Qertoev Kopi Taklukkan Jakarta dengan Kopi Gayo

Win Hasnawi merambah kepongahan Jakarta. Diantara jutaan penduduk berbagai ethnis Indonesia , bersama racun C02 yang dikeluarkan kenderaan dan berbagai jenis usaha demi survive di Ibukota. Loe lu, gue gue.

Keringat sudah biasa diteriknya Kota Internasional ini , antara belantara tembok menjulang dan bau selokan serta sampah . Win Hasnawi coba menaklukkan Jakarta menurut cara dan potensinya. Tidak mudah memang. Tapi berpantang surut pulang. Kepalang basah. Layar sudah terkembang

Hidup di negeri bersimbah jutaan batang kopi arabika dan robusta yang menebar aroma bunga sesaat setelah hujan yang khas , ditemani cangkul, tape, parang, penggower kupi dan rumput-rumput disela kopi, tak membuat Win Asnawi tenang.

Kearifan local ditengah kebun kopi rakyat tak membuat darah muda Win Asnawi berhenti bergejolak, selalu menggelora hingga dia memutuskan “keluar” dari arena penghasil kopi terbesar di Asia ini. Merantau , menangkap peluang usaha kopi di Jakarta.

……

Jamaknya , bila ingin menikmati  kopi yang membuat candu dengan kafeinnya,  pecandu kafein cukup menyediakan bubuk,  gula, dan air panas di rumah atau memesan secangkir kopi dari sipenjual. Pun begitu, cara saji kopi modern saat ini telah mengubah style penyajian kopi hingga berharga sangat mahal di tempat paling bergengsi sekalipun.

Sebutlah gerai kopi terkemuka Starbuck yang serba modern.Mengunakan alat canggih dalam pengolahan biji kopi untuk disaji,  seperti mesin ekspresso misalnya.

Berbekal ‘darah’ kopi yang mengalir ditubuh seorang Win Asnawi, 35, kemudian coba menggantungkan nasib di Rimba usaha Jakarta sebagai distributor kopi gayo asal Takengen, Aceh Tengah. Meski tak mudah, Win sudah kibarkan bendera. Bersaing dengan berbagai kopi produk dunia dan Indonesia.

“Awalnya karena belum dikenal, untuk memasarkan kopi Gayo sangat sulit di sini (Jakarta-red). Namun untuk meyakinkan para ‘pemburu’ cita rasa kopi, saya memperkenal  biji kopi yang bermutu  asal Takengen,” sebut  Hasnawi , kamis (9/6) di gudang penampungan kopi Qertoev miliknya di Pondok Ranji,  Ciputat Tanggerang Selatan.

Win Hasnawi tidak saja memperkenalkan kopi Gayo yang special di rasa dan aroma. Dia juga memperkenalkan cara lama urang gayo menikmati cita rasa kopi yang telah ada di Gayo sepanjang sejarah kopi gayo di Dataran Tinggi Aceh itu. Yakni kupi qertoev.

Penyajian kupi qertoev adalah kopi Gayo yang telah disajikan dalam gelas, tanpa gula. Sebagai gula kupi, biasanya disediakan gula aren. Umumnya, gula aren dikunyah terlebih dahulu, lalu air kopi diseruput.

Manisnya gula aren dan pahitnya kopi arabika atau robusta bertemu didalam mulut. Inilah kupi qertoev itu.“Keunikan tehnis saji  qertoev inilah yang saya tawarkan sekaligus memperkenalkan kopi luwak dan arabika  kepada pembeli. Dan saat ini setelah mereka menikmati cita rasa kopi gayo, banyak pesanan  berdatangan. Artinya semakin banyak kebutuhan akan biji kopi asal Gayo maka dengan begitu kesejahtraan petani  juga akan terbantu, karena saya membeli dengan harga cukup menjanjikan,” kata Win tersenyum.

“Seiring meningkatnya kebutuhan akan biji kopi oleh konsumen, kini saya menyiapkan 20 petani binaan di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Dengan begitu  dari puluhan hektar kebun petani yang telah bekerja sama  dengan kami, puluhan ton kopi pertahun dapat kami salurkan ke konsumen local dan luar negeri,” terangnya.

Menurut Hasnawi, untuk kebutuhan konsumen Jakarta, ia harus menyiapkan 300 kilogram bubuk kopi luwak perbulan. Green bean  2-3 ton perbulan. Sementara untuk kebutuhan ekspor seperti ke Belanda 60 ton pertahun. Korea 40 ton pertahun dan China gabah kopi arabika luwak sebanyak 500 Kg perbulan.

“Untuk menjaga kwalitas biji kopi dan kepuasaan konsumen, selama ini kami mengutamakan kopi specialty. Artinya kopi tersebut harus organic dan langsung dari perkebunan petani yang telah kami bina. Jadi bukan kopi sembarangan,” terangnya.

Perlu diketahui tambahnya, harga kopi luwak sangat menjanjikan  dipasaran  Jakarta bila telah menjadi bubuk nilai jualnya mencapai Rp 2 juta perkilogram, gabah luwak Rp 150-250 perkilogram. Sementara gabah arabika gayo Rp 90,5 ribu perkilogram.

“Untukmeningkatkan kesejahtraan petani kopi di dataran tinggi Gayo khususnya. Perlu adanya keseriusan dari semua pihak. Dari itu saya berharap kita bersama-sama mempromosikan hasil bumi dari “negeri petro kopi” ini kepermukaan, sehingga kebutuhan akan kopi gayo semakin meningkat, dimana bila hal ini dapat terwujud buntutnya jerih payah petani dapat dihargai dengan sepantasnya,” pungkas putra Gayo asal Pegasing, Aceh Tengah ini berharap. (Irwandi MN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.