*DLT Kini Menjadi Milik Bersama
Selama ini, Danau Lut Tawar yang berada di tengah Aceh dan merupakan satu-satunya danau di di Provinsi Aceh yang berada di dataran tinggi. Berada pada ketinggian sekitar 1200 diatas permukaan laut (dpl). Belum dianggap milik bersama di provinsi ini.
Danau Lut Tawar diekploitasi sesuka hati. Hasil ikan dikeruk untuk nilai ekonomi nelayan dengan menggunakan jarring tanpa batas dan aturan. Penggunaan jarring dengan diameter yang sangat kecil sekalipun tidak dibatasi. Akibatnya, anak-anak ikan depik atau Rasbora Tawarensis, ikut terjaring dan dijual.
Eksploitasi isi Danau yang merupakan ikon Kota Takengon tidak berhenti sampai disana. Garis pantai bebas diekploitasi dan dibangun. Lihatlah bagaimana bagaimana bagian danau ditimbun kedalam danau guna menambah lahan-lahan pribadi sepanjang Danau yang dimiliki pribadi-pribadi. Diantaranya pejabat.
Belum berhenti sampai disana, beberapa waktu belakangan, di daerah Atu Tamun Bebuli Kebayakan, lokasi tebing jalan, tidak jauh dari pantai Danau dijadikan lokasi galian C. Persoalan Danau tidak berhenti sampai disana. Beberapa masalah lainnya sudah lama terjadi dan belum ada solusinya hingga kini. Sampah plastik dan Ghost net.
Penggunaan bungkus plastik yang dipakai untuk berbagai keperluan modern saat ini seperti untuk bungkus ikan, makanan, bungkus makanan ringan, minuman kaleng dan semua bahan terbuat dari plastik, telah puluhan tahun dibuang begitu saja sepanjang garis pantai terutama lokasi wisata.
Plastik yang tidak bisa terurai ini sudah menumpuk dan tertimbun bersama tanah. Termasuk Ghost Net yang tenggelam di dasar danau. Ghost Net adalah bekas jarring nelayan yang terbuat dari bahan plastik, tenggelam didasar danau.Bertumpuk-tumpuk sejak puluhan tahun. Jaring hantu.
Menurut Munawardi, seorang anggota Gayo Diving Club (GDC) yang sering melakukan penyelaman dan pertolongan bagi korban tenggelam di Danau , menjelaskan bahwa kawasan danau di daerah pemukiman penduduk yang biasa dipakai menjaring ikan Depik, Mujahir, Eyas, Bawal, Relo, Keperas, Kawan, dan lain-lain, didasar danau banyak ditemui bekas jaring nelayan yang tenggelam.
Jaring-jaring bekas ini, menurut Munawardi, jadi perangkap bagi ikan. âBanyak ditemui tulang-tulang ikan di ghost net iniâ, kata Muna, sapaan Munawardi. Secara klasik, persoalan danau meliputi kebakaran seputaran kawasan danau yang terjadi setiap tahun terutama dimusim kemarau. Akibatnya, banyak daerah tangkapan air seputar danau rusak. Implikasinya adalah terganggunya ekosistim danau.
Terjadinya penebangan liar sehingga terjadi longsor yang membawa sedimen lumpur dan batu didasar danau. Kejadian longsor terparah pernah terjadi di Kampung Rawe Kecamatan Luttawar Takengon beberapa tahun silam.
Selanjutnya, pembangunan yang dilakukan Pemda Aceh Tengah juga berdampak buruk bagi kelestarian Danau. Pemda setempat mencanangkan pembangunan tanggul sejak beberapa dekade kepemimpinan Aceh Tengah. Mulai dari bupati Drs. Mustafa M Tamy hingga bupati saat ini Ir.Nasaruddin MM. Pembangunan tanggul dengan cara menimbun tumpukan material tanah disepanjang garis pantai mulai dari Mendale-Boom Takengon, dinilai bukan saja menganggu regulasi tentang Danau, juga menimbulkan sengketa pembebasan lahan sawah milik petani dengan Pemda yang hingga kini belum diganti rugi.
Beberapa regulasi yang digulirkan Pemda atau Qanun (Perda) yang pernah ada, juga tidak diaplikasikan secara tegas guna melestarikan Danau. Waktu berlalu, kepedulian akan lestarinya danau yang akan diwariskan bagi generasi penghuni Dataran Tinggi Gayo kelak semakin fenomenal.
Sekelompok warga Takengon yang peduli, secara insidental melakukan pembersihan sampah diseputar Danau. Ini dilakukan komunitas sepeda Aceh yang dipawangi Central Atjeh Bicycle Community (CABC), 2009 silam.
Saat kepedulian terus mengemuka, dibentuklah Forum Penyelamatan Danau Luttawar (FPDLT). Tahun 1999. Forum ini tergolong sangat lengkap karena merupakan gabungan dari berbagai organisasi non pemerintah, ormas kepemudaan, LSM, wartawan, hingga anggota DPRK Aceh Tengah.
