MENURUT Suhenda (2004:29) pada hakekatnya pengembangan SDM itu dapat dikelompokkan empat pokok masalah, yaitu 1) standar kualitas manusia, 2) kesempatan kerja dan pengembangan tenaga kerja, 3) dan 4) peningkatan mutu pendidikan.
Standar Kualitas Manusia.
Kualitas SDM sesungguhnya merupakan suatu yang sangat sulit diukur, karena ada orang yang lemah intelektual, tetapi cerdas dalam emosi. Atau ada orang lemah secara intelektual tetapi kreatif dan produktif, dan seterusnya. Salah satu ukuran yang diperkenalkan UNDP untuk mengukur kualitas SDM adalah di sebut human development index (HDI). UNDP, Human Development Report, 1996 dalam Suhenda (2004:30) menjelaskan, Penduduk yang kualitasnya rendah nilai HDI-nya rendah mendekati 0, sedangkan yang baik mendekati 1. Indeks tersebut dirangkum dari indikator pendidikan, umur harapan hidup dan pendapatan perkapita penduduk. Dari 173 peringkat HDI dari 174 negara-negara pada laporan UNDP tahun 1996, Indonesia masuk peringkat 102 dengan indexs berkisar 0,641.
Negara ASEAN lainnya, kecuali Filipina, termasuk peringkat 34 dan 53 dengan nilai indeks antara 0,885 dan 0,826. Korea Selatan pada peringkat 29 dengan indeks 0,886, dan China pada peringkat 108 dengan indeks 0,609. Filipina sedikit di atas Indonesia, yaitu peringkat 95 dengan indeks 0,657.
Gambaran di atas bisa saja berubah karena data tersebut sudah lama (1996) berarti sudah 16 tahun yang lalu, namun hingga kini bahwa kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia masih jauh tertinggal dari negara Malaysia, Thailand, Kamboja (data dari Statistk Tenaga Kerja Indonesia, 2010). Sungguh menyedihkan dimana TKI dan TKW kita banyak yang bekerja sebagai buruh kasar, terutama di perkebunan karet dan sawit. Bahkan yang lebih menyedihkan banyak diantara TKI dan TKW kita pulang ke Indonesia menjadi jasad.
Kesempatan Kerja dan Pengembangan Tenaga Kerja
Secara kuantitatif menurut Sehenda (2004:31) Sekitar 40 juta orang tidak mempunyai pekerjaan dan sebagian diantaranya pengangguran terdidik. Angka itu terus bertambah setiap tahunnya. Belum selesai menghadapi masalah pengangguran dalam negeri, Indonesia harus menghadapi berbagai masalah dengan negara lain sehubungan dengan ketenagakerjaan, seperti dengan Malaysia, Arab Saudi, Filipina dan sebagainya. Sampai saat ini masih banyak tenaga kerja Indonesia selalui mengalami nasibyang menyedihkan dan memprihatinkan. Eksploitasi dan pelecehan adalah santapan sehari-hari. Bahkan bulan yang lalu tercatat ribuan tenaga kerja ilegal Indonesia dipulangkan oleh pemerintah Malaysia setelah sebelumnya menerima perlakuan yang tidak berperikemanusiaan.
Sebenarnya, peristiwa ini tidak menyenangkan mengingat Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan sumber daya alam dan mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar. Dua potensi ini jika dapat dikolaborasikan akan menghasilkan sesuatu yang amat menakjubkan. Kelemahan lain yang di alami Indonesia ketidakmampuan mengolah aset negara sehingga wajar jika beberapa sumber produksi yang penting harus dikelola oleh negara lain, yang pada gilirannya menyebabkan angkatan kerja Indonesia kehilangan kesempatan dan akhirnya mengadu nasib di negara lain, dengan menghalalkan segala cara. Lebih dari itu, tindakan kriminalitas juga semakin menunjukkan peningkatan yang luar biasa dari hari ke hari.
Peningkatan Mutu Pendidikan
Pendidikan merupakan kawah candra dimuka dalam pembangunan kualitas manusia Indonesia. Dengan dasar pemikiran itulah maka saat ini pemerintah tengah menggiatkan diri dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Kebijakan ini diambil berdasarkan pengalaman masa lalu di saat Indonesia lebih memfokuskan program pembangunannya pada bidang ekonomi. Usaha-usaha peningkatan mutu pendidikan nampaknya telah diusahakan dengan semaksimal mungkin, indikasi ini nampak jelas bila dibaca dalam undang-undang pendidikan yang baru. Otonomi pendidikan yang mengarah pada pemberdayaan sekolah dan masyarakat dalam dunia pendidikan juga dimaksudkan untuk memberdayakan pendidikan dengan konsep MBS, Broad base education, MBM serta komite sekolah dll.
Pengendalian Mutu Pendidikan
Ada empat kondisi riil kehidupan masyarakat dan gejala penyertaan peserta ajar dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, yaitu: (1) Ketidakmampuan atau kemiskinan orang tua menjadikan sebagian besar tamatan SD, SLTP, dan SLTA tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Disisi lain para lulusan tersebut tidak memiliki keterampilan untuk bekerja mandiri, dan kalaupun bekerja mereka mengerjakan pekerjaan kasar dengan upah rendah, bahkan banyak yang menganggur, (2) Terdapat 40% anak yang memiliki keterbatasan kemampuan intelektual sehingga kesulitan untuk dapat mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, (3) Terdapat gejala tidak berminat belajar pada sebagian peserta ajar, sehingga besar kemungkinan menghadapi kegagalan dalam melanjutkan proses belajar, (4) Terdapat ketidakpuasan orang tua yang kurang berkemampuan melanjutkan pendidikan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi terhadap hasil pendidikan anaknya ternyata dianggap tidak berguna apa-apa untuk kehidupannya (J. Drost, 2000: 12).
Inovasi pendidikan menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan dari masa kemasa. Isu ini selalu muncul takkala orang membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam inovasi pendidikan, secara umum dapat diberikan dua model inovasi yang baru yaitu: Pertama “top-down model” yaitu inovasi pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan; seperti halnya inovasi pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional selama ini, yang biasa disebut sistem sentralisasi. Kedua “bottom-up model” yaitu model inovasi yang bersumber dari hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan, yang biasa disebut sistem desentralisasi yang sedang digalakkan sekarang ini.
Sebagai muatan menarik kepada guru sebagai pendidik, kiranya harus mampu membekali anak didik dengan: 1) ilmu pengetahuan terapan, 2) skill yang tepat guna, 3) kemampuan berbicara bahasa Inggris, 4) pendidikan yang pantas kepada anak didik, 5) mau dan mampu berbuat, 6) loyalitas terhadap pimpinan kerja, 7) performance yang menarik, 8) menumbuhkan percaya diri yang tinggi, dan menanamkan rasa nasionalisme yang tinggi.(ihsandarul@gmail.com)
*Pemerhati dan Penggiat Pendidikan Aceh Tengah