Muhammad Syukri*
Aspirasi, sebuah kata yang sering didengar dan diucapkan oleh sejumlah elemen masyarakat maupun kalangan pemerintahan (legislatif dan eksekutif). Kata aspirasi menjadi sangat ”keramat” manakala ditambah dengan kata masyarakat sehingga menjadi aspirasi masyarakat. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, aspirasi diartikan sebagai tujuan untuk meraih keberhasilan di masa yang akan datang.
Begitu keramatnya istilah ini, aspirasi masyarakat selalu dijadikan sebagai kata pembenar sekaligus penekan untuk mempengaruhi sebuah kebijakan publik (public policy). Hal ini bisa dilihat dari berubahnya kebijakan pemerintah atas kasus Bibit-Chandra, antara lain karena tekanan jutaan Facebooker yang mengusung aspirasi masyarakat.
Demikian pula dengan isu-isu yang sering diangkat di forum parlemen atau parlemen jalanan (demonstrasi), semuanya dialasankan sebagai upaya menyalurkan aspirasi masyarakat. Tidak tersangkal memang, karena konstitusi kita telah mengaturnya.
Dalam konstitusi disebutkan; ”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia” (Pasal 28-F UUD 1945).
Salah satu saluran formal untuk menyampaikan aspirasi rakyat adalah parlemen (di Aceh disebut dengan DPRA/DPRK), karena memang kewajiban lembaga ini untuk memperhatikan dan menyalurkan aspirasi masyarakat (Pasal 26 UU Nomor 11 Tahun 2006). Sebagai saluran formal, parlemen sangat lazim menggunakan masa reses untuk turun ke bawah, menjumpai para konstituen dan masyarakat semata-mata dalam rangka menghimpun aspirasi masyarakat. Sebab, ”masyarakat berhak terlibat untuk memberikan masukan secara lisan maupun tertulis tentang penyusunan perencanaan pembangunan Aceh dan kabupaten/kota melalui penjaringan aspirasi dari bawah” (Pasal 141 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2006).
Waktu reses yang digunakan anggota parlemen untuk menampung aspirasi masyarakat sering tidak match dengan jadwal penjaringan aspirasi yang sudah dibakukan oleh UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Nasional. Mekanisme penjaringan aspirasi dari bawah yang dipedomani kabupaten/kota didasarkan kepada Surat Edaran Bersama Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri sebagai tindak lanjut UU Nomor 25 Tahun 2004 yang terbit setiap tahunnya..
Waktu penjaringan aspirasi di kabupaten/kota dimulai pada bulan Januari. Mekanismenya melalui penyelenggaraan musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) desa. Sebelum musyawarah ini berlangsung, masyarakat di tingkat dusun dan kelompok-kelompok masyarakat (misalnya kelompok tani, kelompok nelayan, perempuan, pemuda dan lain-lain) melakukan musyawarah yang difasilitasi oleh aparat desa dan badan perwakilan desa. Hasilnya meliputi: (a) himpunan daftar masalah dan kebutuhan; (b) gagasan dan atau usulan kegiatan prioritas masing-masing dusun/kelompok untuk diajukan ke musrenbang desa; (c ) penetapan wakil/delegasi dusun/kelompok yang akan hadir dalam kegiatan musrenbang desa.
Dalam musrenbang desa, pesertanya terdiri dari kepala dusun, tokoh agama, tokoh adat, wakil kelompok perempuan, wakil kelompok pemuda, ormas, pengusaha, kelompok tani/nelayan, komite sekolah dan lain-lain. Narasumber penjaringan aspirasi pada tahap ini terdiri dari kepala desa, ketua dan anggota badan perwakilan desa, camat dan aparat kecamatan, kepala sekolah, kepala puskesmas, pejabat instansi yang ada di desa atau kecamatan, dan LSM yang bekerja di desa yang bersangkutan. Dan sangat terbuka kemungkinan dalam musrenbang desa dapat langsung dihadiri oleh anggota parlemen untuk menjaring aspirasi secara langsung.
Output dari kegiatan musrenbang desa berupa: (1) dokumen rencana kerja pembangunan desa/kelurahan yang berisi: (a) prioritas pembangunan skala desa yang akan didanai oleh alokasi dana desa (ADD) dan atau swadaya; (b) prioritas kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan melalui satker perangkat daerah yang dilengkapi dengan kode desa dan kecamatan dan akan dibahas pada forum musrenbang kecamatan; (2) daftar nama delegasi untuk mengikuti musrenbang kecamatan; dan (3) berita acara musrenbang desa.
