Selebaran Anti Qanun Wali Nanggroe Beredar di Takengon

Takengon | Lintas Gayo – Qanun Wali Nanggroe terus menuai protes kritikan dari beberapa pihak, di Takengon khususnya, selebaran-selebaran yang berisikan penolakan Qanun tersebut datang dari berbagai kalangan, salah satunya adalah pernyataan sikap oleh Gerakan Gayo Raya (G2R), dari copian selebaran yang diperoleh Lintas Gayo, Selasa 6 November 2012.

Dari copian selebaran yang diedarkan dengan menggunakan satu unit minibus jenis panther di seputaran kecamatan Lut Tawar tersebut, G2R menilai Qanun tersebut sangat diskriminatif dan rasis, yang mengabaikan suku minoritas yakni suku Gayo, Alas, Singkil, Jamee, Kluet, Simelue, Tamiang dan suku minoritas lainnya.

Untuk itu, Qanun Wali Nanggroe tersebut menunjukkan bahwa DPRA dan Pemerintah Aceh sudah membuat batas-batas dengan suku minoritas dan Pemerintah Aceh hari ini secara sistematik membelokkan sejarah Aceh dan megeneralisasi semua suku menjadi Aceh.

Dalam selebaran itu juga dituliskan, Qanun tersebut merupakan sebuah upaya pemusnahan suku bangsa (GENOSIDE), pemusnahan peradaban budaya yang pernah ada sebelumnya dan telah melanggar HAM dan SARA.

Untuk itu, G2R menyampaikan pernyataan sikap diantaranya, menyatakan menolak Qanun Lembaga Wali Naggore, mendorong penguatan dewan adat Gayo, mendesak pemerintah pusat untuk segera mengesahkan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) demi tegaknya NKRI.

Dalam selebaran tersebut juga tertulis himbauan kepada rakyat Aceh Tengah untuk hadir mengikuti aksi akbar menolak Qanun Wali Naggroe di halaman Gedung DPRK Aceh Tengah, Kamis 8 November 2012. (Tim LG)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. menurut Aman Nuwin apa solusi terbaik untuk kita kaum minoritas?yang hanya jadi penonton di negeri sendiri,tidak begini masalahnya andaikan QNWLN tidak mencantumkan syarat bisa berbahsa aceh dengan fasih,ingat kita ini beragam,ada gayo,alas,singkil,aneuk jamee,tamiang dan aceh,jadi sangat naif sekali jika mencantumkan syarat tersebut. jadi menurut hemat kami penggaungan provinsi ALA bisa menjadi solusi dan itu tidak bertentangan dengan UU

  2. Benarkah perjuangan ini murni untuk kepentingan rakyat gayo, atau untuk kepentingan seseorang/ sekelompok orang yang sedang berusaha mengalihkan perhatian dari KPK yang akan turun ke Aceh untuk mengusut kasus-kasus korupsi di Aceh..? Masih segar dalam ingatan kita, Bapak-bapak ini akan vokal sebelum mendapat rejeki, JANGAN MAU DIKORBANKAN DUA KALI OLEH KELOMPOK YANG SAMA….. ALA bukan solusi, ALA untuk saat ini terlalu prematur. Mari teriakkan aspirasi untuk perbaikan Qanun Wali Nanggroe supaya lebih baik, MENOLAKNYA sama dengan MENOLAK MoU dan UUPA itu artinya kita tidak mengakui adanya Perdamaian. SADARLAH… KAWAN, SADAR… JANGAN KORBANKAN KEPENTINGAN MASYARAKAT GAYO DEMI AMBISI PRIBADIMU……

    1. Bagaimana tidak menolak, jika isi qanunnya mengharuskan kita pasih berbahasa aceh. mereka orang2 aceh juga jangan terlalu merasa diatas angin lah, membuat qanun seenak perutnya saja, pertimbangkan dulu di provinsi aceh ini berapa banyak sih suku yang pribumi, jangan dianggap semua org yg tinggal di aceh ini adalah orang aceh.
      Satu lagi, yang ditiolak bukannya qanunnya, tapi sebagian isinya yang sudah jauh melenceng dari hak2 masayarakat yg tinggal di aceh, jadi gak ada hubungannya sama menolak MoU atau UUPeAk