Langkah strategis yang dilakukan Forum Penyelamatan danau adalah menggelar work shop penyelamatan Danau dengan menghadirkan sejumlah pakar di Aceh dan melahirkan banyak rekomendasi.
Dari awal dibentuk, forum ini juga melakukan kegiatan fun bike bekerjasama dengan Polres Aceh Tengah hingga penyeberangan Danau dengan cara berenang dalam rangka hari air sedunia sepanjang 4 kilometer. Pameran Foto dan kegiatan sosialisasi lainnya.
Sejak pergantian Sekretaris Jendral (Sekjen ) yang kini dipegang Subhandy yang juga Camat Luttawar , sebuah Kecamatan yang persis berada di bibir Danau dan merupakan kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Pesangen, gaung Forum Penyelamatan Danau semakin dikenal.
Danau Lut Tawar yang merupakan danau satu-satunya di Aceh adalah milik bersama provinsi ini. Berbeda dengan Danau Toba di Sumut yang dimiliki beberapa Kabupaten di Sumut, Danau Toba penanganannya jauh lebih terukur dan terarah karena dibeking beberapa kabupaten.
Sejak digelontorkan sebagai upaya penyelamatan Danau dan kepedulian warga Takengon yang ingin Danau tidak kering seperti beberapa kasus Danau di Indonesia, Forum Penyelamatan Danau berharap Danau Lut Tawar bisa diwariskan pada anak cucu kelak.
Bukan itu saja, tidak cukup hanya keinginan semata, tapi harus didukung regulasi dari Pemda yang benar-benar dilaksanakan sebagai payung hokum penyelamatan danau. Danau sebagai milik bersama, kini semakin tersosialisasi dalam bentuk aksi.
Adalah Letkol Inf. Sarwoyadi, Komandan Komando Daerah Militer (Dandim) 0106, Jumâat (24/4) mengajak komponen masyarakat Aceh Tengah mulai melakukan aksi Jumâat bersih.Jumâat bersih yang digagas Dandim diarahkan dengan membersihkan enceng gondok di Daerah Aliran Sungai.
Dandim, tidak saja mengajak anggota TNI. Tapi juga anggota polisi. Kapolres Aceh Tengah AKBP Edwin Rahmat Adikusumo, mengerahkan sebagian anggota polisi terjun langsung membersihkan enceng gondok . Bahkan Kapolres juga menggagas Jumâat berikutnya membersihkan bekas-bekas jarring nelayan yang menjadi sampah tidak terurai di dasar Danau. Ghost net.
Dalam aksi bersama membersihkan danau tersebut dengan memanfaatkan Jumâat bersih setiap pekan ini, menurut Letkol Inf Sarwoyadi, leading sektornya akan diganti setiap Jumâat. Jika Jumâat pertama, dikomandoi Dandim, Jumâat berikutnya dikendalikan Polres dan jumâat berikutnya Muspida lainnya.
Aksi Dandim membersihkan Danau dari Enceng Gondok didukung Forum Penyelamatan Danau, KNPI Aceh Tengah dan Bener Meriah, Pengcab ISSI, Kempo, Silat , GDC, Pemda. Bupati Bener Meriah Ir.Tagore AB, bersama wakil bupati Aceh Tengah Drs.H.Djauhar juga terjun langsung ke lokasi Gotong royong.
Sebelum melakukan aksi gotong royong Jumâat bersih, Letkol Inf Sarwoyadi beberapa hari sebelumnya sudah melakukan rapat koordinasi dan meminta peran aktip organisasi massa di Takengon, selain Polri dan Muspida.
Seluruh komponen masyarakat Aceh Tengah menyatakan mendukung gagasan Dandim yang dinilai sangat positip dan berdampak bagi kelestarian Danau serta menjaga keindahannya tetap lestari. Fitra, ketua KNPI Bener Meriah yang baru dilantik , juga menyatakan partisipasinya dengan mengerahkan anggota KNPI dari kabupaten pemekaran Aceh Tengah itu.
Menurut Fitra yang juga asisten III Pemkab Bener Meriah, Danau adalah milik bersama yang selama ini kurang mendapat perhatian. Gerakan yang digagas Dandim bersama KNPI Aceh Tengah itu, menurutnya adalah tindakan nyata yang berdampak nyata. Sehingga mendapat simpati dan dukungan.
Sementara itu, menurut Subhandy, Sekjen FPDLT, gagasan Dandim 0106 adalah bentuk sebuah kesadaran bersama yang direalisasikan sehingga dampak pelestarian danau dan menjaga keindahannya akan menjadi nyata.
Artinya, kata Subhandy, upaya penyelamatan Danau , menjaga dan semakin memperindahnya, sudah sampai pada sebuah tahapan yang sangat menggembirakan. Yang paling penting, lanjut Sekjen, bukan hanya Muspida, ormas, LSM dan organisasi lainnya saja yang akan menyadari pentingnya upaya pelestarian danau.
Kedepan, aksi ini diharapkan sampai kepada masyarakat Aceh Tengah terutama yang bersinggungan langsung dengan Danau dan DAS Pesangan. âJika kesadaran bersama sudah tumbuh, warga tidak lagi membuang sampah sembarangan yang mencemari danau. Tapi juga berupaya membersihkannyaâ, hara Sekjen FPDLT.