Pada bulan Februari, dilanjutkan penjaringan aspirasi melalui musrenbang kecamatan yang bertujuan: (1) membahas dan menyepakati hasil-hasil musrenbang dari tingkat desa yang akan menjadi kegiatan prioritas pembangunan di wilayah kecamatan yang bersangkutan; (2) membahas dan menetapkan kegiatan prioritas pembangunan ditingkat kecamatan yang belum tercakup dalam prioritas kegiatan pembangunan desa.
Peserta musrenbang kecamatan terdiri dari individu atau kelompok yang merupakan wakil dari desa dan wakil dari kelompok-kelompok masyarakat yang beroperasi dalam skala kecamatan. Narasumber dari kabupaten terdiri dari Bappeda, perwakilan SKPD, kepala-kepala unit pelayanan di kecamatan, dan anggota DPRK dari wilayah pemilihan kecamatan yang bersangkutan. Narasumber dari kecamatan terdiri dari camat, aparat kecamatan, LSM yang bekerja di kecamatan yang bersangkutan, dan para ahli/profesional yang dibutuhkan.
Output yang dihasilkan dari musrenbang kecamatan adalah: (1) dokumen rencana kerja kecamatan yang akan dibiayai melalui anggaran kecamatan yang bersumber dari APBK kabupaten/kota pada tahun berikutnya; (2) daftar kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan melalui SKPD atau gabungan SKPD; (3) daftar nama delegasi kecamatan untuk mengikuti forum SKPD dan musrenbang kabupaten/kota; dan (4) berita acara musrenbang tahunan kecamatan.
Dalam bulan maret dilanjutkan penjaringan aspirasi tingkat kabupaten/kota, yang dikenal dengan musrenbang kabupaten/kota. Pesertanya terdiri dari delegasi musrenbang kecamatan dan delegasi dari forum SKPD. Narasumbernya meliputi SKPD kabupaten/kota, DPRK, LSM yang bekerja dalam skala kabupaten/kota, perguruan tinggi, perwakilan Bappeda provinsi (sangat elok jika dihadiri anggota DPRA dari wilayah pemilihan masing-masing), tim penyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), tim penyusun rencana kerja SKPD, panitia anggaran eksekutif maupun legeslatif.
Tujuan musrenbang kabupaten/kota adalah untuk menjamin (1) konsistensi antara hasil musrenbang dengan RKPD; (2) konsistensi antara hasil perencanaan (RKPD) dengan penganggaran (APBD); (3) terciptanya komunikasi yang berkelanjutan dan berkualitas antara delegasi masyarakat, pemerintah daerah dan DPRD; (4) tersedianya informasi untuk masyarakat dan para peserta musrenbang, terutama tentang alasan diterima atau ditolaknya sejumlah kegiatan yang sudah diusulkan melalui rangkaian forum musrenbang didalam APBK.
Begitulah mekanisme tahapan penjaringan aspirasi yang baku sampai ke level kabupaten/kota. Kalaulah masa reses anggota DPRA dapat disesuaikan dengan waktu penjaringan aspirasi di kabupaten/kota, sangat banyak aspirasi yang dapat diserap. Sebab, peserta yang terlibat dalam tahapan penjaringan aspirasi itu sangat nyata dan lengkap. Arus aspirasinya juga mengalir mulai dari level terendah (kelompok masyarakat di dusun) sampai ke level kabupaten.
Bahkan penetapan APBK (mungkin juga APBA) bisa tepat waktu apabila dalam musrenbang kabupaten/kota semua stakeholder bersama anggota DPRK/DPRA dapat menyepakati prioritas-prioritas yang akan dibiayai melalui APBK/APBA sekaligus dengan pagu indikatifnya. Dapat diyakini, proses pembahasan di rapat panitia anggaran akan berlangsung cepat dan sesuai jadwal, karena anggota DPRK/DPRA sudah memahami filosofi masing-masing program yang diusulkan. Sayangnya, penetapan RAPBA selalu tidak tepat waktu, bahkan kalah dengan kabupaten/kota yang bisa menetapkan APBK di bulan Desember. Tidakkah hal ini antara lain disebabkan oleh mekanisme penjaringan aspirasi oleh parlemen provinsi yang belum berjalan? Wallahualam bissawab.
*Pemerhati sosial, budaya dan ekonomi, bertempat tinggal di Takengon
Aspirasi pasti bertujuan untk rencana ke masa yg akan datng.. Alangkah baiknya aspirasi terwujud kerjasma antara masyarakat dngn DPR sehingga tujuan yg dimaksut tepat pd sasaran.