Aku menyalaminya dengat erat. Sangat erat. Dia kuturunkan di Simpang Bogor, Toa Kecamatan Pegasing. Lelaki jangkung 193 Cm itu akan berangkat menuju Gayo Lues. Dia menggendong sebuah tas besar dengan berat lebih 50 kilogram.Bekpeker.
Selain tas dipunggung itu, dia juga memakai tas pinggang, tempat peta Sumatera dan catatan kecil. Meski hanya dua hari dia bersamaku, tapi perpisahan selalu berakhir sedih dan haru.Jujur ada rasa sedih berpisah dengan Krivop. Apalagi aku banyak bertanya kepadanya, tentang dirinya, keluarganya dan Kampung halamannya, Ukraina.
Setelah mengucapkan kata perpisahan, dia mengucap banyak kata terima kasih atas jamuan keluargaku padanya selama dua ini. Sepeda motor keluaran tahun 2002 kuhidupkan dan kembali ke arah Takengon. Aku tak ingin melihatnya lagi, takut sedihku semakin bertambah.
Aku mengenal Krivop hanya lewat internet. Dari sebuah komunitas jejaring social bagi para pengelana di dunia.Couchsurfing. Krivop menyurati aku lewat email yang menyatakan bahwa dia akan berkunjung ke Takengon. Sama dengan Hilda dan Sofie dari Belgia yang datang sebelumnya.
Tanggal 28 Juni 2011, Kripov tiba setelah zuhur ke tempatku bekerja. Segelas kopi arabika gayo terbaik kuhidangkan kepadanya. Tidak seperti kebanyakan bule dari Erofa dan Amerika. Krivop lebih suka kopi manis.
Aku dan Kripov bercerita disela-sela melayani tamu yang minum kopi. Bahasa Inggrisnya tidak begitu baik. Sama dengan aku. Seadanya, untuk komunikasi. Kadang-kadang aku tidak mengerti apa yang diucapkannya. Begitu juga sebaliknya. Kalau sudah begitu, mencari padanan kata yang tepat agar bisa saling mengerti. Kalau ngak ngerti juga pakai bahasa tarzan, bahasa kode atau bahasa tubuh.
Alexey Krivop berumur 25 tahun, berasal dari pecahan Uni Soviet. Ukraina. Sebuah Negara yang biaya hidup menurut Alexey sangat mahal dan penuh dengan birokrasi. Hobi bertualang membuat Alexey sampai ke Takengon.
Bagi Alexey, berkeliling dunia bukanlah perkara uang. Uang bukanlah jaminan utama seseorang bisa mengunjungi berbagai belahan dunia. Alexey menggunakan fasilitas “Menumpang” mengunjungi sebuah Negara. Berkeliling dunia dengan cara ini disebut hitch-hike.
Caranya, dari satu daerah ke daerah lain, dengan menumpang pada kenderaan orang lain. Yang memiliki tujuan yang sama. Tidak pakai ongkos. Dari Banda Aceh ke Takengon, kata Alexey dia menggunakan tidak kurang dari 10 kenderaan yang ditumpanginya selama dua hari.
Jika tidak ada kenderaan yang bisa ditumpangi gratis sementara hari sudah senja, Alexey akan menggelar tenda disisi jalan dan tidur. Esoknya meneruskan perjalanan hingga tujuan yang ditarget.Begitu seterusnya.
Kisah perjalanan Alexey bermula dari Ukraina, Rusia, Azerbaijan, Kirgistan, Tazikistan, Uighur di China Tengah, China, Thailand, Laos , Kamboja, Malaysia. Dari Malaysia menyeberang ke Sumatera, menetap di seputar Danau Toba, Banda Aceh , Takengon, Gayo Lues, Kutacane, Medan dan target selanjutnya ke Bukit Tinggi di Sumatera Barat.
Saat berada di Kamboja, Alexey kehabisan uang. Guna meneruskan keinginannya mengelilingi dunia, Alexey bekerja sebagai travel Guide di sana selama setahun. Dia tinggal di Siem Reap, Memiliki sedikit tabungan, dia kemudian melanjutkan rute perjalanan dunia yang sudah dicita-citakannya.
Selama menjalani tour keliling dunia, Alxey mengaku tidak memiliki hambatan yang berarti kecuali soal bahasa.Setelah mengunjungi Sumatera, Alexey kembali ke Kamboja, mencari pekerjaan baru untuk kemudian melanjutkan berkeliling dunia.
Dikisahkan, Alexey, dia sudah bekerja dibeberapa bidang pekerjaan. Seperti perusahaan listrik hingga peralatan olah raga. “Gaji tidak mencukupi hidup di Ukraina. Habis untuk sewa apartmen dan kebutuhan sehari-hari”, kata Alexey.
Ukraina adalah sebuah Negara di bagian Timur Erofa. Dengan luas area of 603,628 km². Ukraina berbatasan dengan Federasi Rusia di Timur dan Utara. Dengan Belarus the northwest, Polandia , Slovakia dan Hongaria .
