Takengon | Lintas Gayo : Salah seorang alumni dan menjadi pengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Gajah Putih Takengon, Ihsan Harun MA diminta menjadi khatib dihadapan jamaâah shalat âid di lapangan Masjid Al Ikhlas Kampung Pinangan Kabupaten Aceh Tengah.
Dalam tausiyahnya, Ihsan harun mengajak ummat Islam âBerjuang Menuju Fitrahâ guna menambah khazanah keilmuan. Berbahagialah orang-orang yang melaksanakan ibadah berdasarkan iman selama 11 bulan yang lalu dan di mantapkannya selama bulan suci rmadhan untuk meningkatkan mutu ketaqwaannya, dan berbahagia pula orang yang jarang melaksanakan ibadah tetapi menyadari dosanya dosanya dan bertaubat dalam Ramadhan sehingga dia meraih kedudukan muttaqin. Sebaliknya celakalah orang yang tidak bahkan jarang beribadah dan tidak memanfaatkan bulan ramadhan untuk bertaubat kepada ALLAH SWT.
Pada suatu hari raya, Rasulullah s.aw, naik ke mimbar seraya mengucapkan kata-kata Amin sebanyak tiga kali, setelah selesai khutbah sahabat bertanya: âKenapa Rasulullah mengucapkan Amin sebanyak 3 kali?â Â kemudian Rasulullah menjawab, barusan Jibril datang dan mengatakan kepadaku (Rasulullah) supaya mengaminkan apa yang dia katakan: celakalah orang yang mendengar dan menyebut namamu, tetapi tidak mengucapkan shalawat kepadamu, Amin, celakalah orang yang Ibu dan Ayahnya masih hidup namun tidak menyebabkan dia masuk surga, Amin, dan kemudian celakalah orang yang sampai akhir bulan Ramadhan, dosanya tidak diampuni akibat tidak bertaubat dan membersihkkan dirinya pada bulan Ramadhan, Amin. Kita baru saja selesai melaksanakan rukun Islam yang ke-empat secara padu selama bulan Ramadhan ini untuk memenuhi harapan ALLAH S.W.T, yaitu Laâallakum Tattaquun (semoga kamu (kaum muslimin dan muslimat) semua bertaqwa kepada ALLLAH.
Khatib Ihsan Harun yang juga Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Gajah Putih Takengon juga menyatakan ummat Islam baru saja selesai melaksanakan Puasa, shalat Tarawih, dan membayar Zakat Fitrah; hal ini semata-mata hanya karena perintah ALLAH dan sembari kita berbagi, serta dapat merasakan perasaan para fakir miskin, dan anak yatim. Ketika Rasulullah bertemu dengan seorang anak yang berpakaian kumal sedang duduk termunung sambil menangis tersedu-sedu, dan semakin lama semakin menjadi, seketika Rasulullah bertanya, kenapa engkau menangis..?? Rasulullah sambil mengusap-usap kepalanya dan anak itu menyapu air matanya: anak yang belum mengenal Rasulullah itu menjawab â ayahku sudah meninggal dalam peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah, Ibuku telah menikah lagi dengan orang lain. Karena itulah nasibku seperti ini. Tidak ada orang yang memperdulikan aku, Rasulullah sangat terharu mendengar pengakuan anak tersebut, lalu rasulullah berkata: mulai saat ini engkau menjadi anak ku, dan aku ayahmu kemudian Aisyah adalah Ibu mu. Kemudian ia bermain dengan anak-anak yang ada di sekitarnya, kemudian anak-anak itu berkata padanyaâ sungguh engkau orang paling beruntungâ anak â anak itu berkata âkenapa kita tidak seperti diaâ. Inilah bahagian sedikit dari akhlaq mulianya Rasulullah, beliau dapat merasakan dan membantu supaya tidak ada orang yang menderita. Kemudian Rasulullah menegaskan âbayarlah Zakat fitrah, supaya engkau bersih dari dosa dan tidak ada umatku yang menderita pada hari rayaâ.
Selanjutnya Tgk.Ihsan Harun, MA memberi contoh tentang peperangan yang sudah dihadapi oleh Rasulullah yaitu, perang Badar, betapa dahsyatnya perang tersebut, namun tidak terlebih dahsyat dibanding dengan memerangi hawa-nafsu pada diri sendiri. Dan fitrah manusia diciptakan ALLAH SWT dalam adalah dalam keadaan suci, karena yang menciptakannya adalah ALLAH yang maha suci, dan karena wahyu ALLAH berupa petunjuk dan ajaran Agama Islam juga suci, namun kesucian Agama Islam dan kesucian fitrah manusia yang sudah di anugrahkan kepada manusia itu jarang di sadari, diketahui, dihayati dan di amalkan oleh manusia itu sendiri. ada enam hal bentuk dari fitrah manusia yang di kehendaki:
- Fitrah Uluhiyah, fitrah mencintai dan mengakui sebagai mahluk ALLAH, yang mana manusia wajib beriman dan beribadah kepada ALLAH SWT..
- Fitrah Nafsiyah, yang ingin memilihara harga dan kehormatan diri.
- Fitrah Ijitimaâiyah, yaitu fitrah menghendaki hidup bersama dan bermasyarakat.
