Takengen | Lintas Gayo : Untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dan memberikan keamanan dengan didasari bahwa kepolisian tidak dapat bekerja sendiri tanpa bantuan masyarakat dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) bekerja sama dengan IOM (International Organization for Migration) yang didukung oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dan Uni Eropa bertujuan mempercepat reformasi POLRI dalam tiga bidang, yaitu bidang struktural, intrumental dan kultural sesuai dasar nota kesepahaman POLRI-IOM No. 15/V/2010 dan 01/IOM/INP/V/2010 tanggal 3 Mei 2010 tentang Percepatan Implementasi Polmas dan HAM.
Sekaligus menindak lanjuti peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 tahun 2008 tanggal 13 Oktober 2008, Kepolisian Resort (Polres) Aceh Tengah dan IOM menggelar pertemuan untuk membuat kesepakatan mendukung konsilidasi reformasi POLRI di Aceh Tengah dengan tema “Penitipan Peran Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM)” ke dalam Tuha Peut/Sarak Opat di Gayo, dan Majlis Duduk Sekitar Kampung (MDSK) d Aceh Tamiang atau nama lain. Acara tersebut digelas di Ops Room Sekdakab Aceh Tengah, Selasa, (12/4/2011) yang dihadiri oleh seluruh stakeholder (Pemangku Kepentingan), Kapolres, Kepala Kepolisian Sektor (polsek)/Polsubsektor se- kabupaten Aceh Tengah, Bupati Aceh Tengah, DPRK, MPU, MAA/MANGO, STAI Gajah Putih, LBH APIK, Koordinator PWI, KNPI, LSM, Pers (Serambi, Rakyat Aceh,RRI, Harian Aceh, Lintas Gayo, Project Assintant IOM.
Dalam acara tersebut ditandatangani kesepakatan bersama sembilan pilar Polisi Masyarakat (Polmas) dengan harapan menjadi sumbangan yang sangat berharga dan akan menjadi landasan berpijak bagi pihak yang terkait serta terpanggil jiwanya untuk segera dapat memulai tugas dalam memecahkan masalah guna mencegah terjadinya kejahatan atau kriminalisasi.
Nota kesepakatan ditandatangani oleh AKBP. Edwin Rachmat Adikusumo (Kapolres Aceh Tengah), Bupati Aceh Tengah yang diwakili Khairul Asmara (Sekda Aceh Tengah), M, Taqwa (Wakil Ketua DPRK Aceh Tengah), Tgk. H. Mohd. Ali Djadun (Ketua MPU), H. Mustafa, AK (Ketua MAA/MANGO), Zulkarnain, M.Ag (Plt. Ketua STAI Gajah Putih), Amna Zalifa, SH, MH (LBH APIK), Bahtiar Gayo (Koordinator PWI Aceh Tengah), Khalisuddin, S.Pt (Ketua Bidang Humas KNPI Aceh Tengah).
Diharapkan kesepakatan bersama tersebut menjadi perekat untuk bersatu dalam memelihara perdamaian di Provinsi Aceh melalui implementasi Polmas dengan pendekatan budaya Aceh guna memecahkan permasalahan yang timbul di tengah-tengah masyarakat.
Ni Luh Putu Karniasih, Project Assintant IOM dalam paparannya menyebutkan bahwa tujuan kerjasama POLRI-IOM tahap II di Aceh 2010-2012, memiliki tujuan khusus yaitu terkonsolidasinya implementasi Polmas untuk kesinambungan pelaksanaannya dan tujuan umum yaitu berkontribuasi dalam kesinambungan dan konsolidasi perdamaian serta stabilitas melalui dukungan terhadap pemolisian demokratis di Aceh.
Dengan hadirnya kesepakatan bersama, diharapkan permasalahan masyarakat dapat diselesaikan melalui peradilan adat sebelum ditangani oleh pihak kepolisian. Bahwa Sara Kopat memiliki peran yang sangat penting dalam tatanan hukum masyarakat yang berlandaskan musyawarah “sifat peradilan adat adalah musyawarah” jelas Mustafa, ketua MANGO (Majlis Adat Aceh Negeri Gayo)
Kapolres Aceh Tengah berharap kepada seluruh jajaran dan undangan yang hadir untuk membangun kerjasama yang baik dengan seluruh komponen masyarakat dan memberikan pelayanan. Dan apabila terjadi permasalah di kampung terlebih dahulu diselesaikan secara adat namun dilaporkan kepada Kapolsek setempat.
Hal senada juga disampaikan Khairul Asmara, “Polisi harus mendapat kepercayaan dari masyarakat jangan ada jarak, terbangunnya kepercayaan kedua belah pihak dalam memahami arti penting kerjasama” pungkas Sekda Aceh Tengah tersebut.
AKP, R. Gunawan, Kapolsek Kota yang juga trainer Polmas dan HAM, menjelaskan fungsi Polmas sebagai peran memecahkan masalah yang akan timbul dikemudian hari untuk mendapatkan penyelesaian bukan menyelesaikan masalah yang ada. Dan peradilan adat hanya menyelesaikan permasalahan sesuai Resaum dan telah diatur dalam Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2008 tentang kehidupan Adat dan Adat Istiadat.(wyra)