Oleh. Drs. Jamhuri, MA[*]
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad melalui perantaraan malaikat Jibril, diturunkan pada hitungan hari ketujuh belas dari bulan Ramadhan di Gua Hirak ketika Nabi sedang berkhalwat, surat pertama diturunkan adalah al-‘Alaq 1 sampai dengan 5. Yang memerintahkan kita untuk membaca segala seuatu dengan menyebut nama Tuhan, karena Dia Sang Maha Pencipta dan diantara ciptaannya termasuk manusia dari ‘alaq.
Al-Qur’an berfungsi sebagai pedoman bagi setiap orang muslim, bagi mereka yang mematuhi petunjuknya akan selamat dalam kehidupan dunia dan di akhirat kelak, bagi mereka yang tidak mengikuti petunjuk Al-Qur’an akan tersesat sepanjang hayatnya, dan kelak di hari kiamat tidak akan dapat mempertanggungjawabkan semua yang telah dilakukannya semasa hidup mereka. Karena kita ketahui hari itu adalah hari akhir yang tidak ada lagi hari lain, dan kehidupan di sana hanyalah sebagai pertanggungan dari kehidupan di dunia.
Semua manusia berupaya dan berharap untuk meraih kebahagian yang telah dijanjikan, hanya saja kemampuan untuk meraihnya di antara manusia itu berbeda. Gambaran kebahagiaan yang akan diraih dan jalan yang harus dilalui juga ada dalam al-Qur’an, sehingga tidaklah mungkin manusia itu mendapatkannya bila tidak selalu dekat dan menjadikan al-Qur’an sebagai bagian dari kehidupannya.
Ada beberapa tingkatan manusia bila kita lihat bagaimana ia mendekati al-Qur’an, tingkatan pertama mereka yang memahami dan selanjutnya mengamalkan al-Qur’an. Tingkatan ini melalui tahapan membaca huruf, kata, kalimat sampai kepada ayat dan surat yang menjadi isi dari al-Qur’an. Mereka menerjemahkan secara kebahasaan ditambah lagi dengan kemampuan memahami apa yang terkandung dalam bacaan tersebut. Ada sebagian orang yang telah sampai pada tahapan ini mereka lanjutkan dengan pengamalan, mereka menjadikan rambu-rambu yang ada di dalam al-Qur’an sebagai simbul yang harus dipatuhi, tetapi ada juga yang tidak mau mengamalkanya dengan tidak mematuhi rambu-rambu yang sudah ditentukan.
Tingkatan kedua adalah mereka yang mampu membaca Al-Qur’an tetapi tidak punya kemampuan untuk memahaminya, mereka menerima pemahaman melalui bacaan dari sumber yang tidak primer atau melalui karya orang lain. Penerimaan selanjutnya adalah melalui tradisi lisan, penuturan ini didapatkan melalui ceramah, khutbah ataupun melalui media televisi dan Koran, mereka pada tingkatan ini mengamalkan apa yang diperoleh sebagai kewajiban dari Allah yang harus dipatuhi dalam setiap saat dan seluruh tempat.
Tingkatan ketiga mereka yang tidak mempunyai kemampuan untuk membaca al-Qur’an, karena tidak pernah diajar oleh orang tuan atau lingkungannya, atau juga mereka yang pernah belajar tetapi belum bisa, bahkan dengan alasan tidak punya kesempatan untuk belajar. Mereka seperti ini tidak pernah membuka dan membaca al-Qur’an, namun mereka punya kemauan untuk mengetahui kandungan isi al-Qur’an, mereke kelompok ini memanfaatkan waktu untuk menerima dan mencari informasi tentang kebenaran perintah Tuhan dan mengamalkannya.
Tingkatan keempat masyarakat muslim yang hidup disekitar kita ada yang tidak bisa membaca al-Qur’an, mereka juga tidak mamahami apa yang menjadi kandungan al-Qur’an, ia selalu mengerjakan kebaikan karena ajaran kebaikan dari keluarga dan lingkungan tempat tinggal. Mereka tingkat ini mempunyai kesempatan menepuh pendidikan formal, tetapi kepedulian terhadap al-Qur’an tidak lahir dari dalam dirinya dan juga tidak ada dorongan dari sekitar mereka . Akhir dari kretivitas mereka seperti ini tidak pernah mengetahui apakah tingkah laku dan pola hidup telah sesuai dengan agama atau tidak sama sekali.
Tingkatan fenomena kehidupan masyarakat seperti yang telah disebutkan di atas ditemukan disekitar kita, kendati untuk menemukan hal seperti ini memerlukan waktu, perhatian dan pengamatan yang tidak sebentar. Tetapi apapun yang kita lihat tentu saja harus memiliki solusi, karena kalau solusi tidak didapatkan maka perubahan mendasar kearah yang lebih baik sesuai dengan harapan agama tidak pernah di dapatkan.
Agama tidak punya solusi begi mereka yang tidak mau mengamalkan, baik bagi mereka yang mengetahui ataupun begi mereka yang tidak punya kemauan untuk mengetahui, tetapi agama punya solusi bagi mereka yang tidak tahu dan punya kemauan untuk mencari tahu. Untuk mereka yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengetahui agama mempunyai solusi yang tidak sulit untuk diikuti.
Pemahaman kita terhadap al-Qur’an harus kita bedakan dengan kitab-kitab lain, demikian juga dengan bahasa al-Qur’an yang harus kita bedakan dengan bahasa lain. Kendati al-Qur’an menggunakan bahasa Arab, tetapi bahasa al-Qur’an tidaklah sama dengan bahasa Arab.
Al-Qur’an yang terdiri dari huruf, kata, kalimat dan selanjutnya surat dan semua isi al-Qur’an adalah wahyu Allah, karena ia adalah wahyu maka membacanya adalah ibadah. Terlepas dari mengerti atau tidak terhadap apa yang dibaca, mereka yang tidak mengerti apabila membacanya tetap mendapatkan pahala, demikian juga halnya dengan mereka yang mengerti. Mereka yang membaca satu hurup tetap mendapat nilai ibadah sama dengan mereka yang membaca seluruh al-Qur’an, kendati dari segi kualitas tetap akan dibedakan.
Karena itu kepada mereka yang tidak bisa membaca al-Qur’an tetapi mengetahui huruf yang ada dalam al-Qur’an, bukalah al-Qur’an dan carilah huruf-huruf yang ada dan diketahui adanya dalam al-Qur’an niscaya akan mendapat nilai ibadah. Hanya saja perlu diberi penekanan, bahwa huruf arab belum tentu al-Qur’an dan al-Qur’an adalah huruf Arab. Maka kalau ingin mendapatkan nilai ibadah bagi mereka yang tidak bisa membaca hendaklah membuka Kitab al-Qur’an. Berbeda dengan mereka yang mampu membaca dan juga bisa menghafalnya.