Oleh : Hamdan*
PERJALANAN waktu melesat begitu cepat. Sadar atau tidak, permasalahan masyarakat pun semakin lama rasanya semakin kompleks saja. Maka dari itu, visi pembangunan masyarakat kita perlu selalu mengusung tema perubahan. Sebab perubahan adalah harga mati untuk melepaskan jeratan kemapanan, yang bisa jadi kontraproduktif dengan cita-cita yang ingin kita raih di masa mendatang.
Dalam mengusung tema perubahan, masyarakat Gayo masih memerlukan orang-orang yang progresif dalam berpikir dan komitmen dalam berbuat. Simbol ini dapat kita temukan pada kaum muda yang senantiasa berkehendak untuk memuliakan diri melalui ilmu pengetahuan. Kaum muda yang penulis maksud di sini sesungguhnya tidaklah melekat pada usia biologisnya, melainkan pada daya dan jiwa mudanya. Begitupun kaum tua, yang penulis maksud bukan tua dalam kategori usia, akan tetapi bisa jadi kaum tua adalah orang-orang muda usia tetapi bersikap tua/anti perubahan yang cenderung pragmatis, lemah, dan oportunistik.
Mengacu pada definisi tersebut, dikaitkan dengan fakta yang ada saat ini, kaum muda yang sesungguhnya sangat sedikit jumlahnya. Mereka terdiri atas orang-orang yang muda dan tua usianya, tetapi tidak pernah alergi dengan perubahan, dengan tidak pula melalaikan kewajiban agama dan adatnya.
Dalam catatan sejarah Indonesia dan dunia, kaum muda adalah simbol perubahan. Proses berkembangnya rasa nasionalisme Indonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda di negeri ini dimotori oleh kaum muda, beberapa diantaranya yang dapat disebut di sini yakni Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, Agus Salim, Cut Nyak Dien, Aman Dimot, Tengku Ilyas Leube, dan yang lainnya. Mereka semua telah membawa bangsa Indonesia sadar akan jati dirinya. Maka untuk konteks masa kini, kaum muda yang berkecimpung di media Lintas Gayo merupakan motor perubahan yang siap mengantarkan masyarakat Gayo ke gerbang kecerdasan, menjadi masyarakat Gayo yang bangga akan sejarah dan identitasnya. Spirit kebanggaan yang sudah seharusnya mengilhami kita semua untuk membangun negeri antara.
Sebagai sebuah wadah yang di dalamnya terdiri atas orang-orang yang berpendidikan -para intelektual dan agen perubahan-, Lintas Gayo telah berkontribusi penting dalam pembangunan Tanah Gayo secara keseluruhan. Sumbangsih Lintas Gayo dapat diukur dari seberapa besar pengaruhnya terhadap perumusan kebijakan daerah, dan seberapa jauh manfaat yang dirasakan oleh masyarakat, sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Secara pribadi, sebagai warga Takengon penulis merasakan manfaat yang sangat besar dengan hadirnya Lintas Gayo di tengah-tengah masyarakat kita. Lintas Gayo telah berhasil mengisi kekosongan media lokal di Tanah Gayo, mewartakan banyak sekali informasi di sekitar kita yang tidak mampu dijangkau oleh media massa mana pun. Lintas Gayo adalah sebuah ruang publik yang mampu memperkuat kinerja pemerintah daerah, melalui kontribusi para penulis dan wartawannya yang sangat dedikatif, progresif, dan konstruktif.
Lintas Gayo merupakan museum mini, yang merekam jejak sejarah Tanah Gayo masa kini, dengan tidak pernah melupakan sejarah perjuangan dan jasa para pahlawan Gayo tempo dulu. Lintas Gayo juga merupakan wadah multifungsi, yang selalu menampung minat dan bakat generasi negeri antara, dalam dunia sastra maupun fotografi.
Namun pembicaraan pada tataran ide saja tidaklah cukup. Tugas kita sebagai masyarakat ialah mengawal produk-produk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat. Produk yang dihasilkan harus mampu membawa perubahan yang positif dalam jangka panjang. Peran Lintas Gayo tidak hanya dirasakan pada kontribusi para penulisnya melalui pesan dan saran untuk perumus kebijakan daerah. Lintas Gayo sesungguhnya juga memainkan peranan penting dalam fungsi kontrol -pengawasan kebijakan- bersama masyarakat, agar pelaksana kebijakan tidak semena-mena dalam menjalankan roda pembangunan yang jauh dari harapan masyarakatnya.
Penulis berharap Lintas Gayo tetap menjaga semangat kemandiriannya sebagaimana yang telah berjalan saat ini. Lintas Gayo harus tetap mengusung tema perubahan, bukan hanya perubahan untuk negeri antara, melainkan juga perubahan untuk wadah Lintas Gayo sendiri agar mampu bersaing dalam era globalisasi informasi. Di sisi lain, sebagai masyarakat Gayo, kita mesti tetap memelihara semangat berkompetisi demi perkembangan diri dan kemajuan kita bersama, yang sesungguhnya sudah tercermin dalam budaya ‘mukemel’, yang salah satu manifestasinya terwujud dalam tradisi ‘didong’. Sesungguhnya nilai-nilai di dalam budaya Gayo sejak dahulu adalah nilai-nilai yang kompetitif, sebuah nilai unik yang belum tentu dimiliki oleh suku yang lain. Berlomba-lombalah untuk kebaikan, bukan berlomba-lomba menuju kehancuran, melalui narkoba dan pergaulan bebas. “Idung bertetunung, adi bermemulo”. Tinggal sekarang bagaimana kita memaknai dan menjadikannya sebagai way of life.
*Penulis, Wiraswasta tinggal di Kota Takengon
.