Pemuda Baik Hati dan Kupu-kupu (Sebuah renungan menjelang PEMILUKADA)

Kisah ini pertama kali saya baca kira-kira 28 tahun yang lalu sewaktu saya masih duduk di bangku SD. Kalau tidak salah, saya membacanya di Majalah Bobo .

Kisah ini bercerita tentang seorang pemuda yang baik hati yang dengan perasaan iba menyaksikan seekor kupu-kupu yang tampak begitu menderita. Dengan sayapnya yang masih basah dan terlihat rapuh. Kupu-kupu itu berusaha keras dengan susah payah untuk bisa keluar dari kepompongnya.

 

Terdorong oleh perasaan iba dan kemurahan serta kebaikan hatinya. Si pemuda memutuskan untuk menolong sang kupu-kupu malang untuk keluar dari kepompongnya. Dengan penuh kehati-hatian, si pemuda baik hati ini merobek kepompong tanpa menyentuh sayap indah sang kupu-kupu yang masih basah dan rapuh. Singkat cerita, berkat pertolongan sang pemuda. Kupu-kupu bersayap indah itupun dengan mudah berhasil keluar dari dalam kepompong yang sekian lama mengungkungnya.

Sampai saat itu, semua terlihat baik-baik saja dan si pemuda baik hati ini pun lega. Melihat kupu-kupu yang sudah berhasil keluar itu dia merasa bahagia, karena pertolongan kecilnya telah berhasil membuat satu makhluk Tuhan terlepas dari penderitaanya. Dia pun merasa, kalau sang kupu-kupu bisa berbicara, tentu kupu-kupu itu akan mengucapkan terima kasih padanya.

Tapi apa yang terjadi kemudian?. Ketika sayap basah sang kupu-kupu mulai mengering. Sayap-sayap tersebut tidak bisa tumbuh dengan sempurna. Sayap-sayap indah itu tampak terlipat dan kusut tidak bisa membuka secara normal seperti halnya kupu-kupu biasa. Dan karena sayapnya terlipat, tentu saja, si kupu-kupu tidak bisa terbang.

Apa yang terjadi?.

ternyata perjuangan susah payah untuk keluar dari kepompong itu adalah salah satu proses yang harus dilalui oleh setiap kupu-kupu dalam menyempurnakan metamorfosanya. Terganggunya proses itu akan membuat sang kupu-kupu tidak bisa tumbuh sempurna. Hal ini sama sekalu tidak diketahui oleh si pemuda baik hati. Ketika dia memutuskan untuk menolong sang kupu-kupu karena didorong oleh niat baik dan rasa iba.

Alhasil, karena tidak didukung oleh pengetahuan yang mendalam. Si pemuda baik hati yang berniat baik menolong kupu-kupu ini malah mencelakakan hewan cantik yang ditolongnya.

Akibat rasa tidak tega melihat penderitaan sang kupu-kupu dalam menjalani proses metamorfosanya. Si orang baik ini malah membuat kupu-kupu tersebut menjadi makhluk cacat untuk sepanjang sisa hidupnya.

***

Kisah ini mungkin hanya fiksi dan sama sekali tidak nyata. Kisah ini juga tidak dimuat di sebuah jurnal ilmiah yang Peer revieweed semacam Nature misalnya. Kisah ini hanya satu dari sekian banyak cerita yang dikisahkan di majalah mingguan anak-anak yang dianggap sepele oleh banyak orang dewasa.

Tapi meskipun demikian, nilai yang terkandung dalam kisah yang tidak penting ini cukup relevan untuk diterapkan dalam segala segi kehidupan manusia. Mulai dari mendidik anak, berbisnis, berpolitik sampai beragama. Yaitu sebaik apapun niat yang kita punya dalam mendasari sebuah perbuatan, tapi jika perbuatan baik itu tidak didasari pengetahuan yang cukup. Bukannya memberi manfaat, tapi perbuatan baik itu bisa membuat celaka.

Di dunia kita sekarang, MOTIVATOR menjadi sebuah “pekerjaan” bergengsi yang bertarif mahal. Para motivator yang menghasilkan duit dari berceramah dengan menyuruh orang lain berbuat, tanpa dia sendiri melakukan apa yang mereka ceramahkan.

Saran favorit para motivator ini kepada para pendengar setianya yang terdiri dari calon-calon pebisnis adalah “lakukan saja”, yang merupakan terjemahan bebas dari “Just Do It”, kalimat terkenal  yang dikutip dari tag iklan merk sepatu olah raga terbesar di dunia “Nike”. Tanpa menyinggung pentingnya pengetahuan mendalam untuk mendasari perbuatan itu. Untuk meyakinkan para pendengarnya mereka tentu saja mengutip contoh-contoh orang yang berhasil menjadi orang besar dengan cara seperti itu. Ditambah dengan berbagai kisah pendukung lain yang menceritakan orang yang terpuruk dalam kegagalan karena terlalu banyak berpikir sebelum melakukan aksinya (Orang-orang yang gagal dan menderita karena mengikuti saran seperti ini tentu tidak disebut-sebut, apalagi perbandingan statistik antara jumlah orang yang berhasil dan jumlah orang yang gagal karena mengikuti resep ini).