Di bagian Barat dengan Rumania dan Moldova to the southwest, dan Laut Hitam dan Lautan Azov.Ukraine menjadi Negara sendiri dari Federasi Soviet tahun 1991.
Menurut Alexey, kebanyakan generasi muda Ukraina, suka minum minuman keras. Sehingga kurang disukai. Awalnya dia adalah peminum berat alcohol dan perokok berat. Namun dengan kesadarannya sendiri, Alexey kemudian menghentikan kedua kebiasaan yang merusak itu.
Guna menghibur empat orang anakku saat berada dirumah, ternyata Alexey punya beberapa keahlian. Seperti bermain bola yang dilambungkan keatas secara bergantian. Bermain suling (Flute) dan sebuah alat music yang khas dari Ukraina yang pernah ada di Takengon yang disebut Genggong.
“Di sebuah kepulauan di China, saya pernah kehabisan uang. Saya kemudian mencari uang dengan memainkan alat music serta sedikit acrobat. Saya mendapat banyak uang dan dimuat di media local”, kata Alexey tersenyum.
Selama berada di Kamboja, kata lelaki 25 tahun ini, kehidupan disana sangat sederhana. Penduduk yang bertani dan miskin dengan rumah –rumah tinggi terbuat dari bahan sederhana. “Kamboja memiliki banyak kuil-kuil yang indah dengan pohon-pohon besar yang menjadi bagian kuil”, papar Alexey.
Kamboja , Laos, hamper sama. Masih sebuah Negara yang dinilai miskin. Sementara Thailand dan Malaysia, jauh lebih maju. “Negara-negara ini hidup dengan pola sederhana dan memiliki kearifan local dengan rasa persahabatan yang baik”, kata Alexey.
Alexey juga menemukan rasa persaudaraan yang tinggi saat berada di Indonesia. Saat para wartawan dengan berbagai organisasi non pemerintah serta Pengurus Cabang olah raga yang sangat baik pengaturan organisasinya melakukan aksi yang diberi Thema , “Biasakan kita bisa”, yang difasilitasi Forum Penyelamatan Danau Luttawar, melakukan aksi pembersihan sampah dari Kantor Camat Luttawar hingga One-one, Alexey Krivop ikut bersama komunitas peduli itu.
Bahkan Alexey menanam sebuah pohon trembesi di bukit One-one. Alexey mengaku bangga bisa berpartisipasi dalam event yang menurutnya sangat berdampak postip demi masa depan penduduk Takengon.
“Kedepan, agar aksi pembersihan sampah serta penanaman pohon seputar Danau bisa berkelanjutan, harus dilakukan kampanye ini kepada pelajar di sekolah dasar”, kata Alexey. Selain itu, Alexey juga berharap agar penanganan sampah plastic di seputaran Danau mencontoh apa dilakukan seorang warga Samosir. Ratnauli Gultom.
Ratnauli Gultom.Warga Samosir itu, terang Alexey mendaur ulang sampah plastic bekerjasama dengan Pemda setempat. “Jangan membakar sampah plastic karena bisa merusak lingkungan. Sebaiknya di daur ulang”, pinta Alexey.
Ratnauli tinggal di Silimalombu di Pulau Samosir Island. Dia sedang mencoba melakukan sebuah proyek yang disebut eco village. Ratnauli adalah salah seorang anggota CS yang menanami lingkungan tempat tinggalnya dan selalu membersihkan sampah plastic (http://ecovillagesamosir.blogspot.com/).
“FPDLT bisa meniru apa yang dilakukan Ratnauli dengan membuka kerjasama”, harap Alexey. Banyak pelajaran yang bisa kuambil dari seorang Alexey Krivop. Lelaki yang tidak begitu fasih berbahasa Inggris ini memenuhi keinginannya keliling dunia dengan biaya cekak (minim).
Tapi hal itu tidak menyurutkan keinginannya melihat dunia. Ada kemauan, selalu ada jalan. Guna memetakan perjalanananya, Alexey selalu menggunakan peta daerah yang dikunjunginya. Guna lebih menghemat biaya perjalanan, Alexey memakai fasilitas CS agar bisa menumpang tinggal ditempat anggota CS yang ikut komunitas bagi pengeliling dunia ini.
“CS sangat membantu saya selama berkeliling dunia”, imbuhnya. Aku berharap, selama tinggal bersamaku, Alexey bisa mengambil manfaat tentang bagaimana masyarakat gayo hidup dan menjalani aktipitasnya sebagai petani kopi.
Paling tidak, memori Alexey terisi tentang sebuah kota dipedalaman ditengah Aceh yang indah dan subur , Takengen. Daerah yang diberi Allah banyak sumber daya alam kepada penduduknya yang bersuku Gayo. Tinggal bagaimana memanfaatkannya dan mensyukuri Karunia Allah yang besar ini.
Dan aku ingin memberikan sedikit kesan tentang sebuah nilai persahabatan yang universal. Tanpa pandang suku, ras dan agama.(Win Ruhdi Bathin)