Catatan : Andi Prayoga*
Secara generik, sesuai dengan pemahaman masyarakat, santri adalah sebutan bagi setiap orang yang menuntut ilmu agama dan tinggal di suatu lembaga pesantren. Biasanya tidak mengenal tua atau pun muda. Asalkan sudah belajar dan tinggal di pesantren atau dayah (Bahasa Aceh), lalu orang menyebutnya santri. Biasanya, di pesantren santri banyak di ajarkan berbagai ilmu agama, seperti fiqih, ilat (gramatika arab), tasawuf, kalam (tauhid) dan lain sebagainya yang masih berbau Islam. Ilmu- ilmu semacam itulah yang dianggap oleh sebahagian banyak orang bisa menjadi bekal susksesnya di masa yang akan datang, yakni kesuksesan akhirat. Mungkin, karena “familiarnya” istilah ustad-ustad dalam ceramahnya, kejar akhiratmu maka duniamu akan menyusul. Karena demikian banyaknya anggapan orang tentang kesuksesan, maka tidak sedikit orang tua yang mengorientasikan pendidikan anaknya hanya untuk bekal akhirat, sehingga mengabaikan pendidikan umum dan justru lebih memilih mengantarkan anak-anaknya untuk di dididik ilmu agama saja, pastinya di dunia pesantren. karena pesantrenlah yang lebih memiliki kapasitas dan kapabilatas ilmu agama. Padahal kalau kita meihat realita zaman sekarang, dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan, seperti teknologi dan informasi, mengantarkan kita kezaman yang di sebut “zaman modern”, zaman dimana segala usaha (aktivitas) manusia sudah terkendalikan oleh alat-alat yang canggih, sehingga bisa saja usaha manusia nantinya tersingkirkankan oleh alat canggih tersebut. Maka pertanyaannya, dengan realita zaman sekarang ini, apakah cukup dengan bekal ilmu agama saja? Tentu saja jawabnya, belum cukup.
Karena melihat dari fenomena santri yang ada, nampak sekali santri tidak mampu meresponi dan mengimbangi perkembangan zaman, kalau bekal yang dimiliki hanya sebatas ilmu agama saja.
Sempitnya pendidikan santri
kalau diadakan survei ke pesantren-pesantren di seluruh Indonesia, dengan tujuan melihat pendidikan apa saja yang di ajarkan oleh pesantren kepada santri-santrinya, maka akan di temukan tidak banyaknya pesantren yang mengajarkan ilmu-ilmu di luar ilmu agama yang disebutkan di atas, mislakan seperti ilmu politik, sosial, computer, ekonomi, perbankan dan lain lain seperti yang di ajarkan di sekolah umum biasa. Kalaupun ada, jumlahnya relatif lebih sedikit. Padahal ilmu tersebut sangat di butuhkan dalam berbagai hal.
Dengan keterbatasan ilmu pengetahuan dan kreativitas yang dimiliki santri, akan bisa menghambat perkembangannya, lebih-lebih lagi bisa mencampakkannya di dunia pengangguran. Apalagi dewasa ini dunia sudah canggih dan modern, zaman sudah berkembang, mau tidak mau santri dipaksa harus terlibat langsung dengan zaman. Tentu santri tidak akan mampu merespon zaman, kalau bekalnya hanya ilmu agama saja. Apalagi dalam dunia pekerjaan dan indutri, ilmu agama sangat kurang dibutuhkan.
Peran santri menyambut zaman modern
Mempelajari ilmu agama, disamping itu juga mempelajari ilmu-ilmu umum adalah penting. Kedua ilmu itu harus dikuasai. Sebagaimana di sabdakan Nabi yang di riwayatkan oleh (Bukhari dan Muslim), yang artinya, ”Barang siapa yang ingin kebahagiaan dunia, haruslah dengan ilmu. Barang siapa yang ingin kebagiaan di akhirat, haruslah dengan ilmu. Barang siapa yang ingin kebahagiaan keduanya (dunia dan akhirat), haruslah dengan ilmu.”
Usaha untuk mempelajari ilmu agama adalah usaha yang sangat mulia, akan tetapi jangan lupa bahwa mempelajari ilmu dunia tidak kalah mulia dengan ilmu agama, seperti yg di sabdakan nabi di atas bahwa kedua ilmu tersebut sangatlah penting untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, guna mengisi dan menjawab tantang zaman modern ini, santri harus mempelajari dan memperjuangkan beberapa hal.
Pertama, santri harus mampu menguasai ilmu ilmu agama sebagai pondasi dirinya yang menguatkan hati dalam menyikapi segala sesuatu yang datang mengancam di zaman modern ini. Karena zaman modern di dominasi oleh budaya barat, bukan tidak mungkin nantinya santri terpengaruh oleh barat. Contoh yang paling menjadi tranding topic beberapa tahun lalu adalah islam liberal. Islam yang mencampur adukkan budayanya dengan budaya barat.
Kedua ,santri harus mampu menguasai ilmu-ilmu umum yang kiranya bisa berguna sebagai bekalnya menghidupkan diri di zaman sekarang ini. Seperti ilmu perbankan dan ekonomi agar bisa bekerja di bank dan perdagangan. Mempelajari ilmu politik agar bisa bekerja di pemerintahan negara. Dan banyak ilmu-ilmu umum yang harus dikuasai santri, karena tidak semuanya santri atau produk pesantren ini nantinya akan menjadi penceramah, guru ngaji atau tokoh agama di masyarakat.
Ketiga, santri harus mampu bergaul dengan dunia luar pesantren. Bergabung dengan bermacam-macam budaya dan agama, sehingga tidak kaku ketika melihat perbedaan. Dalam hal ini, santri tetap harus mempertahankan ciri khas kepesantrenannya, yakni semangat keagamaannya dimanapun ia berada.
Dari ketiga peran santri dalam menyambut zaman modern ini, tentu akan lebih membantunya mengisi dan menjawab berbagai tantangan yang ada di zaman modern. Paling tidak, bekal ilmunya bisa bermanfaat dalam mencukupi kebutuhan hidupnya atau keluarganya (jikalau sudah berkeluarga).
“Wallahu a`lam bissawaf”
Mahasiswa Stebank Islam mr Sjafruddin Prawiranegara Jakarta, Asal Reronga, Bener Meriah*