Oleh : Yunadi HR
Setelah lahirnya PERPU (Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang) di penghujung ahir masa jabatan (AMJ) Presiden SBY; seakan menjadi angin segar kala itu; manakala sebahagian besar masyarakat terasa lebih “menyukai” proses pemilihan kepemimpinan di daerah atau biasa disebut Pilkada dilaksanakan secara langsung. Karena saat itu juga di ahir Masa Bakti DPRRI Periode 2009 – 2014 justru melahirkan UU Pilkada Terbaru saat itu yang mekanisme pemilihannya adalah tak langsung; atau melalui DPRD. Saat itu Voting dilakukan Kubu KMP VS KIH dan dimenangkan oleh KMP;dramatisnya adalah manakala Fraksi Demokrat Walkout (meninggalkan Ruangan) sehingga kubu KMP gegap gempita memenangkan Voting bahwa Pilkada dilaksanakan secara tidak langsung.
Sikaf Fraksi Demokrat Kala itu berujung kecaman kepada SBY. Bahkan muncul Hasstag #ShameOnYouSBY, dan kecaman-kecaman lainnya. Nah kemudian menjelang Oktober diahir Masa jabatan SBY; Terbitlah PERPU yang membatalkan UU Pilkada yang sebelumnya ditetapkan DPRRI.
PERPU akan Berlaku sejauh DPRRI tidak melakukan penolakan,dan Ternyata kemudian PERPU itu diperkuat kembali oleh DPRRI dengan menyetujui PERPU PILKADA menjadi UU No.1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan gubernur, bupati dan walikota;, dengan mekanisme pemilihan Langsung.
Tidak berapa lama kemudian DPRRI bersama Pemerintah membentuk PANJA (Panitia Kerja) untuk Merevisi Undang-undang tersebut; UU No 1 Tahun 2015. Upaya PANJA Revisi UU No.1 Tahun 2015 adalah guna menyempurnakan terkait teknis dan mekanisme serta perbaikan-perbaikan dalam proses Pilkada yang dirasa di tahun-tahun sebelumnya terdapat beberapa kekurangan.
Adapun beberapa point dalam rencana Revisi UU No.1 Tahun 2015 yang telah disetujui Panja untuk di rubah dan nantinya ditetapkan menjadi bagian dari UU Pilkada adalah,antara lain; bahwa Pilkada langsung dilaksanakan secara serentak dalam beberapa gelombang antara lain Tahap pertama 2015, Tahap selanjutnya 2017 dan 2018. Kemudian persyaratan dari Calon Bupati dan Wakil Bupati Jalur Perseorangan minimum melampirkan KTP Pemilih sebanyak 10% sesuai dengan undang – undang nomor 08 tahun 2015 pasal 41, untuk daerah dengan penduduk sampai dengan 250.000 jiwa. Point paling krusial dan sekaligus menarik adalah ambang batas pemenang Pilkada adalah 0% dari jumlah suara syah. Diluar ketentuan ini beberapa ketentuan terkait pemilukada hampir sama saja dengan ketentuan pilkada langsung sebelumnya.
PILKADA ACEH TENGAH DIPERCEPAT..?
Dikarenakan adanya penentuan beberapa gelombang pelaksanaan Pilkada langsung secara serentak; membawa dampak bahwa disebagian besar wilayah Aceh akan melaksanakan Pilkada serentak dibulan februari 2017. Hal ini disebabkan karena banyak kabupaten/ kota di Aceh, termasuk untuk posisi Tampuk kepemimpinan di Aceh akan berahir masa Jabatan pada Tahun 2017. Dan bersarkan kesepakatan PANJA Revisi UU No.1 Tahun 2015; menyebutkan bahwa” untuk Gubernur,Bupati/walikota yang Ahir masa jabatan semester ke-2 tahun 2016 dan Tahun 2017; maka pilkada akan dilaksanakan pada Februari 2017″. Hal ini membawa konsekwensi bahwa Hampir dipastikan Tidak akan ada PJ Bupati di Aceh Tengah. Karena masa Bakti Bupati Aceh Tengah periode 2012 s/d 2017 adalah sampai dengan 27 Desember 2017. Sementara pelaksanaan Pilkadanya pada Februari 2017,paling lambat april 2017, atau 10 bulan sebelum AMJ Bupati yang sekarang Berahir. Bisa saja nantinya Bupati Terpilih sudah ada, akan tetapi bupati yang sedang bertugas juga masih ada. Untuk Aceh Tengah nantinya dipastikan akan ada Bupati terpilih dan bupati yang sedang menjabat.
Beberapa Pihak Yang Berpotensi Meramaikan Pilkada Februari 2017.
Dengan Ambang Batas Perolehan pemenang Pilkada adalah 0%; hal ini akan menjadi sebuah hal baru yang menarik dalam pelaksanaan pilkada serentak kali ini. Konsekwensinya adalah berapapun persentase perolehan suara pemenang pilkada akan tetap diperhitungkan dan akan dinyatakan menjadi pemenang pilkada atas pasangan peraih suara dibawahnya.tidak ada lagi keharusan harus mendapatkan suara minimal dari perolehan total suara syah seluruh pemilih. Dan hal ini berimplikasi pada kepastian hanya akan ada satu putaran dalam pilkada yang akan dilaksanakan nanti.
Kondisi itu satu sisi adalah upaya penghematan dan efisiensi dalam proses pilkada. Disini lain sebenarnya ini sebuah kemunduran, karena belum tentu suara mayoritas dari keseluruhan suara pemilih yang memilih, bisa saja akan terpilih menjadi Pemenang pilkada dan akan menjadi Gubernur atau bupati/walikota. Hal ini dipastikan akan memunculkan banyaknya calon yang akan bertarung, baik itu “calon Atau pasangan Calon Orisinil” atau jstru calon-calon yang diciptakan guna untuk memecah suara. Dengan jumlah partai yang ada di DPRK Aceh Tengah Konfigurasi kursi yang ada; maka kita bisa memprediksi paling tidak akan ada 3 Calon Bupati yang diusung dari jalur partai,dengan minimum 20% kursi di DPRK,atau setara dengan 6 kursi. Ketiga calon itu dipastikan dari gabungan parpol karena tidak ada satu partai pun yang memiliki 6 kursi. Maka bukan tidak mungkin, calon pertama berasal dari gabungan Parpol; PPP,PKB,Golkar dan Demokrat (12 Kursi). Lalu Calon selanjutnya dari Parpol Nasdem, PDIP dan Hanura ( 9 kursi ) serta calon dari parpol PAN, Gerindra dan PA (9 kursi). Hal itu tentu bukan sesuatu yg final,itu adalah prediksi saja, karena kepastiannya adalah saat para calon dimaksud didaftarkan oleh partai pengusung tersebut ke KIP. Juga demikian halnya dari perseorangan; dengan 10 % dukungan KTP penduduk,maka diperkirakan akan ada 5 atau 6 calon perseorangan yang akan mengikuti pilkada Aceh Tengah kedepan. Artinya akan ada 8 atau 9 calon. Calon potensial dari kalangan muda tampaknya mulai muncul dan memasang strategi, ada yang dilingkaran kekuasaan juga ada pula yang diluar polarisasi kuasa itu, akan tetapi kesemuanya memiliki potensi. Siapakah mereka..?. Lambat namun pasti,akan segera muncul…(Bersambung).
* Penulis adalah : Pemerhati sosial politik Gayo dan Dosen FISIPOL UGP Takengen