Ta’zhim Kepada Guru

(Bagian akhir dari dua tulisan)

Drs. Jamhuri, MA*

 

Tahun 1980 melanjutkan pendidikan ke MTsN, disekolah ini terkenal gurunya yang kejam namanya Abubakar Bangkit, orangnya sangat disiplin dan kedisiplinan itu tidak hanya berlaku untuk murid tapi juga untuk guru dan pegawai sekolah. Satu ketika saya sangat teringat pada mata pelajaran hadits, mata pelajaran tersebut diajarkan juga pada waktu les sore. Hari itu hari hujan, petugas yang membuka pintu tidak hadir lalu bapak Abubakar Bangkit duduk di atas Honda CB-nya di teras sekolah dan mengajarkan kami tentang hadis “pada hari menjelang qiamat matahari akan terbit dari barat”.

Menjelang masa pensiun Bapak Abubakar Bangkit dipindah tugaskan ke sekolah PGAN, kepala sekolah digantikan oleh Muhammad Ali Asni, kami sudah duduk di bangku kelas 2 (dua). Dari beliau kami belajar melukis dan membaca tulisan jawi, rumus tulisan jawi masih teringat ketika satu suku kata mempunyai huruf kedua yang sama, maka ditulis/baca panjang sepeti buku, kuku, papa dan lain-lain ( بوكو, كوكو, فافا ).  Sistem pendidikan yang belum terjawab sampai saat ini adalah, ketika kami disuruh menghafal Al-Qur’an dan ‘ulumul Qur’an, saya dan beberapa kawan tidak bisa. Sebagai pengasuh mata pelajaran Bapak Abdul Kadir menyuruh kami untuk mengoyak lembar buku catatan kami, untuk selanjutnya meminta kami membakarnya dengan korek api yang telah disediakan, setelah selesai kami membakar kertas catatan beliau katakan inilah murid-murid yang malas belajar, sudah tidak belajar kemudian membakar buku. Saya tidak membakar buku kalian tapi yang membakarnya kalian sendiri. Dan juga daripada anda tidak belajar maka lebih baik buku-buku itu dibakar.

MTsN 1 Takengon dikenal sangat disiplin dari segi ketepatan waktu dan kepatuhan pada aturan, tidak dibedakan antara murid, pegawai dan guru. Suatu hari sebagaimana biasanya selesai senam pagi secara bergantian dewan guru memberi pengarahan, seorang guru dalam kata sambutannya menyebutkan bahwa orang-orang yang lewat melalui pagar, dan tidak melalui jalan (kebetulan pagar di belakang sekolah rusak) yang disediakan ia sama dengan kambing tidak lama dari apa yang diucapkan guru (bapak Kadir) tersebut tiba-tiba seorang guru (ibu Yur) datang melalui pagar yang rusak dibelakang sekolah, maka semua murid pada saat itu ketawa.

Ibu Yur seorang guru yang suka marah kalau muridnya tidak bisa, satu hari ketika ia sedang mengajar dan kami sebagai muridnya tidak mengerti apa yang diajarkan, ia marah dan memukul papan tulis sampai papan tulis itu terjatuh. Bentuk kaki papan tulis pada saat itu mempunyai kaki tiga, dua di depan satu lagi sebagai sandaran di belakang, berbeda dengan papan tulis sekarang yang di tempel ke dinding kelas.

Teringat dengan ungkapan beliau ketika mengajar ilmu alam, sesorang yang kesedek (museldi) berarti orang yang makan itu tidak sabar, sebelum menelan habis apa yang ada dimulutnya di memasukkan lagi sehingga angin yang ada di leher/dada belum sempat keluar sedah masuk yang lain, karena seseorang itu kesedek.

Seorang guru kami bernama Ibu Aminah, ia mengajar mata pelajaran fiqh, sampai pada pembahasan tentang hal-hal yang membatalkan wudhuk. Diantara perbuatan yang membatalkan wudhuk adalah menyentuh kemaluan, kata menyentuh kemaluan diekspresikan dengan kata “tew”.

Bapak Amin, seorang guru olah raga dan juga mengajar aqidah akhlak. Beliau bercerita tentang pahit getirnya ketika merantau dalam mencari ilmu, suatu hari karena harus makan dan tidak punya uang, dia menangkap seekor cicak dan menggorengnya. Kawan-kawan seasramanya diajak untuk makan di sebuah warung, ketika semua hampir kenyang beliau memasukkan cicak tersebut  ke dalam satu mangkuk sayur dan memanggil seorang pelayan dengan menunjukkan dalam makanan tersebut ada cicak. Pelayan melapor kepada pemilik warung, karena pemilik warung merasa itu kesalahan yang dilakukan pegawainya, maka Pak Amin dan kawan-kawan tidak membayar makanan yang telah mereka makan.

Tambahan selingan cerita dari Pak Amin untuk membuat kami sebagai murid merasa tertarik dengan mata pelajaran olah raga yang diajar, ketika menghadapi orang-orang yang menyerang beliau dalam perkelahian. Dia mengatakan mereka yang datang dari depan ditendang dengan ujung sepatu dan mereka yang datang dari belakang dia tendang dengan memakai tumit sepatu.

Saya selalu teringat dengan bapak yang mengajar mata pelajaran olah raga ini, setiap keluar main (istirahat) beliau paling menyukai permainan tenis meja. Ketika kami sedang main dengan kawan-kawan beliau selalu tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk melawannya dan ia mengajak saya, karena kebetulan saat itu saya termasuk orang yang tidak bisa dikalahkan dalam permainan tenis meja.