- Fitrah Akhlaqiyah, yang menghendaki bahwa manusia wajib mempelajari dan mengamalkan Al-Qurâan sebagai pedoman hidup dan dapat meneladani rasulullah yang berahlak mulia.
- Fitrah Ihsaniyah, fitrah yang menghendaki kebaikan dan keindahan, yaitu baik terhadap sesama umat manusia tidak saling jatuh menjatuhkan, dan menghina. Serta manusia wajib menjaga kebersihan dan keindahan baik alam atau juga hubungan antar sesama.
- Fitrah Fikriyah, yaitu fitrah yang menghendaki kepada manusia harus memiliki ilmu pengetahuan dan daya nalar yang tinggi serta kuat. Manusia wajib mempelajari tanda-tanda kebesaran ALLAH baik dalam firma-NYA dan juga ciptaan-NYA.
Prihal tersebut di atas telah dinyatakan dalam Al-Qurâan, surat Al-Baqarah: 28. Yang artinya:
âMengapa kamu kafir kepada ALLAH, padahal kamu tadinya mati, lalu ALLAH menghidupkan mu, kemudian kamu dimatikan dan di hidupkan kembali oleh-NYA kembali, kemudian kepadaNYA-lah kamu dikembalikanâ
Oleh karena itu bersyukurlah kita yang telah di beri kesempatan hidup rata-rata berusia 65 tahun, dan telah diberi nikmat gratis yang tidak dapat dihitung dan bahkan tak terhitung dan nikmat yang terdapat dalam diri manusia adalah berupa sumber daya manusia, yang induknya adalah Ruhani dan Jasmani. Orang atau manusia yang tidak memanfaatkan kesempatan hidup ini secara maksimal guna untuk menambah Ilmu pengetahuan tentang firman dan ciptaan ALLAH semata.
Terakhir dia mengatakan, sebelum menutup khutbahnya, menyarankan bersyukur dan taatlah kepada apa-apa yang telah di perintahkan oleh sang Penguasa dan sang Pencipta, agar kita tidak merasakan Azab yang pedih. Dan dimanapun, dalam keadaan apapun yang kita hadapi, kendaraan apapun yang kita gunakan hendaklah kita selalu berusaha dan merasa berada di atas Shirathal-Mustaqiim. Kemudian marilah kita berusaha mengajak diri, keluarga, anak, dan masyarakat untuk dapat masuk kedalam rombongan orang-orang yang shaleh dan setia menuju kebahagian seterusnya surga Jannatun Naâiim.
Tausiah tersebut kemudian ditutup dengan amanah untuk dapat melaksanakan tiga program yang telah diwasiatkan Rasulullah kepada kita:
- Membina keluarga shaleh, ayah, ibu dan anak-anak beserta keturunan menjadi orang yang beriman, taat beribadah, dan juga berakhlaq mulia dalam pergaulan supaya diberkati oleh ALLAH SWT.
- Membangun rumah tangga shaleh dengan harta yang halal dan digunakan selain untuk tempat tinggal juga untuk beribadah kemudian tempat mendidik anak-anak.
- Mengadakan kendaraan shaleh dengan uang yang halal dan dimanfaatkan untuk menunjang ibadah dan amal shaleh.
Seterusnya tgk. Ihsan Harun, MA, menyampaikan pesannya kembali dengan diperkuat oleh wasiat dari imam Ghazali, dia bertanya :
- Apa yang paling dekat dengan diri kita? Lalu muridnya menjawab; yang paling dekat adalah orang tua, guru, kerabat. Beliau membenarkan, namun yang paling benar adalah yang paling dekat dengan kita adalah âmatiâ.
- Apa yang paling jauh di dunia ini dari diri kita?? , di jawab oleh muridnya; negara cina, bulan, bintang dan matahari, benar, namun yang paling benar adalah âMasa-laluâ
- Apa yang paling besar di dunia ini?, – gunung, bumi dan matahari. Benar, namun ada yang paling besar yaitu; ânafsuâ .
- Apa yang paling berat di dunia ini?, besi, gajah dan sebagainya, namun yang paling berrat adalah; yang paling berat adalah âmemegang amanahâ.
- Apa yang paling ringan di dunia ini?, angin, debu, dan dedaunan, namun ada yang paling ringan adalah âmeninggalkan shalatâ
- Apa yang paling tajam pada diri kita di dunia ini?, muridnya menjawab dengan serentak, yaitu Pedang, beliau membenarkannya, namun ada yang lebih tajam yaitu âlidah manusiaâ.
Dengan tausiyah ini, Tgk. Ihsan Harun, MA, mengajak kepada kaum-muslimin dan kaum muslimat peserta shalat âId, semoga di dalam momentum ini, serta dengan kembalinya kita ke-fitrah tidak lagi mengotorinya, baik dengan ucapan, ingkar janji, lepas amanah, mengedepankan nafsu dan sebagainya, agar, bila kita bertemu lagi dengan Ramadhan tahun depan, kita masih dalam keadaan fitrah, dan bagi yang tidak memperoleh kesempatan untuk bertemu dengan Ramdhan tahun depan mereka dapat berangkat dalam keadaan suci. (A Rima).