“Belum ada sosok calon bupati Kabupaten Bener Meriah yang menjadi pilihan masyarakat petani seperti kami ini,” demikian pernyataan polos salah seorang petani tomat dikampung Ujung Gele Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah, Rahmandi yang ditemui saat mampir dilahan pertaniannya terpaut beberapa ratus meter dari Pendopo Bupati kabupaten penghasil kopi dan sayuran di Aceh tersebut, Rabu (2/11).
Apa alasan petani ini berkata demikian ?. Ternyata selama ini dia merasa seperti tak ada peran pemerintah dalam memperbaiki hidupnya yang sehari-hari berteman dengan cangkul, parang dan handsprayer. “Mereka dengan keasyikannya sendiri, dan kami juga begitu,” ujar Rahmandi saat beristirahat digubuknya. Hujan deras sedang mengguyur kawasan tersebut.
Dicontohkan Rahmandi, dalam teknik bercocok tanam. “Saya tidak mengatakan jika aparat pemerintah terkait tidak pernah berkunjung menemui kami memberi bimbingan teknis, namun kenyataannya kami bercocok tanam dengan pengetahuan seadanya, tanpa buku dan tanpa bimbingan,” ujarnya.
Pernah mereka datang dengan mobil mewah-mewah, imbuh Rahmandi, namun yang ada saya malah rugi. Mereka hanya foto sana-sini dilokasi pertanian saya dan saat pulang malah saya kerepotan mikirin NU mereka berupa hasil pertanian saya,” keluhnya. NU adalah kependekan dari Nemah Ulak, bahasa Gayo sebutan untuk oleh-oleh.
Pengakuan petani beranak satu ini, dirinya lebih berterima kasih kepada penjual pupuk yang kerap memberi mereka baju, kalender dan memberi bimibingan penggunaan pupuk atau obat-obat pertanian yang mereka jual.
Dalam permodalan, dia juga mengaku menerima modal kerja dari para pedagang pengumpul. “Saat ini saya masih berhutang kepada salah seorang pedagang pengumpul hasil pertanian. Dia memberi saya modal bertani, namun karena harga kurang cocok, saya belum mampu melunasi hutang tersebut,” kata Rahmandi. Sesekali dia memperbaiki letak kayu bakar didepannya agar api penghangat dalam gubuk tersebut menyala dengan baik.
Untuk mempengaruhi pasaran komoditi pertanian, selama ini peran pemerintah juga tidak ada. “Darimana hendak saya nilai adanya peran pemerintah bisa mempengaruhi harga hasil pertanian kami. Harga tinggi karena permintaan pasar tinggi, dan jika harga anjlok karena permintaan rendah. Tak ada urusan dengan pemerintah,” katanya.
Pilih Kandidat yang Nyawer
Ditanya apa ada sosok calon pemimpin yang ideal untuk Bener Meriah, Rahmandi mengaku tidak punya pilihan. “Kita tunggu saja kandidat bupati yang nyawer Rp.100 ribu maka dia yang kita pilih,” katanya.
Kedengarannya memang asbun (asal bunyi), namun kemudian dia menimpali. “Itulah harga suara kami masyarakat level bawah. Rp100 ribu untuk 5 tahun, hitung saja berapa perharinya. Dan itu lebih baik baik bagi kami daripada tidak mendapat apa-apa dari mereka,” imbuhnya.
Dia kemudian mengungkapkan kekesalannya terhadap kualitas jalan di Kabupaten Bener Meriah. “Pelak kenderaan roda dua kami umumnya baling alias bengkok gara-gara sering keperosok kedalam lubang jalan. Mana kepedulian pemerintah ?”, ujarnya bernada tanya.
Hujanpun reda, dia kelihatannya ingin melanjutkan pekerjaannya, sayapun pamit beranjak lanjutkan perjalanan. Niat meneruskan perjalanan ke Bener Kelipah meliput kunjungan Gubernur Aceh ke salah satu pesantren di kecamatan tersebut saya urungkan. Hilang semangat.
Rencananya ingin ke Wonosari mewawancarai keluarga korban pembantaian 3 orang satu keluarga di Takengon beberapa hari lalu juga saya batalkan. Pikiran saya melayang mengingat jalan yang saya lalui dari kota Takengon. Teringat tawa-tawa orang diareal fasilitas pemerintah yang sebelumnya saya juga berada diantara mereka. Gelak tawa seperti tak berdosa.
Syukurlah, ada 2 orang nenek kebetulan melintas masing-masing dengan beban jinjing dan gendongan. rupanya mereka hendak ke pusat pasar Simpang Tige Redelong menjual sayuran dari kebun mereka. “Win nguk ke kami numpang, lempuk pedih kidingni,” sapa salah satu dari mereka berbahasa Gayo bernada permintaan untuk menumpang.
Dengan senang hati saya membukakan pintu mobil buat mereka. Sambil menyetir, iseng saya bertanya apakah mereka sudah punya pilihan untuk bupati Bener Meriah yang akan dipilih 24 Desember 2011 mendatang. Mereka menjawab belum ada dan menunggu arahan dari anak atau cucu.
Keduanya juga mengaku kemana nantinya orang banyak memilih, maka mereka akan ikut-ikutan. “Kusi kahe kene anak atau kumpu kone kami milih. Kegere keta kusi jema dele, kone kami,” kata mereka. (Kha A Zaghlul).