Tahun 1986 melanjutkan pendidikan ke MAN 1 Takengon, banyak ilmu yang didapat di samping juga banyak hal-hal yang selalu terkenang sebagai seorang siswa, metode mengajar yang digunakan guru untuk menarik perhatian siswa dan juga prilaku seorang siswa untuk mendapatkan nilai.  Ibu Asyiah yang sekarang menjadi bibik, karena saya menikah dengan keponakannya, mengajar mata pelajaran Al-Qur’an Hadits. Ketika mengadakan ujian, kami disuruh untuk menulis ayat tentang “larangan untuk mengatakan ah kepada orang tua”, saya tidak hafal ayat tersebut lalu saya menyontek dan tidak ketahuan. Karena merasa takut akan ditanya pada hari-hari selanjutnya, ayat tersebut saya hafal dan Alhamdulillah sampai sekarang masih teringat.

Ketakutan untuk ditanya terbukti, seminggu dari situ kami disuruh menghafal ayat tersebut dan saya sanggup menghafalnya. Sehingga ibu Asyiah sampai sekarang tidak tahu bahwa saya menyontek dalam ujian mata pelajaran beliau.

Mata pelajaran fiqh diajar oleh bapak guru yang bernama Jamaluddin, ketika sedang mendikte pelajaran dan bertemu dengan tahun ia selalu membacanya tidak selesai, seperti membaca tahun 1967 ia baca 1900 lalu dibiarkan dan ketika semua murid sudah menulis 1900, maka dia sambung dengan 60, dia diamkan lagi dan menyambungnya dengan angka 7 setelah semua siswa selesai menulis 60. Pak Jamal (panggilan akrabnya) sering membawa rambut panjang dikantongnya, dan memberi tahu kepada siswanya bahwa rambut itu adalah rambut ibu (isterinya), peragaan ini biasa digunakan untuk mencairkan kejenuhan bagi siswa.

Disamping mata pelajaran fiqh beliau juga mengajar mata pelajaran ekonomi, salah satu contoh yang diajarkan adalah bagaimana untungnya seorang yang merantau dan bedanya dengan orang yang tinggal dengan orang tuanya. Mereka yang merantau pernah memegang uang Rp. 5000,- (pada saat itu jumlah Rp. 5000,- itu besar) dan dapat mengatur uang itu untuk belanjanya, sedang mereka yang tidak merantau tidak pernah memegang uang sebesar itu. Karena itu ia katakan, kalau cari isteri/suami hendaknyalah orang yang pernah merantau, karena lebih pandai mengatur keuangan.

Abdul Aziz Syamaun yang selalu memanggil siswanya yang tidak bersemangat/loyo dalam berolah raga dengan panggilan orang perempuan (aisyah, aminah dll.), beliau sangat ahli dalam berbahasa Arab dan pelajaran Bahasa Inggris, pak Aziz ini sangat serius mengajar muridnya sehingga kami pernah diajarkan bahasa Arab dan mengambil tempat di Masjid Raya Takengon dengan waktu selesai shalat Isya. Pada saat itu belum terbiasa orang-orang belajar malam di Mesjid Raya, pada saat shalat Isya kami biasa bertemu dengan Bupati M. Beni Banta Cut yang selalu memuji kami karena mau belajar. Buku yang diajarkan kepada kami pada saat itu adalah nahwu wadhih, alhamdulillah ilmu itu sangat melekat dalam ingatan sampai sekarang.

Suhir Muhur Yogya, memiliki nama yang bagus dalam pengakuan pak Jamal. Beliau mengajar kami mata pelajaran Sejarah Islam, selalu mengajak kami berdebat dan berdiskusi, pemikiran beliau sangat maju dan mampu memancing siswa untuk berdiskusi. Pak Suhir selalu berkata kepada kami bahwa ia tidak mau mengajar pada jam pertama (pagi) karena beliau sebelum berangkat ke kantor harus mengambil jaring di danau Laut Tawar yang dipasangnya pada malam hari. Alumni IAIN Medan ini selalu berpenampilan seperti meliter, karena dia memang bekas komandan Menwa di almamaternya. Kami banyak belajar darinya tentang bagaimana cara berbaris, memberi hormat dan menjadi Pembina Pramuka pada saat Porseni di adakan di Takengon.

Lakmana Yogya, orang tua dari bapak Suhir Muhur, seorang guru yang sangat senior tinggal disekolah sebagai penjaga sekolah sekaligus sebagai guru, beliau sangat mahir menulis kaligrafi dan melukis. Pada saat itu banyak sekali kaligrafi di dinding sekolah dan di taman sekolah, pada jam pagi sebelum siswa datang kesekolah beliau selalu menghidupkan mic yang hampir seluruh kota Takengon terdengar, dan itu dijadikan tanda bahwa itu adalah MAN 1 Takengon.

 


* Dosen Fak. Syari’ah IAIN Ar-Raniry dan Mhs. Program Doktor Pascasarjana IAIN Ar-Raniry.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. @ Dari beliau kami belajar melukis dan membaca tulisan jawi, rumus tulisan jawi masih teringat ketika satu suku kata mempunyai huruf kedua yang sama, maka ditulis/baca panjang sepeti buku, kuku, papa dan lain-lain. Sistem pendidikan yang belum terjawab sampai saat ini…?!

    http://typophile.com/node/74436