Bagi masyarakat Gayo, H.M. Hasan Gayo sudah tidak asing lagi. Bagi putra kelahiran Pegasing 1923 ini, membangun sumber daya masyarakat merukan kewajiban yang harus dijalankan. Apalagi, sebelum yang Khaliq memanggilnya, 26 Januari 1993 silam, kecintaannya kepada Gayo yang tak terhingga, sehingga jiwa dan keinginan itu begitu melekat dibenaknya. Lagi merantau meneruskan pendidikan. Tak peduli dari mana asal kampung yang dibantu.
“Bapak tak pernah membedakan siapa yang datang kerumah, asal dari Takengon sama saja”, ujar Utih Yuniasi, anak ketiganya dari perkawinan dengan Widarsih asal Solo.
Selain sebagai tokoh urang Gayo, Hasan Gayo juga seorang wartawan handal ketika itu. Karirnya di bidang ini cukup sempurna dalam membantu perjuangan Republik Indonesia. Dan riwayat pekerjaan di bidang Pers pun cukup ampuh. Setidaknya beberapa media sempat digelutinya seperti tahun 1946-1947 sebagai wartawan Genderang Cirebon. Tahun 1951-1969 menjadi wartwan harian Indonesia Raya pimpinan Prof. Mr. M. Yamin dan wartwan harian Suluh Indonesia pimpinan wartawan tiga zaman Sayuti Melik di Jakarta.
Perjalanan karirnya tak mentok hanya di bidang jurnalistik. Sebelumnya, beliaupun gigih membela bangsa. Kesibukannya meluas sebagai anggota API (Angkatan Pemuda Indonesia) di zaman revolusi 17 Agustus 1945. sebagai komandan BKR (Badan Keamana Rakyat) di Jakarta pengawas percetakan kereta api di Stasiun Kota untuk selanjutnya menerbitkan Majalah Suara Kereta Api. Pernah pula membantu penerbitan majalah pertama berbahasa Inggris Voice of Free pada zaman kemerdekaan.
Berkat perjuangannya bersama tokoh-tokoh nasional sepeti Bung Tomo, Dr. Sukiman, S. Mangunsarkoro, Chaerul Saleh, Mr. Supardo dan lain-lain, baru pada tahun 1960-1967 dia bergelut di birokrasi sebagai anggota MPRS merangkap BPP (Badan Pembantu Pimpinan MPRS), Anggota Mupenas (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional), Anggota Badan Pembantu Pembangunan Jalan Raya Sumatera, anggota Bahumas (Badan Musyawarah Usaha Nasional), dan Wakil Sekjen Dewan Harian Nasional Angkatan 45.
Melihat prestasinya yang begitu hebat, tak heran apabila kemudian kerinduannya pada Takengon begitu besar. Karena pengalamannya telah membawanya pada keadaan yang sibuk, sehingga terkadang hanya Takengon-lah satu-satunya tempat berteduh dari kelelahannya bekerja. Karena leki-laki kelahiran Pegasing 1923 ini terkesan kreatif.
Di bidang pendidikan saja, sederetan universitas sudah dilampauinya. Yang apabila ditera disini akan memerlukan kertas banyak. Maklumlah, gara-gara itu ketokohannya menjadi semakin kuat. Terakhir pernah kuliah di Fakultas Hukum dan Publisistik Universitas Indonesia tahun 1955-1956. dan soal pendidikan, dia tak hanya di Jakarta, boleh di bilang dimana Hasan Gayo berada di sana pendidikan dilaluinya.
Untuk itu, adalah wajar untuk memaparkan dan memposisikan Hasan Gayo sebagai tokoh besar masyarakat Aceh Tengah. Setidaknya, lewat tanggannya pula urang Takingen banyak berhasil menamatkan kuliah. Entah itu siapa, yang pasti Hasan Gayo benar-benar tak peduli siapa pun asal tujuannya sekolah, tentu akan dibantu. (Hariye Edisi IX Juni-Agustus 1997)
Mohon maaf sebelumnya nama saya Kurnia saya berasal dari kampung simpang kelaping kec.pegasing ..
H.M.HASAN GAYO adalah kakek saya..
Beliau adalah abg kandung dari nenek alik saya
Saya mengenai beliau sewaktu saya masih kecil dan banyak keluarga bercerita tentang kehebatan dan jasa2 beliau. Saya kagum dan salut terhadap perjuangan dan dedikasinya kepada masyarakat gayo kususnya dan juga rakyat indonesia