Jika sudah begitu, ungkap Sekjen , apa yang disebutnya dengan istilah âambil dan tanamâ, akan dilakukan masyarakat. Maksudnya, siapa saja yang melihat sampah akan mengambilnya. Dan Jika punya kesempatan akan selalu melakukan penanaman pohon.
Selain Dandim yang sudah melakukan aksi nyata pembersihan enceng gondok, kalangan wartawan di Aceh Tengah teryata ingin melakukan aksi langsung. Kalangan wartawan, sejak beberapa waktu lalu yang juga tergabung di FPDLT, mengumpulkan sedikit uang guna melakukan aksi sederhana, membersihkan sampah dan menanam pohon.
Salah seorang penggagas aksi wartawan ini , Mahyadi, wartawan harian di Aceh, mengatakan, jika selama ini wartawan hanya meliput saja, kali ini tidak lagi. Wartawan, kata Mahyadi harus aksi juga. Bersama Sekjen FPDLT, direncanakan, Tanggal 29 Juni ini, mengutip sampah dimulai dari kantor Camat Lut Tawar hingga ke Kampung One-one, sepanjang jalan utama bagian Selatan Danau.
Setelah melakukan aksi pengambilan sampah plastik, juga akan melakukan penanam pohon diseputar Kampung One-one. Gagasan wartawan aksi pembersihan sampah dan tanam pohon, dengan istilah âAmbil dan Tanamâ.
Keinginan para wartawan dengan dukungan Sekjen FPDLT ini mendapat respon dari berbagai kalangan lainnya, KNPI yang diketuai Ikhwanussufa, komunitas sepeda CABC, GDC, Kempo, Silat (IPSI) Aceh Tengah, Gayo Fotographer Club, komunitas Scooter Club (GASAC), RAPI dan sejumlah kalangan lainnya.
Dukungan aksi simpatik ini juga mendapat respon menggembirakan dari WWF Banda Aceh. WWF, bersama Forum DAS Peusangan, FPDLT menggelontorkan bantuan financial untuk penanam pohon dan kegiatan pendukung lainnya. Diperkirakan, sekitar seratusan orang akan melakukan aksi bersama dimotori wartawan, membersihkan sampah plastik disepanjang jalan sejauh tiga kilometer.
Apa yang dilakukan kalangan warga sipil, militer dan polisi serta pegawai negeri di Takengon sudah menunjukkan sebuah kemajuan dan kesadaran bersama tentang pentingnya menjaga dan melestarikan danau demi masa depan.
Kesadaran ini dibangun jauh-jauh hari dari kegiatan partisan masing âmasing kelompok yang peduli lingkungan Danau di Aceh Tengah. Seperti yang pernah dilakukan Central Atjeh Bicycle Community beberapa tahun silam.
CABC, yang dipawangi Khalisuddin, bekerjasama dengan komunitas sepeda di Aceh, pernah melakukan aksi pembersihan sampah plastik di Kawasan Pante Menye Kecamatan Bintang Aceh Tengah oleh ratusan pesepeda Aceh dalam sebuah rangkaian kegiatan wisata sepeda.
Demikian halnya atlit dan pengurus Kempo Aceh Tengah yang juga melakukan aksi serupa di Bur Gayo. Terakhir kegiatan simpatik para pendekar silat Aceh Tengah. Dalam sebuah kegiatan. Pengurus silat yang dipawangi Azani, Ilham dan kawan-kawan mengerahkan ratusan atlit silat membersihkan sampah plastik seputar Danau .
Kegiatan ini mendapat apresiasi dari banyak kalangan. Dengan demikian, upaya pelestarian danau akan semakin mengemuka dan menjadi kesadaran bersama sehingga akan berhasil secara signifikan.
Sesungguhnya, jika semua kalangan dan kelompok berprinsip sama tentang pelestarian danau, bukan tidak mungkin, Danau Lut Tawar yang berada di kawasan pegunungan di Aceh ini akan menjadi sebuah kawasan yang indah , menawan dan bersih serta asri.
Aksi ambil dan tanam akan menjadi sebuah kesadaran bersama sehingga masing-masing orang di kabupaten ini akan menjaga dan melestarikan danau. Ternyata, dengan apa yang dilakukan semua orang yang peduli ini, betapa besar sesungguhnya kekuatan dan kemampuan para relawan lingkungan ini demikian banyak dan hebat.
Relawan penyelamat lingkungan itu, ada yang berpakaian polisi, tentara, organisasi, masyarakat biasa atau bahkan PNS. Sebuah kekuatan yang luar biasa bila diarahkan untuk menyelamatkan lingkungan merupakan kekuatas besar yang berdampak langsung dan positip. Hal ini berarti, masing âmasing institusi, kelompok dan pribadi merasa peduli dan menyatakan bertanggungjawab langsung atas kelestarian lingkungan danau. Danau menjadi milik bersama yang wajib dijaga. Demi anak cucu kelak. Ah betapa indahnyaâŠ..(Win Ruhdi Bathin)