Sebuah pesan singkat masuk di handphone Lintas Gayo, tercatat dikirim Senin (12/12/2011) pukul 00.13.44 WIB. “Buka atjehpost, penting” demikian tulisan pesan singkat tersebut.
Sebenarnya tanpa dimintapun redaktur situs berita Lintas Gayo (LG) tiap kesempatan online memastikan membuka situs berita yang didirikan sekitar 10 bulan lalu, beda beberapa bulan dengan LG yang didirikan 29 Oktober 2010.
Bagi Lintas Gayo, The Atjeh Post (AP) ibarat saudara sedarah, saling beri dan saling terima. Kaget, tak percaya dan sedih berbaur saat membaca headline dengan judul Saleum redaksi: The Atjeh Post Pamit. Namun berita tersebut tidak mungkin tidak serius, dan itu adalah postingan terakhir dari awak redaksi AP.
Lintas Gayo yang muncul hanya bermodalkan semangat tanpa uang dan pengalaman yang memadai merasa berhutang budi atas kesediaan AP memposting kembali berita-berita di situs tersebut. Bukan sekedar penyebaran informasi dari Gayo dapat dibaca lebih luas. Namun kepercayaan terhadap diri sendiri para wartawan dan seluruh pengelola LG meningkat.
“Wah, AP posting berita yang saya buat bang,” kata Darmawan Masri beberapa waktu lalu dengan raut muka senang tak terkirakan. Dia wartawan pemula di Tanoh Gayo yang sukarela bergabung di LG karena bukan sekedar memberitakan, namun juga sebagai tempat mengasah keahlian dan kepercayaan diri untuk menulis.
Bukan hanya itu, pembaca setia LG juga kehilangan salah satu sumber berita yang saban waktu diupdate dengan teratur. Bisa diikuti apa komentar pembaca LG dan facebook I Love Gayo saat membaca berita “Pamit” itu.
Bagi LG, AP itu adalah sahabat setia menemani LG. Masih sangat jelas dalam ingatan, saat salah seorang awak AP meminta dikirimi sejarah munculnya facebook I Love Gayo dan situs berita Lintas Gayo untuk diberitakan di AP. Ada penyesalan, permintaan yang jelas-jelas berdasar dari ketulusan awak AP untuk membesarkan LG tersebut belum terlaksana hingga munculnya Saleum Redaksi : The Atjeh Post Pamit.
Rasa terima kasih tak terkirakan dari orang tua Nabila Ulamy Alya’, sang penulis muda Aceh berdarah Gayo yang kisahnya diberitakan di LG dan seterusnya muncul juga di AP. “Terima kasih atas pemberitaan tentang anak saya di LG dan AP, kini dia jadi cover si sebuah majalah di Indonesia,” tulis orang tua Nabila Ulamy Alya’, Ali Abubakar melalui pesan singkatnya kepada Redpel LG beberapa waktu lalu. LG belum bisa sendiri untuk menyampaikan pesannya kepada dunia seperti halnya media-media cetak yang sudah besar lainnya di Aceh yang konon mesti dibackup media yang lebih besar lainnya.
Dirasakan, keromantisan yang sangat manusiawi didambakan pedalaman Aceh, Gayo dan pesisir Aceh sedikit banyaknya mulai tercipta karena saling berbagi berita antara AP dan LG, khususnya di bidang adat istiadat, seni, budaya dan sejarah. “Sayang mulai muncul karena sudah mulai kenal lebih dekat”. Damai itu tercipta dengan saling berbagi informasi untuk saling memahami yang kemudian berbagi rasa.
Pemahaman adat istiadat, seni, budaya dan sejarah yang digarap serius oleh LG dan AP diyakini menghasilkan dampak luar biasa bagi tercipta dan langgengnya “Damai Aceh-Gayo” yang sempat berantakan karena saling curiga. AP dan LG sedang berupaya merajut kembali “mesra” yang pernah terjalin jauh sebelum Belanda datang itu dengan mengajak pembacanya saling tau dan fahami siapa Gayo dan siapa Aceh itu.
Kini LG kehilangan, walau masih tidak percaya sepenuhnya, kedepan LG akan tanpa AP. Kehilangan rekan yang sama-sama berangkat dari kecintaan yang salahsatu tujuannya untuk mencerdaskan para penghuni dan yang pernah lahir di penjuru pesisir Aceh hingga hutan belantara Leuser ini.
“Matahari itu akan terbit kembali, setelah gerhana bulan malam kemarin, karena tak ada bendera yang turun tanpa hymne!” begitu kata Salman Yoga S menanggapi pamitnya AP. (Red)