Pemilihan Duta Wisata Aceh (PDWA) baru saja di helat beberapa minggu yang lalu. Dalam ajang yang katanya bergengsi ini setiap kabupaten diseluruh Aceh mengirimkan Duta-nya untuk diperlombakan dalam ajang tersebut, seperti biasanya terpilihlah sepasang duta yang akan mewakili aceh di Pemilihan Duta Wisata Indonesia (PDWI).
Malam itu penulis hadir melihat malam Grandfinal yang berlangsung cukup meriah disalah satu gedung serbaguna milik swasta di ibukota provinsi ini. Menyaksikan betapa megahnya ceremonial pemilihan duta tersebut penulis cukup terkesan dan membawa penulis untuk mempelajari lebih jauh tentang keberadaan si Duta khususnya Duta Wisata.
Pada dasarnya, keberadaan Duta Wisata tidak membawa keresahan bagi diri penulis bahkan keberadaannya tidak juga berpengaruh bagi penulis pribadi, namun ada beberapa poin yang menjadi penyesalan tersendiri bagi penulis terhadap keberadaan Duta Wisata ini. Berikut penulis paparkan beberapa hal yang menurut penulis patut menjadi bahan pertimbangan kita untuk meningkatkan pemahaman terhadap keberadaan Duta Wisata.
Pertanyaan yang paling dasar terkait hal ini adalah, Apa Fungsi Duta Wisata ? dan Apakah anggaran yang di keluarkan untuk memilih para para duta ini berbanding lurus dengan kinerja mereka ?
Menjawab pertanyaan pertama perihal fungsi duta wisata penulis mengutip pernyataan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Bapak Reza Fahlevi dari salah satu media elektronik saat memberikan sambutanya di malam Grand Final PDWA 2016 di Langsa, beliau mengatakan Duta Wisata dituntut mampu untuk menjadi Duta yang baik dan profesional juga mampu membangun citra positive tentang Aceh. Artinya, semua pihak berharap keberadaan duta wisata bukan hanya sekedar menjadi duta dutaan yang tugas dan fungsinya saja tidak tau, belum lagi Duta Wisata yang katanya adalah pelopor utama promosi pariwisata malah menolak berperan aktif dalam mempromosikan pariwisata daerahnya, ini kan konyol.
Ditambah lagi, dalam pemilihan Duta Wisata yang dimulai dari pemilihan di tingkat Kabupaten kemudian dilanjutkan ketingkat provinsi dan berakhir ditingkat nasional tidak sedikit uang rakyat yang dihambur-hamburkan, bukankah sangat disayangkan apabila Duta Wisata yang dipilih dari uang rakyat tidak mampu berbuat apa-apa bahkan tidak tau tugasnya.
Jika ada yang beranggapan bahwa Duta Wisata sangat berpengaruh bagi promosi pariwisata Aceh, menurut penulis anggapan tersebut adalah anggapan yang salah. Faktanya, setelah menghimpun informasi dari berbagai pihak termasuk salah satu oknum Duta Wisata belum ada aksi nyata dari para duta wisata untuk memajukan pariwisata aceh.
Sebut saja Duta Wisata dari wilayah tengah Aceh, Bujang Beru Duta Wisata Bener Meriah, Win Ipak Duta Wisata Aceh Tengah, Sebujang Seberu Duta Wisata Gayo Lues sama sekali belum pernah terlihat melakukan aksi nyata mempromosikan pariwisata daerahnya. Paling jauh para Duta ini berakhir menjadi pajangan (Pagar Ayu) dalam event-event besar, atau menjadi selebgram (Artis Instagram) yang tugasnya hanya memuaskan mata para netizen dengan postingan yang tidak bermanfaat.
Seharusnya, sebagai seorang Duta yang disebut-sebut sebagai ikon kemajuan pariwisata daerah, para para Duta dituntut berperan lebih active dalam mempromosikan Pariwisata Daerah.
Untuk menghasilkan Duta Wisata yang bermanfaat bagi kemajuan Pariwisata Daerah diperlukan keseriusan lembaga terkait dalam hal ini Dinas Pariwisata dalam memilih dan mendidik para Duta Wisata ini. Penulis yakin jika diberikan pemahaman yang baik tentang tugasnya, para duta tentu tidak akan berakhir menjadi pemegang selempang belaka, akan ada aksi nyata yang mereka lakukan. Agar uang rakyat yang dihambur-hamburkan untuk memilih mereka tidak berakhir tanpa manfaat. Ceremonial yang megah dn meriah benar benar menghasilkan duta wisata yang mampu berkerja dengan aksi nyata bukan pajangan atau selfie sana sini belaka. Mereka adalah Duta dan Duta adalah pelopor kemajuan pariwisata bukan sekedar terpilih kemudian tidak mampu berbuat apa apa.
Oleh : Aldian Efendi
Goresan tangan : Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Syiah Kuala
Kepala Bidang Diskusi Mahasiswa Peduli Sejarah Gayo (MAPESGA)