Oleh. Drs. Jamhuri, MA*
Ketika selesai mengucap salam pada shalat zhuhur hari sabtu (06/07/11) anak saya membaca sebuah kopekan kertas mata pelajarannya di sekolah MIN Rukoh Banda Aceh, tulisan tersebut berbunyi “kalimat Thayyibah” adalah ucapan yang baik. Saya merenung tentang makna sebuah ucapan tasbih “subhanallah” yang berarti Maha suci Allah.
Sering sekali lafazh ini diucapkan, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Setelah shalat orang membacanya sebanyak 33 kali secara sendiri atau juga beramai-ramai, lalu kalau kita tanya kepada mereka apa makna kata tersebut ?, mereka akan menjawab bahwa Allah adalah Maha Suci, bebas dari segala yang tidak baik. Kalau pertanyaan itu kita lanjutkan apa manfaatnya untuk anda, mungkin mereka akan menjawab itu adalah ucapan yang baik dan kalau kita mengucap kalimat yang baik akan diberi pahala. Pertanyaan tersebut masih bisa kita lanjutkan kenapa harus “subhanallah” bukan kalimat yang lain dan apa bedanya dengan yang lain ? jawaban akan terhenti dan memerlukan pemikiran.
Pada saat itu saya teringat bahwa kata “tasbih” berasal dari kata sa-ba-ha yang memiliki arti “bergerak terus menerus layaknya mengapung di atas air”, karena itulah mungkin kata ini ada hubungannya dengan sabaha yang memiliki arti berenang. Berenang dilakukan oleh orang ketika mandi, mereka yang melakukannya berupaya membersihkan diri, sebelumnya berbadan kotor dan tidak bersih kemudian setelah berenang menjadi bersih.
Pergerakan dari ketidak bersihan menuju kepada kebersihan atau pergerakan dari ketidak sucian menuju pada kesucian itulah yang di sebut tasbih. Dan semua pergerakan akan menuju pada kesempurnaan.
Pada bulan maret (2011) minggu kedua saya sakit, harus menginap di Rumah Sakit selama satu minggu, Banyak kawan-kawan merasa kaget, karena sebelumnya tidak ada tanda-tanda saya akan jatuh sakit, karena sya memang tidak pernah berupaya mengetahuinya, tapi buktinya saya di rumah sakit. Seminggu di rumah sakit saya keluar berat badan turun sebanyak 14 kilo gram, semua orang termasuk saya merasa heran, sehingga saya tanya kepada dokter penyebab dari saya sakit, dokter juga tidak tau, karena saya bukan seorang perokok, juga bukan orang peminum teh apalagi kopi.
Saya teringat dengan makna tasbih seperti disebutkan di atas, bahwasanya saya bergerak dan berubah dari sehat menuju ke sakit, dari berbadan agak gemuk menjadi lebih kurus berarti secara fisik saya telah melakukan tasbih. Jadi tidak salah ketika ada orang bertanya kepada saya, kenapa sakit atau sakit apa ? saya menjawab dengan saya bertasbih secara fisik, yakni berubah.
Sejak itu saya berpikir, kalaulah tasbih fisik hanya sekedar sakit dan kemudian sehat, dari gemuk menjadi lebih kurus itu adalah tahapan wajar dari sebuah tasbih. Tapi bagaimana kalau tasbih yang dikehendaki Allah sebagai sebuah proses yang cepat antara satu tahapan dengan tahapan yang lain dan lebih cepat sampai pada kehancuran fisik dan berpisahnya fisik dengan ruh. Kendati perubahan itu bukanlah perubahan akhir dari proses tasbih, karena proses akhir adalah kebangkitan pada hari qiayamat.
Persiapan untuk menuju tasbih ketahapan selanjutnya belum dipersiapkan, belum banyak ilmu yang diberikan kepada orang lain. Ilmu yang diberikan baru sebatas lisan, yang ketika mereka yang menerima juga tidak ada lagi aliran hubungan keilmuan dari apa yang diajarkan terputus, harta yang diberikan kepada orang lain masih sangat sedikit, pembelajaran kepada mereka yang melanjutkan hubungan kekeluargaan dan kekerabatan juga belum sempurna karena mereka masih memungkinkan melupakan pendidikan yang diajarkan.
Bukankah populeritas yang bemakna keterkenalan diri dengan kebaikan, karya yang selalu dibaca oleh semua orang di semua generasi akan lebih bermakna untuk tahapan tasbih selanjutnya, karena keterkaitan antara satu masa dengan tasbih selanjutnya sangat berpengaru, sehingga kita ketahui akhir dari semua proses tasbih adalah mempertahankan semua kreasi dari seluruh tahapan.
Allah menciptakan proses tasbih kepada semua manusia dan juga alam, seperti manusia dengan tahapan dari ketiadaan, manjadi ada pada alam kandungan. Di alam ini peran orang tua sebagai orang yang menghendaki anaknya sehat atau tidak sudah ada, mengkonsumsi makanan yang bergizi merupakan salah satu upaya. Lahir juga sebagai proses tasbih dari alam kandungan ke alam dunia, di dalam kehidupan proses tasbih akan dilalui dengan jumlah yang tidak terhitung, belum ada orang yang tidak menerima satu tahapan tasbih yang telah ditentukan, karena semua tahapan akan berujung pada satu yakni kesempurnaan.
Sarjana adalah sebuah tujuan tasbih bagi seorang mahasiswa, mereka harus melalui apa yang mendukung proses tasbih. Harus membayar uang kuliah, menghadiri kuliah, bertatap muka dengan tenaga pengajar, membaca buku-buku yang berhubungan dengan tujuan tasbih apa yang akan di dapat. Tidak ada seorang mahasiswapun yang dapat keluar dari tasbih menuju kesarjanaan, kalaupun mereka melaluinya dengan proses tasbih yang tidak sempurna dia harus yakin tujuan dari kesempurnaan tidak akan tercapai.
Uraian di atas akan memberi jawaban juga kepada kita, apa sebenarnya menjadi tujuan hidup kita dari proses tasbih, Allah menyebutnya dengan penghambaan, yaitu tasbih kepada Allah yang akhirnya akan sampai pada kesempurnaan bangkitnya pada hari Qiyama, yang disebut dengan kekekalan dan tidak ada lagi prosen pergerakan dan perubahan atau tasbih.