Ketika membuka lemari dan melihat lipatan baju, nampak ada terselip sehelai kain yang agak lusuh berwarna merah dan putih. Kucoba mengambil dan membuka lipatannya, ternyata selembar bendera negaraku yang sekian lama tidak dikibarkan di halaman rumah.
Padahal, sudah jelas. Jika setiap memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia, merah putih semestinya berkibar di halaman rumah, tentunya karena kita bangsa Indonesia yang berdaulat, dari Sabang hingga Merauke dan hanya memiliki satu bendera. Yakni, merah putih.
Ehem…aku terbatuk, ketika akan duduk di beranda rumah. Istriku memberikan segelas kopi dan koran terbitan lokal yang setiap hari “hinggap” di meja. Di halaman depan tertulis dengan huruf kapital dan besar “ Aceh resmi memiliki bendera dan lambang ”. Waw, bagiku ini suatu kejutan .
Kenapa kejutan? Pertanyaan itu berkecamuk di dalam hati. Karena saya merasa, beban moral sebagai anak bangsa, untuk mengibarkan bendera merah putih saja sangat tidak istiqamah. Kini ditambah lagi beban untuk mengibarkan bendera yang “katanya” milik Bangsa Aceh.
Saat duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA hingga Kuliah. Ilmu yang mempelajari tentang nasionalisme rasanya sudah penuh di kepala untuk diterapkan dan di amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tentu, salah satu tujuannya, supaya kita sebagai anak bangsa agar memiliki rasa cinta dan berterimakasih kepada para pejuang yang telah membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan. Minimal, rasa cinta itu diungkapkan dengan mengibarkan bendera negara ini.
Tapi, aku masih juga “mangkir” dan “tak setia” serta lupa untuk mengibarkan bendera merah putih di saat memperingati hari-hari besar negara ini. Kini, ditambah lagi dengan beban dan rutinitas yang baru mencintai bulan sabit.
Aku merasa, seolah-olah dipaksakan untuk “berpaling” dari merah putih atau mendua, agar mencintai satu lagi (Bendera Aceh). Sementara, sebagian dari kita belum pernah belajar dan diajarkan untuk mencintainya.
Namun, aku tetap meminta bahkan saat di dalam doa, selalu terbetik kalimat, agar dapat mencintai keduanya (merah putih dan bintang bulan sabit). Berharap, Penguasa jagad alam ini memberiku petunjuk, untuk memilih satu di antara dua. Atau tidak sama sekali.
*Warga Takengon (ucok_arias[at]yahoo.com)
Dgn qanun saja sudah salah, seolah ingin mendirikan negara di dalam negara, nah sekarang udh pakai bendera… apalagi melihat latar belakang bendera bln sbit itu yg prnh ingn mmsah kn dri dr nkri….
Slmat brjuang calon pnduduk ALA. Sdh saat’a pemekaran krn msyrakat aceh pssir sdh mlai mnggila… qt sbg msyrakat aceh yg waras harus mmsahkan dri dari yg gila….