“kitalah yang sehat,” kata Frenky kepada saya, saat kami bersua untuk kesekian kalinya di Takengon. Kami lalu memesan dua cangkir kopi dan menyeruputnya. Dua piring nasi guri juga dipesan di kedai seberang jalan. Kami melinting daun nipah dan mengepulkan asapnya ke udara.
Frenky, pria yg dikenal luas di Takengon, sebagai pria yg selalu berjalan kaki dan menyapa dengan “khas..aheii…iiii”.
Sesekali kami bertemu dia di Masjid Raya Ruhammah, masjid terbesar di kota itu. Lain waktu, bertemu di kafe, dan di Pasar Ikan. Ia dengan gembira, pernah ikut baca puisi bersama saya di Datu Kafe.
“Kitalah yang sehat,” katanya lagi.
Pagi itu, aku bertemu Franky saat aku bersama ibu dan istri, melintas di Pasar IkanTakengon. Kami bertegur sapa. Franky lalu mengiringi perjalanan kami dan berhenti di sebuah kafe mentereng di Jalan Sengeda. Ia sibuk mengatur lalulintas, karena aku berjalan sambil mendorong ibu di kursi roda, melintasi simpang lima dan berbelok ke Jalan Sengeda.
Aku merenungi makna “Kitalah yg sehat.” Dan sepakat dengannya. Hanya orang sehat yg menikmati pagi dg gembira, tertawa, minum, kopi, berolahraga, dan terasa dunia milik kami bersama….yang lain nyewa… (FB Fikar W Eda)