
Pada tahun 2004, Masjid Awaluddin dirombak total menjadi bangunan permanen, (lihat foto halaman 58). Ukuran masjid masih tetap dalam ukuran sebelumnya (10 x 12 m2), namun ciri khas bangunan lama telah hilang. Masjid Awaluddin permanen ini dibangun dengan dana bantuan Pemerintah Provinsi Aceh, ditambah swadaya masyarakat.
Sumber : Masjid Bersejarah di Nanggroe Aceh Jilid II, Halaman 57 s/d 60. Diterbitkan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh Tahun 2010