Dulu, waktu umur saya masih lebih muda. Saya adalah salah seorang yang begitu percaya pada kata-kata para motivator ini. Karena dalam pikiran saya waktu itu, kata-kata itu tampak masuk akal ini. Dan hasilnya, tentu saja saya terjerembab. Tapi saya tidak kapok, sudah terjerembab bangun lagi dan kemudian jatuh lagi dan ini terjadi beberapa kali.

Setelah mengalami beberapa kejatuhan yang fatal, saya mendapatkan satu pemahaman. Bahwa dalam bisnis, berbuat itu memang penting dan tanpa berbuat tidak akan pernah ada bisnis. Tapi untuk berbuat benar dan bisa berhasil baik, dibutuhkan perencanaan yang matang. Dibutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap apa yang akan dilakukan.

***

Dalam realitas politik Indonesia saat ini. Saat kekuasaan bisa diperebutkan oleh siapa saja dengan bebas dan terbuka. Setiap orang bisa mengatakan diri sebagai orang yang paling tulus. Untuk meraih kekuasaan banyak orang yang mengaku dengan niat baiknya akan bisa membawa daerah yang akan dia pimpin menjadi lebih baik.

Di dunia yang disebut oleh Iwan fals sebagai dunia pesta pora para binatang ini. Dengan berpegangan pada doktrin ala Motivator sebagai mana saya gambarkan di atas. Bahkan para politisi yang berbuat sangat aneh dan tanpa dasar pengetahuan apapun bisa merasa diri menjadi orang paling berjasa bagi rakyat, tanpa merasa perlu mempertimbangkan kemungkinan buruk apa yang akan menimpa rakyat akibat dari langkah sok taunya.

Contoh paling nyata tentang kejadian seperti ini bisa kita saksikan menjelang Pemilukada seperti sekarang ini.

Di segala sudut ruang publik, kita bisa menyaksikan tebaran janji dari orang-orang baik. Semua orang mengatakan dia adalah orang jujur yang berniat baik dan akan berbuat yang terbaik untuk negeri dan rakyatnya. Tapi sama sekali tidak menjelaskan hal baik apa yang akan mereka berikan kepada negeri yang akan dipimpinnya. Apakah mereka memiliki pengetahuan mendalam tentang masalah-masalah yanga ada di negeri tersebut. Apakah mereka tahu apa sebenarnya yang paling dibutuhkan oleh rakyatnya?. Itu lain cerita.

Yang selalu ingin mereka tunjukkan adalah niat. Padahal soal niat, hanya yang bersangkutan dan yang maha kuasa lah yang tahu. Sementara sebagai sesama makhluk, apa yang bisa kita nilai dari para calon ini hanyalah pengetahuannya tentang apa yang dijanjikannya.

Jadi terhadap kenyataan seperti ini.Aadalah sangat bijaksana jika kita sebagai orang yang akan memilih ‘orang-orang baik’ yang semuanya punya niat baik membantu kita ini. Kita lebih mempertimbangkan pengetahuan yang bersangkutan tentang masalah kita dari pada mempercayai niat baik mereka.

Dan kalau kita lihat dengan pikiran jernih, bukan didasari sikap fanatis. Kita patut meragukan pengetahuan ‘orang-orang baik’ ini tentang daerah dan rakyat yang akan dipimpinnya. Karena tampak jelas sekali kalau para calon pemimpin ini memang tidak menjadikan pengetahuan akan daerah dan rakyat yang akan dia pimpin sebagai bekal utama untuk maju ke Pemilukada.

Menjelang hajatan besar ini, dibanding memikirkan apa kira-kira yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Mereka lebih suka memikirkan bagaimana citra dan penampilan mereka di depan publik.

Buktinya kita lihat saja berbagai survey menjelang Pemilukada seperti sekarang ini. Yang bisa kita saksikan adalah survey yang disponsori oleh partai tertentu untuk memetakan tingkat popularitas calon-calon yang akan bertanding.

Tidak pernah kita saksikan survey yang disponsori oleh partai tertentu untuk memetakan masalah-masalah yang dihadapi oleh daerah. Untuk memetakan apa kebutuhan prioritas di daerah-daerah tersebut.

Jadi tak perlu heran kalau ‘orang-orang baik’ ini nantinya berhasil naik ke tampuk pimpinan. Mereka akan berbuat baik sesuai dengan nuraninya dan sesuai dengan batas pengetahuan yang mereka punya. Dan batas pengetahuan itu mungkin hanya seluas pandangan matanya, atau seluas pandangan mata tim sukses dan kerabat terdekatnya.

Alhasil seperti kisah pemuda baik hati dan seekor kupu-kupu. Saat dipimpin oleh orang seperti ini. Rakyat yang berada di posisi kupu-kupu, bukannya tertolong, tapi malah celaka.   (Win Wan Nur)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.