Marhaban Ya Ramadhan

Asmaul Husna, Mahasiswa Asal Aceh Tengah (Dok. Husna)

Catatan : Asmaul Husna

Dari dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata marhaban diartikan dengan “kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang)”. Ini sama dengan ahlan wa sahlan  yang juga dalam kamus tersebut diartikan “selamat datang”. Para ulama menggunakan kata marhaban untuk menyambut Ramadhan dan bukannya ahlan wa sahlan, karena ada perbedaan dalam artinya.

Ahlan terambil dari kata ahl yang berarti “keluarga”, sedangkan sahlan dari kata sahl yang berarti “mudah” ( sahl juga berarti “dataran rendah” karena mudah dilalui oleh para pejalan kaki, tidak seperti tanjakan tinggi). Ahlan wa sahlan adalah ungkapan selamat datang yang dicelahnya terdapat kalimat tersirat yaitu “(anda berada ditengah) keluarga dan (melagkahkan kaki di) daratan rendah yang mudah“.

Marhaban terambil dari kata rahb yang berarti “luas atau lapang”, sehingga mahaban menggambarkan bahwa tamu yang datang disambut dan diterima dengan dada lapang, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya ruangan yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Dari kata ini, terbentuk kata rahbah  antara lain, diartikan sebagai ruagan luas untuk mobil, guna memperoleh perbaikan atau kebutuhan bagi kelajutan perjalanannya. Marhaban Ya Ramadhan, “Selamat Datang Ramadhan”, berarti “kami menyambutmu dengan penuh kegembiraan dan kami persiapkan untukmu tempat yang luas agar engkau bebas melakukan apa saja, yang berkaitan dengan upaya mengasah dan mengasuh jiwa kami”.

Marhaban, kami bergembira dengan kedatanganmu, karena seperti sabda Rasul saw : “Seandainya umatku mengetahui (semua) keistimewaan Ramadhan, niscaya mereka mengharap agar semua bulan menjadi Ramadhan”. Di bulan Ramadhan ada malam Qadr, malam penentuan, yang akan menemui setiap orang yang mempersiapkan diri sejak dini untuk menyambutnya. Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh Lailat AL-Qadr tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-orang tertentu saja.

Tamu agung yang berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi tersebut walaupun setiap orang disana mendambakannya. Demikian juga dengan Lailat Al-Qadr. Itu sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya, karena bulan ini adalah bulan penyucian jiwa. Dan itu pula sebabnya ia diduga oleh Rasul datang pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, karena ketika itu diharapkan jiwa manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya. Telah mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian. Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Lailat Al-Qadr datang menemui seseorang, maka malam kehadirannya menjadi saat qadr dalam arti saat “menentukan” bagi perjalanan sejarah hidupnya di masa mendatang. Saat itu, bagi yang bersangkutan adalah saat “titik tolak” guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Sejak saat itu malaikat akan turun guna menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan sampai terbitnya fajar kehidupannya di hari kemudian nanti (Lihat QS 97: 4-5).

Marhaban Ya Ramadhan, kami menyambutmu dan siap untuk melakukan apa saja demi memperoleh kemuliaan dan kebaikan itu. Tahukah anda, apa yang harus dipersiapkan? Jiwa yang suci dan tekad membaja untuk memerangi nafsu, menghidupkan malamnya dengan shalat dan tadarus, dan siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian kepada Negara dan Bangsa.       

 

Mahasiswi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas SyiahKuala Banda Aceh*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.