“Urang Gayo pada dasarnya tidak bodoh tetapi sumber-sumber belajarnya saja yang terbatas”
Pagi masih terasa sangat gelap namun para Mahasiswa Gayo yang ada di Asrama Laut Tawar Yogyakarta bergegas bangun saat mendengar takbir berkumandang bersahut-sahutan memecah kesunyian pagi Minggu (6/11/2011).
Bergegas para mahasiswa tersebut berangkat ke lapangan yang masyarakat sekitar sering menyebut lapangan Bola Pingit.
Selesai shalat Id dan mendengarkan kutbah, mereka kembali ke asrama dan mempersiapkan hajatan penyembelihan hewan qurban yang pada tahun 2011 ini mahasiswa Gayo Jogjakarta menerima satu ekor kambing dari Sabiqul Khair (alumni mahasiswa program Pascasarjana Universitas Gajah Mada).
Seorag demi seorang mahasiswa Gayo yang tinggal di kos-kosan juga mulai hadir dan langsung membantu bergotong-royong mengerjakan apa yang sekiranya perlu dikerjakan dalam hajatan tersebut.
Hadir dalam kesempatan tersebut Ali Hasan yang diminta hadir untuk memberi tausyiah keagamaan kepada puluhan mahasiswa tersebut. Ali Hasan adalah Pembina Umum Ikatan Pemuda Pelajar Mahsiswa Laut Tawar Yogyakarta dan dalam kesempatan itu disampaikan sejarah Idul Qurban dengan mengisahkan sejarah nabi Ibrahim bersama anaknya nabi Ismail AS. Dia menjelaskan tentang beberapa keteladanan dari nabi Ibrahim AS.
Pertama, pembina umum menyampaikan bahwa saat ini mahasiswa harus mempertegas kembali peran strategisnya sebagai agen of change and agen of social control (agen perubahan dan control sosial) dengan meneladani prinsip-prinsip revolusioner yang telah nabi Ibrahim contohkan untuk ummat manusia.
Kedua, Nabi Ibrahim mengajarkan kita tentang pendidikan demokrasi yang harus di manifestasikan dalam organisasi terkecil kita yaitu rumah tangga, beliau dengan bijak mengajarkan pentingnya keterbukaan komunikasi antara anak dan orang tua agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam sebuah keluarga serta terciptanya keluarga sakinah yang saling menghargai, hal ini tergambar dalam dialog yang di lakukan nabi Ibrahim untuk meminta pendapat anaknya ketika akan di sembelih sebagai Qurban, yang pada akhirnya muncullah sebuah kerelaan dan kepatuhan dari sang anak.
Ketiga, Nabi Ibrahim juga mengajarkan kita tentang pentingnya mentaati syariat. Ali Hasan mengatakan bahwa orang Gayo dan Aceh di percaya lebih mampu dan lebih memiliki keilmuan dalam hal agama menurut orang Jawa, tetapi sesekali bolehlah kita melakukan autokritik dan sedikit bertanya apakah kini orang Gayo khususnya mahasiswa telah bisa mentaati syariat sebagimana digariskan, jawabannya ada pada kita semua.
Keempat, Nabi Ibrahim menjadi contoh bagi ummat manusia dalam hal kerelaannya untuk Allah SWT, yaitu kerelaan pada hal yang ia sayangi untuk diqurbankan atas perintah Allah.
Dan yang terakhir, kelima, nabi Ibrahim juga mengajarkan tentang pentingnya sebuah Perjuangan tiada henti hal ini di buktikan dari seringnya nabi ibrahim di siksa secara bertubi-tubi oleh ummatnya dan musuh-musuhnya namun nabi Ibrahim tetap sabar dan terus berjuang menegakkan ketauhidan. Ali Hasan mengaitkan perjuangan nabi Ibrahim dengan perjuangan mahasiswa Gayo Jogjakarta dalam pesan-pesannya untuk mahasiswa.
Dia mengatakan bahwa mahasiswa tidak boleh cengeng dan gampang menyerah, jangan pernah bilang aduh sulitnya, jangan pernah kalah dengan orang lain dalam hal studi di kampus karena Urang Gayo pada dasarnya tidak bodoh tetapi sumber-sumber belajarnya saja yang terbatas.
“Fokuslah belajar!” tegas Ali Hasan. Jangan tergoda dengan situasi, berjuanglah dan manfaatkanlah kesempatan sekarang selagi belajar di Jogjakarta karena perjuangan mahasiswa adalah belajar dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai pulang dengan IPK yang minim hal itu membuat orang tua kecewa, yang sudah terjadi biarlah terjadi namun kedepan kita harus lebih keras dan lebih giat lagi berjuang dan berqurban demi pembangunan peradaban bangsa di masa yang akan datang. (Azmie/03)