Kebaikan Bermakna Ganda

Oleh : Drs. Jamhuri, MA[i]

Ketika jam kuliah hampir berakhir, biasa seorang dosen bertanya kepada mahasiswanya. Apakah masih ada materi yang perlu ditanyakan ? Dua orang mahasiswi setelah berbisik antara mereka bertanya, apakah semua orang (baik muslim ataupun non muslim) akan mendapat pahala apabila melakukan perbuatan baik ?

Karena mata kuliah yang diajarkan adalah Pendidikan Agama untuk mahasiswa yang bukan kuliah di Fakultas Ushuluddin, tetapi di Politeknik Kesehatan Jurusan Gizi. Maka dengan sepontan pertanyaan itu saya jawab dengan dengan menggunakan analogi dalam bentuk pertanyaan. Karena menurut pilosuf (ahli pilsafat) apabila sesorang ditanya tentang suatu permasalahan, lalu menjawab pertanyaan, itu adalah hal yang biasa dan siapapun bisa melakukannya, tetapi anda akan dianggap sebagai orang yang tidak seperti orang kebiasaan, apabila pertanyaan yang diajukan bisa dijawab dengan mengajukan pertanyaan.

Untuk kasus ini saya jawab, kenapa mahasiswa termasuk kalian yang berada dalam ruangan ini ketika bertemu dengan dosen (termasuk saya) kalian tersenyum, menganggukkan kepala atau berprilaku baik/sopan, hal yang seperti itu juga kalian kerjakan kepada orang lain yang mempunyai hubungan kedekatan dan keistimewaan. Terkadang  prilaku berbeda bahkan terbalik  akan terlihat ketika berjumpa/ berhadapan dengan orang lain yang tidak mempunyai ikatan atau kepentingan apapun.

Tidak dikatakan tidak baik apabila ada seseorang yang ketika bertemu dengan orang lain, ia tidak tersenyum, tidak menyapa, tidak mengangguk atau juga berprilaku biasa. Karena diantara mereka tidak ada ikatan yang mengharuskan perlakuan itu.

Sudah menjadi tabi’at bagi manusia ingin mendapat pengakuan, penghargaan dan penilaian dari semua orang. Terlebih dari orang yang sangat dekat dan akan merasa kecewa apabila suatu pekerjaan baik tidak mendapat pengakuan dan tanggapan dari seseorang. Yang jelas semua kebaikan yang dilakukan  dan akan merasa puas apabila mendapat pengakuan, terlebih dari orang yang mempunyai otoritas memberikannya.

Demikianlah halnya dengan seluruh aktivitas yang dilakukan dalam hidup ini, tidak hanya  shalat, puasa, zakat dan haji. Tetapi lebih luas dari situ seperti nasi yang kita masak, mencuci kain, memandikan anak ketika mau berangkat sekolah, menjual barang-barang yang ada di toko, membersihkan kebun, berkomunikas dengan HP dan lain-lain ativitas yang kita lakukan. Untuk itu semua kita beharap mendapat penilaian, tidak hanya dari orang terdekat, lebih-lebih lagi dari yang Maha Pemberi Nilai yaitu Tuhan yang maha Adil.

Nilai hanya dapat diharap dari  mereka yang telah mebuat ikatan, mahasiswa berharap nilai dari dosen karena adanya ikatan perkuliahan, pegawai berharap nilai dan penghargaan serta pengakuan dari atasan atas surat yang ia ketik karena ada ikatan pekerjaan sebagai atasan dan bawahan. Seorang murid ingin mendapat nilai yang baik dari guru disebabkan adanya pembelajaran, setiap orang sebagai suami-isteri ingin mendapat pengakuan dari anak-anak dan keluarga kedua belah pihak karena adanya ikatan terkawinan.

Legalitas terhadap diri dan apa yang kita kerjakan dari Sang Pencipta hanya dapat diperoleh apabila sudah terlebih dahulu membuat ikatan. Ikatan antara makhluq  dengan Khaliq (Maha Pencipta) disebut dengan aqidah yang memunculkan keyakinan dan disebut dengan iman.

Jadi jelas, mereka yang mendapat nilai terhadap perbuatan baik adalah mereka yang mempunyai aqidah kepada Tuhan, dan tidak ada perbuatan baik sekecil apapun yang tidak diberi nilai baik. Sedangkan mereka yang tidak mempunyai ikatan (aqidah) kepada Allah maka tidak akan mendapat nilai kebaikan dari-Nya, walau sebesar dan sebanyak  apapun kebaikan itu dikerjakan.

Lalu apakah mereka yang tidak mempunyai ikatan (aqidah) kepada Khaliq, mendapat pembiaran, tentu saja tidak. Karena sifat Tuhan yang Maha Baik itu terpantul pada diri manusia, maka manusia juga dalam batasan makhluk mempunyai sifat baik dan melalui sifat inilah manusia sanggup berbuat baik dan sanggup juga mengatakan, menilai atau mengakui kebaikan yang dilakukan oleh orang lain.

Karenanya tidak salah apabila mahasiswa seperti halnya disebutkan di atas menanyakan apakah kebaikan yang dilakukan oleh semua manusia mendapat nilai dari Tuhan, realita dalam keseharian dapat kita lihat, banyak sekali orang-orang yang tidak berkayakinan kepada Ar-Rahman tetapi berbuat baik, malah kebaikan yang ia lakukan melebihi kebaikan yang dilakukan oleh orang Islam.

Dalam persi aqidah yang kita yakini sebagaimana telah diuraikan, bahwa mereka yang telah mengikat diri (aqidah) kepada Tuhan, dia mendapat dua penilaian, pengakuan dan penghargaan terhadap kebaikan yang dilakukan. Yaitu dari Allah dan dari manusia sekitarnya termasuk  juga dari dirinya sendiri, sedangkan mereka yang tidak membuat ikatan dengan Tuhan mendapat penilaian, pengakuan dan penghargaan dari manusia termasuk dirinya.

Sangatlah wajar di sisi Tuhan dan menurut manusia itu sendiri, apabila ada orang yang selalu berupaya berbuat baik untuk mendapatkan penilaian, pengakuan dan penghargaan dari orang lain. Apakah sebagai atasan dan bawahan dalam sebuah lembaga, sebagai suami-isteri dan anak-anak dalam sebuah keluarga, sebagai seorang yang ingin menjadi calon pemimpin dari masyarakat yang akan memilihnya, sebagai rakyat dan pemimpin yang sedang berkuasa. Dengan tidak pernah melupakan bahwa kebaikan yang kita lakukan tidak mendapat pembiaran dari Tuhan Yang Maha Rahman dan Rahim.



[i] Presenter Program “Keberni Gayo” di Aceh TV Banda Aceh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.